Diumur yang tidak lagi muda, susah mencari cinta sejati. Ini kisahku yang sedang berkelana mencari hati yang bisa mengisi semua gairah cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Enak Didiamkan
Mobil terus saja melaju dengan kecepatan penuh, agar segera sampai ke tempat kediaman rumah utama yaitu punya orangtua.
Ting ... tong ... ting ... tong, kupencet bel rumah, sebab pintunya sudah dikunci dari dalam, kemungkinan karena ini sudah larut malam sekali.
Ceklek, pintu telah dibuka bibi pembantu.
Langkah sudah tergesa-gesa untuk masuk kedalam rumah orang tua, yang mencoba mencari disekeliling rumah, agar bisa menemukan anak buah yang sudah membuatku khawatir.
"Ada apa Dilla, huaaah ... huuuah!" tanya Mama sambil mulut sudah menguap-nguap.
"Apakah Dio ada disini, Ma?" tanyaku tergesa-gesa.
"Iya, dia ada. Memang kenapa?"
"Dimana? Dimana dia?" tanyaku tak sabar.
"Kamu kenapa sih! Aneh betul? Seperti takut saja kalau Dio akan hilang. Dio ada sama papa sedang main catur, diatap balkon rumah," jawab Mama memberi penjelasan.
"Syukurlah," jawabku lega.
"Hadeh, anak songong. Mama tanya malah mau ditinggal pergi," keluh beliau.
"Nanti saja aku ceritain, sebab aku ada hal penting," jawabku sudah melenggang pergi.
Akhirnya akupun secepatnya menaiki anak-anak tangga, dengan cara melangkah sambil berlarian kecil. Terdengar suara mereka berdua begitu tetawa bahagia.
Hhhhh ... heeh, hembusan nafasku ngos-ngosan, yang akhirnya sampai juga ke balkon atap rumah. Terlihat Dio dan papa sudah melihat kearahku, dengan tatapan penuh keheranan.
"Kamu kenapa, Dilla?" tanya Papa.
"Gak ada apa-apa, Papa! hhhh" jawabku menghindari pertanyaan, sambil menghirup udara sebanyaknya.
Dio terlihat diam tak menghiraukan kedatanganku, dengan mata dan tangannya telah fokus melihat catur.
"Kamu baru saja datang? Malam-malam begini?" tanya Papa aneh, sambil melihat jam tangan.
"Iya, Pa."
"Kenapa?" tanya beliau lagi.
"Aku lagi mencemaskan seseorang, tapi kayaknya orang itu tidak peduli sama sekali atas kedatanganku," sindirku berkata.
"Siapa yang kamu maksud? Dio?" tanya Papa binggung.
"He ... he, bukan kok,Pa! Ada dech," jawabku memungkiri.
Mata Dio hanya melirik sebentar kearahku, dan kemudian kembali fokus terhadap catur lagi.
"Aku ingin ketemu Mama saja datang kesini."
"Beneran nih? Ngak bohong 'kan?" ujar beliau tak percaya.
"Iiiih, iya Pa."
"Atau kalian ini sedang marahan?" kekepoan papa bertanya.
"ENGGAK!" jawab kami kompak.
"Nah ... tuh 'kan. Jawab saja sampai kompak, berarti sedang terjadi apa-apa dengan kalian ini. Jangan lama-lama marahannya, bisa-bisa kalian nanti bucin lho!" sindir papaku.
"Aku? Sama si Dio? Hahahaha, Papa ngak salah ngomong? Kayak gak ada laki-laki lain yang perfeck saja. Dari pada sama dia, lebih baik aku menjomblo seumur hidup," jawabku tak sadar.
"Dilla? Jangan gitu, Nak! Gak baik ngomong sembarangan. Dio itu juga manusia perlu kekasih, jadi jangan asal hina orang begitu saja," tutur papa menasehati.
"Iya ... ya, Pa. Maaf perkataanku barusan, ok! Sekarang aku mau ketemu Mama, sebab rindu sama beliau. Dan kamu Dio, jangan kemana-mana. Kita nginep disini malam ini," balasan jawabanku.
