Ketika Naya, gadis cantik dari desa, bekerja sebagai babysitter sekaligus penyusui bagi bayi dari keluarga kaya, ia hanya ingin mencari nafkah.
Namun kehadirannya malah menjadi badai di rumah besar itu.
Majikannya, Arya Maheswara, pria tampan dan dingin yang kehilangan istrinya, mulai terganggu oleh kehangatan dan kelembutan Naya.
Tubuhnya wangi susu, senyumnya lembut, dan caranya menimang bayi—terlalu menenangkan… bahkan untuk seorang pria yang sudah lama mati rasa.
Di antara tangis bayi dan keheningan malam, muncul sesuatu yang tidak seharusnya tumbuh — rasa, perhatian, dan godaan yang membuat batas antara majikan dan babysitter semakin kabur.
“Kau pikir aku hanya tergoda karena tubuhmu, Naya ?”
“Lalu kenapa tatapan mu selalu berhenti di sini, Tuan ?”
“Karena dari situ… kehangatan itu datang.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nuna Nellys, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25. Dominasi Arya. 21++
...0o0__0o0...
...“Ssst…” desis Naya lirih. “Cepatlah, Tuan. Aku mau kembali ke kamarku.” Suaranya serak, setengah mengantuk, setengah meremang....
...Arya akhirnya melepaskan hisapan bibirnya dari dada Naya. Tatapan-nya turun perlahan ke wajah gadis itu sebelum kembali menatap-nya dengan sorot tajam....
...“Tidak ada yang bisa pergi tanpa izin dari ku,” ucapnya datar, dingin....
...Naya mengernyit, heran. “Apa maksud Anda, Tuan Arya ?”...
...“Tidur di sini.” Suaranya pendek. Mutlak. Tanpa celah bantahan....
...Naya membelalakkan mata, bibirnya terbuka kecil. “Maksud Tuan… satu ranjang ? Di sini ?” tanyanya memastikan, pipinya memanas. “Dengan kondisi kita yang… sama-sama polos begini ?” gumam-nya malu....
...Arya hanya berdehem pelan—ringkas, tegas, seperti keputusan yang tak bisa di tawar....
...Naya akhirnya memejamkan mata ketika Arya menariknya kembali ke dalam pelukan. Hangat tubuh laki-laki itu menyelubungi-nya, membuat kantuk dan degup jantung-nya bercampur jadi satu....
...Naya mengusap rambut Arya dengan lembut, menempel pada dadanya, kakinya melingkari pinggang Arya seolah tubuhnya tak mau lepas....
...Arya membalas pelukan itu. Erat. Wajahnya tenggelam di lekuk leher Naya, menghirup aroma melati yang harum dan menenangkan....
...“Kamu punya kekasih ?” tanyanya tiba-tiba, suaranya teredam di leher Naya—tapi jelas....
...Naya membuka mata pelan. “Kenapa Anda tanya begitu ? Tuan mulai kepo sama kehidupan pribadi ku, ya ?” godanya ringan....
...Arya mendengus pelan. Tangan-nya mencengkeram pinggang Naya, dan ia menekankan wajahnya lebih dalam ke leher gadis itu, Menghisap. Menggigit. Meninggalkan tanda samar yang membuat Naya meringis kecil....
...“Selama kamu bekerja untukku,” ucap Arya datar, “kamu tidak boleh punya hubungan dengan laki-laki lain.”...
...Naya spontan mendorong pundak-nya, membuat pelukan Arya mengendur. Ia menatap laki-laki itu dengan heran....
...“Tuan Arya, dalam kontrak tidak ada aturan itu. Dan saya tidak mau jadi gadis karatan tanpa kekasih,” protesnya, nada suaranya tajam....
...Arya menatap-nya dengan dingin. Sorot matanya gelap, mendominasi. “Naya, saya tidak akan mengulanginya. Kamu fokus pada pekerjaan mu—mengurus putra saya, dan menjalankan tanggung jawab mu di rumah ini. Jangan paksa saya kehilangan kesabaran.”...
