Soraya Kusuma, Gadis Yang Akrab Di Sapa Raya Anak Dari Wijaya Kusuma Dan Naraya Sekar Sari, sejak Ia Lahir Hidupnya Sudah Penuh pantangan. Ada Beberapa Pantangan Yang Tidak Boleh Di Lakukan Oleh Raya Yaitu Pergi Ke Air Terjun.
Larangan Itu Sudah Di Beritahukan Oleh Ibunya Raya. Saat Usianya Genap Sepuluh Tahun.
Namun Saat Raya Menginjak Usia Sembilan Belas Tahun Ia Diam-Diam Pergi Ke Sebuah Curug Bersama Kedua Teman Nya. Karena Mereka Membangun Sebuah Komunitas Untuk Di Unggah Di Sosial Media Nya. Hanya Untuk Memecahkan Sebuah Misteri Yang Sudah Di percaya Oleh Ibunya.
"Yang Sudah Di Takdirkaan Akan terus Membersamai" Ujar Arya Narendra
Sosok Laki-Laki Tampan Yang Membuat Mata Raya Terazimat Saat Pertama Kali Melihat Nya.
( Sambungan Kisah dari Cinta beda Alam )
" Happy Reading "
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mom young, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 32
Entah Mengapa Raya Merasa Begitu Asing, Raya Menatap Dirinya Di Cermin Sambil Menyisir Rambutnya Seusai Keramas, Di Luar Kamar terdengar Riuh Suara Gelak Tawa, Namun Raya Sama Sekali Tidak Tertarik Menimbrung.
"Sebenarnya Apa Yang Terjadi Pada Ku?!" Gumam Raya Dalam Hati Saat Mengingat Bisikan Gaib Waktu Di Dalam Kelas, Bahkan Raya Merasa Selama Ini Dirinya Bukan Berada Di Tempat ini,
"Aku Harus Mencari Tahu, Atau Memang Aku Baru Saja Sembuh Dari Sakit?" Gumam Raya Sambil Berusaha Postif thinking. Karena Raya Hanya Ingat Kalau Dirinya Pernah Sakit.
Raya Keluar Dari Kamar Nya, Melihat Maja Dan Tama Sedang Tertawa Riang Melihat Anjani, Bahkan Semua Mata Nampak Tertuju Pada Anjani, Terlihat Sosok Anjani Sangat Menyenangkan.
"Eh-Raya Sini Rai..." Maja Melambai Meminta Raya Bergabung.
"Iya Raya Sini.." Bu Nara Juga Meminta Raya Duduk Namun Raya Tetap Engan, Ia Hanya Berjalan Ke Dapur Kemudian Mengambil Makanan Dan Susu,
Raya Mengambil Sepotong Puding, Dan Segelas Susu, Raya Kembali Masuk Kedalam Kamarnya.
.
.
Sementara Itu, Pak Hari Sedang Merintih Kesakitan, Art Nya Wati, Menyaksikan Jeritan Kesakitan Sang Majikan Nya Setiap Hari.
Luka Parah Pada Punggung Dan Tangan Pak Hari Sekarang Sudah Menebar Luar, Bahkan Sampai Ke perut, Bau Busuk Dan Juga Nanah Bercampur Darah Sudah Menjadi Pemandangan Untuk Wati Setiap Hari, Karena Sejak Bu Tantri Pergi Wati Yang Mengurus Pak Hari.
Pak Hari Sudah Seperti Di Siksa Hidup-Hidup, "Pak-Bapak Makan Dulu Yah." Wati Membawa Nampan Berisi Makanan.
"Tidak Saya Tidak Mau Makan," Pak Hari Nampak Kekah, Padahal Tubuh Nya Sudah Nampak Kurus Kering,
"Kamu Harus Percaya Pada Ku Wati, Kalau Sinta Bisa Bangun, Dan Setelah Itu Aku Akan Sembuh, Serta Tantri Akan Kembali Berlutut Di Kaki Ku....Hahahaha..." Pak Hari Tertawa Sumbang.
Wati Merinding, Karena Ia Merasa Hidup Bersama Bangkai, Bagai Mana Tidak Di Bilang Bangkai? Karena Pak Hari Hidup Tapi Tubuh Nya Membusuk, Sementara Sinta Sudah Mati Namun Di yakini Masih Hidup.
Wati ingin Sekali keluar Dari Tempat Kerja Nya, Namun Apalah Daya Wati Butuh Uang Untuk Berobat ayah Nya.
"Yah-sudah, Kalau Bapak Tidak Mau Makan, Saya Pamit Keluar, Masih Ada pekerjaan Yang Belum Diselesaikan."
Wati Berjalan Keluar Ruangan, Namun Saat wati Sedang Membersihkan Ruang Tamu, terdengar Suara Jeritan Dari Kamar Belakang, Kamar Belakang Adalah Kamar Sinta. Seketika Bulu Kuduk Wati Merinding.
"Siapa yang Jerit-Jerit Sih?" Wati Mengusap tengkuk Nya Yang Merinding.
Wati Memberanikan Diri Berjalan Ke Kamar Belakang, Suara Jeritan itu Sekarang Berubah Menjadi Tangisan Yang Menyayat Hati.
Keringat Dingin Mulai Menetes Di Kening Wati, Wati Menengok Ke Kanan Dan Ke Kiri, Rumah Megah Nan Mewah itu Hanya Di Huni Tiga Orang, Art Yang Lain Sudah keluar Kerja, Sementara Sang Supir Hanya Datang Jika Di Butuhkan.
"Ya Allah, Semoga Bentuk Nya Ngak Serem." Wati Sudah Membayangkan Yang Tidak-Tidak.