"Heem," jawabnya yang tak melihat ke arahku.
Sungguh rasanya aku ingin sekali *******-***** mukanya itu, sudah capek-capek datang kesini, malah dia semakin acuh. Oleh Papa saja yang mengangkat jadi pengawal, pasti sudah sejak awal-awal lagi akan kupecat. Bukannya dia yang membujuk, tapi justru majikan sendiri ingin membujuknya.
"Ternyata kamu susah juga ditaklukkan Dio. Sikap kamu benar-benar sedingin es dan anak kecil yang suka ngambek," hati berbicara.
"Aaaah, kayaknya bener juga kata Dio, kalau aku sebagai perempuan telalu murahan, mau dipegang maupun dicium pria sana-sini," nada suaraku pelan, saat mulai sadar apa yang kulakukan.
********
Burung-burung berkicau telah menyapa senja dipagi hari, dan rasanya matakupun masih ngantuk sekali, akibat banyaknya pikiran yang menggangu semalam, dan pastinya gara-gara pengawal sendiri yang super nyebelin.
"Pagi Pa, Ma, dan pastinya Dio!" sapaku lemah pada semua orang, yang akan sarapan pagi.
"Pagi juga, Dilla!" jawab Mama.
Barisan gigi putih nampak rapi dengan kemilau senyuman ramah.
Terlihat Dio masih tetap sama yaitu acuh lagi padaku, dengan tangan dan mulut sibuk memakan-makanan menu pagi. Akupun terus saja memperhatikannya, tapi ketika Dio berbalik menatapku, langsung saja pandangan kualihkan ke arah lain yang pura-pura tak melihatnya.
Setelah sarapan yang penuh khidmat dan tidak ada obrolan sama sekali, kali ini mau kembali bekerja dengan alasan menyuruh Dio yang mengantar
"Kalian hati-hati dijalan, jangan ngebut-ngebut dijalan, Dio. Lain kali mampir dan nginep disini lagi," ujar papa saat mengantar kami didepan rumah.
"Iya, Tuan. Kami permisi dulu," jawab Dio.
"Bye ... bye, Ma, Pa! Assalamualaikum."
"Walaikumsalam."
Setelah ritual berpamitan, kami berduapun sudah masuk mobil yang ingin segera meluncur ke perusahaan. Sayang sungguh seribu sayang, mulut Dio masih saja tetap terbungkam tak ada percakapan lagi.
"Dio?" ucapku berusaha membuka percakapan, tapi lagi-lagi dia terdiam.
"Kamu masih marah? Dio?" panggilku manja seperti merengek.
"Aaah ... kamu nyebelin amat. Iya ... iya, aku salah atas sikapku semalam, jadi kamu bisa 'kan gak mendiamkan aku begini?" Pengakuanku.
Masih sama tidak ada respon jawaban.
"Kamu awet banget diamnya, memang kamu ngak rindu sama pertengkaran kita seperti kemarin-kemarin? Oh ya, gimana kalau aku ajak kamu ke pasar malam seperti kemarin lagi, itung-itung membalas hadiahnya?" tanyaku yang masih berusaha membujuk.
"Haaadeeeh. Ternyata susah juga membujuk kemarahan si bocil ini. Kamu benar-benar membuatku tak nyaman. Ok 'lah, kalau kamu masih tetap marah seperti ini, berarti aku akan mendiamkan kamu balik," guman hati yang berbicara, tak mau membujuk Dio lagi.
Dalam mobil hanya ada keheningan diantara kami, yang sama-sama terdiam tak saling berbicara. Sampai kantorpun aku hanya masuk seorang diri dalam ruanganku, tak seperti biasanya Dio mengikuti sampai aku aman masuk.
anyway bagi satu perusahaannya ga akan bangkrut kalii bole laa
jangan suka merendahkan orang lain hanya karna orang itu dari kampung..
ntar km kena karma.
semoga dio bisa tahan y jadi pengawal Dilla
nekat banget sih km,,agak laen y cewe satu ini.. 😂🤦♀️