...Naya mengepal tangan-nya, matanya menyala. “Tuan Arya, saya tidak terima! Saya sudah melakukan semuanya. Mengurus putra Anda, memenuhi semua kewajiban saya. Tapi Anda tidak bisa mengatur hidup pribadi saya. Saya bukan milik Anda!”...
...Ia mengangkat suaranya, napasnya bergetar....
...“Saya berhak punya kehidupan, Tuan. Berhak punya kekasih, masa depan, keluarga. Saya tidak akan tunduk pada aturan yang bahkan tidak tertulis!”...
...Udara menjadi dingin....
...Sunyi....
...Arya memandang-nya lama, tatapan-nya menusuk, seakan menimbang apakah Naya sedang menantang-nya… atau meminta untuk di tundukkan....
...Udara kamar seketika berubah dingin ketika Naya selesai bicara....
...Arya tidak langsung merespons. Ia hanya menatap—lama, tanpa kedipan—seolah sedang memetakan setiap keberanian yang keluar dari bibir gadis itu....
...Perlahan, Arya bangkit. Tubuhnya mendekat pada Naya dengan gerakan pelan namun berat, seperti predator yang menghitung jarak sebelum menerkam....
...“Naya…” suaranya rendah, mengalir pelan tapi mengiris....
...Tangan Arya terulur dan mencengkeram dagu Naya, kuat namun terkontrol, memaksa gadis itu menatap langsung ke matanya....
...“Sejak kapan kamu merasa berhak membantah aku ?” tanyanya lirih—bukan keras, tapi jauh lebih menakutkan daripada teriakan. “Sejak kapan kamu berpikir posisi kamu setara dengan aku ?”...
...Naya menelan ludah. Matanya bergetar, tapi ia tidak memalingkan wajah. Tidak berani, tapi juga tidak mau tunduk begitu saja....
...“Aku bukan properti Anda, Tuan Arya,” bisiknya, mencoba mempertahankan harga diri....
...Arya tersenyum tipis. Senyum yang berbahaya, tanpa hangat. Ia mendekat, wajahnya hanya beberapa senti dari wajah Naya....
...“Kamu tinggal di rumahku,” bisiknya. “Kamu bekerja untukku. “Kamu memegang tanggung jawab atas hal terpenting dalam hidupku: putraku.”...
...Cengkraman-nya di dagu menguat. “Dan kamu pikir aku akan membiarkan orang lain mengambil perhatian mu ? Mengambil waktu mu ? Mengambil fokus mu dari ku ?”...
...Naya terpaku. Napasnya tercekat....
...Arya mendekat lebih dalam, suaranya hampir seperti ancaman lembut. “Selama kamu di bawah kontrakku… hidupmu berputar di sekitar apa yang aku tentukan.”...
...Naya menggigit bibir, menahan emosi. “Itu tidak adil… Tuan.”...
...“Adil ?” Arya mendengus pendek. “Aku tidak peduli adil atau tidak. Yang ku pedulikan adalah… kontrol.”...
...Tangan Arya turun, kini mencengkeram pergelangan tangan Naya, menahan-nya di atas tubuhnya....
...“Kamu bilang kamu ingin kebebasan ?” Arya mencondongkan tubuh, tatapan-nya menusuk. “Maka dapatkan itu setelah kamu menyelesaikan kontrak mu. Bukan sekarang. Bukan saat kamu masih di rumah ini.”...
...Naya menggeleng pelan, suaranya pecah. “Tapi Tuan… saya juga manusia. Saya butuh—”...
...Arya memotong tajam. “Kamu butuh patuh.”...
...Sunyi menggantung....
...Naya memandang Arya seperti sedang melihat dinding besar yang tidak bisa ditembus....
...Arya menurunkan suaranya, namun atmosfer-nya justru makin mencekik. “Satu hal lagi, Naya.” Ia mencondongkan kepala ke telinga gadis itu. “Berhenti menguji batas kesabaran ku. Karena ketika batas itu lewat… kamu tidak akan suka versi lain diriku yang muncul.”...
...Naya membeku....
...Arya melepas pergelangan tangan-nya perlahan, namun tatapan-nya tetap menahan, tetap menguasai....
...“Sekarang,” ujarnya dingin, “susui aku. Dan tetap di sini sampai aku bilang kamu boleh pergi.”...