Dengan Tangan Gemetar Wati Memegangi Gagang Pintu Kamar Sinta, Saat Di Buka Ruangan Itu Terasa Sunyi, Terlihat Di Dalam Ranjang Berkelambu putih Sinta Berbaring, Dengan Tubuh yang Sudah Nampak Kering Kulit Nya.
"Ya Allah Bapak... Egois Sekali, Harusnya Sinta sudah Di Makam- Kan, Kasihan Malaikat Harus Menunggu." Wati Mengusap Dadanya Yang Bergetar Hebat, Kala Melihat Kondisi Badan Sinta Yang Sudah Kering.
Di Luar Rumah Terdengar Suara Bell Berbunyi Tiga Kali, sambil Suara Gerbang Di Ketuk.
"Siapa Yang Datang?..." Gumam Wati Dalam Hati.
Wati Langsung Keluar Dari Kamar Sinta, Menuju Halaman Depan Rumah, Saat Pintu Di Buka. terlihat Dua orang perempuan Dan Tiga Laki-Laki Sedang mematung Berdiri Di Luar Pagar
rupanya Mereka Adalah, Maja, Tama, Anjani, Ustadz Danu, Dan Raya, Mereka Rela Datang Dari Jauh untuk Mendatangi Rumah Pak Hari, Sementara Bu Tantri Hanya Menunggu Di Dalam Mobil.
"Permisi Mba," Ucap Anjani Dari Depan Gerbang.
"oh-iyah tunggu Sebentar..." Wati Memasang Sandal, Berjalan Ke Depan Ke Arah Gerbang.
Saat Gerbang Di Buka, Mereka Langsung Menyampaikan Maksud Kedatangan Mereka, Wati Langsung Meminta Mereka Masuk. "Monggo Masuk Dulu."
"Pak Hari Nya Ada? Kami Ingin Bertamu?" Ucap Ustadz Danu.
"Ada Sebentar Saya Pangilkan."
Wati Masuk Kedalam Kamar Pak Hari, Sementara Mata Raya menengok Ke Kanan Dan Ke Kiri, Melihat Cermin Besar Berukiran bulan Sabit, Raya Melihat Itu Seperti tidak Asing.
"Sepertinya Aku Pernah Melihat Nya" Batin Raya Menatap Tajam Ke Arah Cermin.
Raya Memejamkan Mata, Namun Untuk kedua Kalinya Raya Mendengar Suara Bisikan Aneh, Namun saat Mendengar Bisikan itu, Raya Kembali Merasakan Seperti Dejavu. "Jangan Mencari Tahu Apa-pun Disini!...." Bisikan Gaib Itu, Hanya Raya Yang Mendengar
Tidak Berselang Lama Suara Tongkat Di Ketuk Ke Lantai, pak Hari Berjalan Dengan Tongkat Nya.
Semua Mata Langsung tertuju Pada Pak Hari, Pak Hari Sengaja Tidak Memakai Baju, Hanya Mengunakan Celana Bahan. Serta Bau Tubuh Nya Yang Amis Tercium Hampir Beberapa Jarak. Maja Hampir Mau Muntah Namun Segera Tama Tahan.
"Huekkkk...."
"Eh-Gila Loh, Jangan Aneh-Aneh." Tama Langsung Menarik Jaket Maja.
Dengan Raut wajah yang Datar, Pak Hari Duduk Di Dampingi Oleh Wati.
"Ada Perlu Apa Kesini?" Ucap Pak Hari Datar
"Eh-Jadi Begini Pak, Maksud Kedatangan kami Kesini Ada Yang Akan Kami Bicarakan Dengan Pak Hari, Menyangkut Tentang Anak Bapak Sin-" Belum Juga Ustadz Danu Selesai Bicara Tiba-Tiba Terdengar Suara tangisan, Yang Semua Nya Mendengar Nya.
Membuat Bulu Kuduk Maja Dan Tama, Serta Wati Merinding, Tangisan yang Sama Seperti Yang Tadi Wati Dengar, Tangisan yang Menyayat Hati.
"Apakah Sinta Sudah Sadar Wati?..." Ucap Pak Hari Penuh Harap.
"Sinta?..." Raya Bertanya Tanya Dalam Hati, Bahkan Mendengar Nama Sinta Saja Raya Langsung Merasa Pernah Melihat Nya.
Bahkan Saat Datang kesini Saja Raya Tidak Tahu Kalau Mereka Akan Datang Ke Rumah Pak Hari, Karena Maja Dan Tama Memaksa Raya Ikut, Dan Alhasil Raya Terpaksa Ikut.
Pak Hari Langsung Berjalan Ke kamar Belakang, Mereka Semua Langsung Mengikuti Langkah Pak Hari Menuju Kamar sinta.
Saat Pintu Di Buka, Mereka Langsung Syok Melihat Tubuh Sinta Sudah Kering, "Astagfirullah..." Tentu Saja Mereka Semua Kaget.
Berbeda Dengan Raya Malah, Seolah Dirinya Pernah Melihat Sinta Namun Saat Ia Mencoba Mengingat Kepala Raya Mendadak Pusing.
"Kamu Kenapa Rai?" Lirih Maja Yang Sadar Sahabat Nya Oleng.
"Ngak Papa Ja... Cuman Tiba-Tiba Pusing Aja Kepala Ku."
"Pak istigfar Pak... Anak Bapak Sudah Meninggal." Tama Yang Kesal, Langsung Membicarakan Inti Nya.
"Jadi Kalian Datang Cuma Mau Ikut Campur Urusan Ku?..." Hardik Pak Hari, Memicingkan Mata Nya Ke Arah Mereka.
🤗