para mahasiswa dari Institut Seni Indonesia tengah melakukan projek pembuatan filem dokumenter ke sebuah desa terpencil. Namun hal tak terduga terjadi saat salah satu dari mereka hilang di bawa mahluk ghoib.
Demi menyelamatkan teman mereka, mereka harus melintasi batas antara dunia nyata dan alam ghoib. Mereka harus menghadapi rintangan yang tidak terduga, teror yang menakutkan, dan bahaya yang mengancam jiwa. Nyawa mereka menjadi taruhan dalam misi penyelamatan ini.
Tapi, apakah mereka sanggup membawa kembali teman mereka dari cengkeraman kekuatan ghoib? Atau apakah mereka akan terjebak selamanya di alam ghoib yang menakutkan? Misi penyelamatan ini menjadi sebuah perjalanan yang penuh dengan misteri, dan bahaya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32
"Lepaskan Wati, sialan!" Queen meronta, ikatan di tangannya semakin mengencang.
Daffa menarik-narik ikatan di tangannya, urat-urat di lengannya menegang. "Jangan sakiti Wati! Kau berhadapan denganku, pengecut!" Seruannya menggema.
Pak Prabu tetap tenang, cengkeramannya di leher Wati tak mengendur. Wajah Wati memerah, napasnya tersengal-sengal, namun tak ada suara yang keluar. Keheningan mencekam, hanya deru napas mereka yang terdengar.
"Wati... hiks...hiks..." isakan Queen memecah keheningan, tangis putus asa yang mengiris hati. "Tolong...lepaskan kami! Jangan sakiti dia!"
Tawa Pak Prabu menggema, keras dan dingin bagai tawa iblis. Ia menikmati pemandangan itu, puas melihat penderitaan mereka. Kekejamannya semakin menjadi-jadi, menghias mimpinya dengan kesenangan sadis.
Di tengah kekejaman itu, sesuatu yang tak terduga terjadi. Sorot mata Baghawati berubah tajam, tatapannya menembus Pak Prabu, mengucapkan kutukan tanpa suara. Seketika, Pak Prabu terhuyung, tubuhnya terpelanting mundur, menghantam lantai di depan Wati.
Rasa lega membanjiri Queen dan Daffa saat Wati tersentak, namun lega itu seketika berganti dengan rasa ngeri. Senyum Wati merubah segalanya. Itu bukan senyuman Wati yang mereka kenal. Sebuah seringai jahat, dingin, penuh amarah dan misteri membingkai wajahnya, menampakan sosok asing yang menghuni tubuh sahabat mereka. Ada sesuatu yang salah.
Urat-urat hitam seperti sulur-sulur iblis menjalar di sekujur tubuh dan wajah Wati. Kulitnya tampak menegang, urat-urat itu berdenyut-denyut seperti makhluk hidup yang merayap di bawah kulitnya. Matanya, yang tadinya cokelat hangat, kini menyala merah menyala, menatap Pak Prabu dengan tatapan dingin yang menusuk kalbu. Senyum lebar terkembang di bibirnya, senyum yang tak lagi mencerminkan Wati yang mereka kenal; senyum yang aneh, menyeramkan.
Tangan Wati menegang, tali yang mengikat tangannya hancur berkeping-keping bagai dihantam kekuatan gaib. Queen dan Daffa, yang terbebas dari ikatan, langsung menghampiri Valo yang tergeletak lemas, tubuhnya gemetar, napasnya tersengal-sengal. Wajah mereka dipenuhi kekhawatiran, mencari tanda-tanda kehidupan di balik tubuh Valo yang tak berdaya.
Mata Pak Prabu bergetar hebat, takut yang baru pertama kali ia rasakan mencengkeram hatinya. "Siapa kau...? Kenapa kau mengganggu saya...?" suaranya gemetar, kata-katanya terbata-bata.
Wati tersenyum miring, senyum yang menunjukkan sekelumit kekejaman di baliknya. "Aku adalah penjaga bocah ini! Aku sudah memperingatkanmu... jangan sentuh dia! Tapi kau tak mengindahkannya. Sekarang, kau akan merasakan akibatnya, manusia iblis!" Tawanya menggema, dingin dan mencekam, menggelegar di ruangan tersebut bagai deru badai.
Tanpa diduga, tubuh Wati bergerak cepat, menempel di dinding seperti laba-laba raksasa. Gerakannya begitu lincah dan menyeramkan. Tatapan matanya yang menyala-nyala seperti api neraka tetap tertuju pada Pak Prabu.
"Saya tidak pernah mengganggumu, jangan ikut campur urusanku dasar setan..." bantah Pak Prabu, suaranya masih gemetar. Ketakutan telah menguasainya.
"Ha...ha... kau memang manusia serakah!" Suara Wati berbisik, suaranya serak seperti batu yang digosokkan. "Berapa banyak nyawa yang kau korbankan untuk iblis itu? Kau pikir mereka akan membantumu? Tidak! Mereka tak berani padaku! Dulu aku mendiamkanmu, tidak mau ikut campur urusan manusia. Tapi kau sudah berani menyentuh keturunanku… maka kali ini, aku tak akan tinggal diam!"
Tawanya bergema, suatu tawa kemenangan yang menggelikan sekaligus menakutkan. Kegelapan menyelimuti ruangan, menandakan kedatangan sesuatu yang jauh lebih kuat dari Pak Prabu.
.
.
BERSAMBUNG...