...Arya langsung menghisap kembali pucuk dada Naya. Kuat. Kasar. Seakan menyalurkan emosinya. Tangannya masih menahan tangan gadis itu. Dan tangan satunya lagi meremas kuat payudara-nya....
..."Ah, Tuan. Pelan-pelan." Desis Naya. Merasa nyeri. Bercampur dengan gairah. Apalagi saat Arya sengaja menekan Asetnya pada bagian intim tubuh-nya....
...Arya tidak mendengarkan rintihan. Erangan permintaan Naya. ia fokus pada aktifitasnya. Seakan berniat menghukum gadis itu dalam siksaan nikmat dalam kesakitan....
..."Akhhh....!!" Teriak Naya. Saat Arya dengan sengaja menggigit puting. Keras. Membuat gadis itu kesakitan....
..."Masih mau keras kepala ?" Tanyanya. Menatap Naya dengan sorot mata tajam. Gelap. Berbahaya....
...Arya semakin menekan tubuhnya, hingga Asetnya terasa ingin menerobos lubang buaya milik Naya....
...Hening....
...Mencekam....
...Tubuh mereka menempel. Tanpa jarah. Tanpa kain. Terasa hangat. Bergelora. Namun juga terasa tegang....
...Naya memegang pundak Arya. Menahan tubuh laki-laki itu agar tidak semakin menindih tubuh rampingnya. "Ok, Saya akan menurut sama aturan Tuan Arya." Katanya akhirnya mengalah....
...Arya tersenyum tipis. Wajahnya langsung melunak. "Bagus, saya suka gadis penurut." Ia meng-gerakkan tubuh'nya pelan. Menekan....
...Dalam hati Naya mengumpat sebal. "Dasar duda sialan, mau menang sendiri."...
..."Eurghhh, Tuan jangan melewati batas perjanjian kita." Erang Naya. Saat merasakan pucuk kepala aset Arya mencoba menerobos ke dalam goa milik....
...Arya semakin menekan tubuhnya. "Milikmu membuat ku benar-benar ingin segera membobol gawang pertahan mu." Bisik-nya serak....
...Naya meremas sprei. Sebagai bentuk pertahanan. Dari godaan dan hasrat yang semakin meningkat....
..."Argh, Naya. Aku hampir gila rasanya." Frustasi Arya. Ia segera bangkit. Melebarkan paha Naya. Hingga membuat gadis itu terpekik kecil....
..."Tuan, apa mau anda lakukan ?" Tanya Naya was-was. Ia benar-benar belum siap jika harus melakukan HS sekarang....
...Arya duduk di bawah. Menatap milik Naya yang tampah merekah cantik. Tembem. Mulus. Tanpa hiasan bulu-bulu....
...Glek..!...
...Jakun Arya bergerak naik-turun dengan berat. Ia menggesekkan Asetnya ke bagian intim Naya. Pelan. terukur. Menekan. Namun tidak sampai melewati batas....
..."Tenang, Naya." Kata Arya serak. "Aku hanya menggesekkan, tidak sampai menerobos ke dalam." Sambung'nya. Tangannya terus bergerak. Cepat....
...Hingga membuat mereka berdua berada di puncak klimaks yang tinggal menyembur....
..."Ah.. Ah... Ah..!" Suara desahan Naya lolos begitu saja. "Tuan aku mau keluar." ujar-nya....
...Arya semakin frustasi. Bergairah. Saat mendengar suara merdu Naya. Seakan memanggilnya untuk menyerang tubuh'nya....
..."Tahan, sebentar lagi, Naya." Titah Arya serak datar. Tangannya terus menggerakkan cepat Asetnya. Hingga akhirnya mereka berdua berhasil melepaskan gelombang klimaks yang tertahan....
...Belum sempat mereka bernafas normal, suara tangis Karan memecah ruangan panas itu. Membuat Arya dan Naya seketika kelabakan....
...Resiko punya tuyul kecil... Yang sewaktu-waktu bisa bangun dan menangis tanpa tau tempat. Situasi dan waktu....
...Jadi jika harus ada yang di salahkan.. ?...
...Kalian pasti tau jawaban-nya....
...0o0__0o0...