Aaric seorang CEO muda yang belum terpikir untuk menikah harus memenuhi keinginan terakhir neneknya yang ingin memiliki seorang cicit sebelum sang Nenek pergi untuk selama-lamanya.
Aaric dan ibunya akhirnya merencanakan sesuatu demi untuk mengabulkan keinginan nenek.
Apakah yang sebenarnya mereka rencanakan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Pertama.
Tali jubah handuk itu telah terbuka, Naina lalu berjalan perlahan mendekati suaminya.
Aaric terbengong melihat tingkah Naina yang kini seakan menjadi agresif dengan terus mendekatinya, merapatkan tubuh mereka kemudian mengalungkan kedua tangan di lehernya.
Naina lalu menjinjitkan kakinya, kemudian mengecup bibir suaminya.
Tentu saja Aaric dibuat tak percaya, dia menatap wajah istrinya.
"Kamu...."
Naina tersenyum.
"Aku cemburu," jawabnya pelan.
"Apa?" tanya Aaric tak percaya.
"Aku cemburu mendengar kamu pernah mencintai wanita lain." Naina menatap wajah suaminya lekat.
Mendengar perkataan istrinya tentu saja Aaric merasa sangat bahagia, dia melingkarkan tangannya di pinggang Naina, lalu memeluk istrinya itu dengan erat.
"Itu berarti kamu juga mencintaiku," ucap Aaric dengan wajah berseri-seri.
Naina tersenyum malu.
"Dan itu berarti juga kalau kita sudah siap." bisik Aaric mesra.
Naina mengangguk pelan, dia terdiam ketika kini giliran suaminya yang mulai beraksi.
Aaric mengecup bibir istrinya, lalu ********** perlahan, kali ini Naina sedikit membalas permainan bibir suaminya.
Tidak ada sedikitpun rasa takut dan gugup yang biasa Naina tunjukkan ketika berdekatan dengan Aaric, tubuhnya tak lagi gemetar, dia bahkan memeluk suaminya sangat erat sekarang seakan tak ingin dilepaskan olehnya.
Aaric semakin gencar melakukan aksinya, sambil tetap berciuman, perlahan dia menurunkan jubah mandi istrinya yang sudah tidak terikat, dan tentu saja Naina tak menolak, dia seakan sudah siap lahir batin atas segala apa yang akan dilakukan Aaric padanya.
Jubah itu melorot ke bawah, Naina yang kini hanya mengenakan dalaman saja kembali memeluk suaminya erat.
Aaric menghentikan ciuman mereka, dia menatap wajah istrinya sejenak lalu kemudian membuka kaos yang dikenakannya.
Setelah itu, dia mendorong istrinya perlahan untuk mencapai tempat tidur di belakang Naina.
Sesampainya di atas tempat tidur, hasrat Aaric semakin memuncak, dia melanjutkan aksinya dengan kembali menciumi istrinya.
Naina tampak pasrah, apalagi ketika dia tahu jika Aaric sudah sangat bergairah, melepaskan celana panjangnya lalu menindih tubuhnya perlahan.
"Aku mencintaimu." bisik Aaric dengan penuh gairah.
Naina tak menjawab, dia malah memilih memejamkan mata karena kini Aaric yang menciumi wajah hingga lehernya, juga tangannya yang mulai bergerilya di seluruh tubuhnya.
Aaric memulai pergumulan panas mereka semakin intim apalagi ketika melihat Naina yang mulai terbawa oleh gairahnya. Keduanya seakan terhanyut akan kenikmatan yang baru kali pertama mereka rasakan.
Dan akhirnya malam itu datang juga, malam disaat kedua insan itu menyatukan cinta mereka, malam yang harusnya terjadi karena memang mereka saling mencintai, bukan malam yang terpaksa terjadi karena suatu kesepakatan.
Tengah malam.
Naina tidak bisa tidur sama sekali, lain halnya dengan Aaric yang sudah tidur nyenyak di belakangnya sambil memeluk erat dirinya.
Sambil sesekali mengulas senyum Naina kembali mengingat saat dirinya yang secara agresif menyerahkan diri pada suaminya, seakan tidak tahu malu juga dia bahkan berinisiatif mengecup bibir suaminya terlebih dulu.
Namun tentunya dia sama sekali tak menyesal, dia bersyukur karena akhirnya dia telah melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri, melayani suaminya yang seharusnya sudah dari dulu dia lakukan.
Naina membalikkan tubuhnya perlahan karena tak ingin membuat suaminya bangun, dia ingin berbaring sambil melihat wajah Aaric yang tertidur pulas di sampingnya.
Naina memperhatikan wajah Aaric dengan seksama, wajah lelaki yang awalnya sama sekali tidak dia sukai, bahkan sempat membencinya karena ucapannya dulu yang ingin agar dirinya menjaga jarak dari nenek dan bahkan mengingatkan dirinya akan pernikahan palsu mereka, kini semuanya telah berubah dia sama sekali tak menyangka akhirnya akan jatuh cinta padanya, perasaan yang baru dia sadari, ketika dia secara tak sengaja mendengar percakapan Intan dan Sheryl tadi siang.
Naina secara tak sengaja mendengar percakapan Sheryl dan Intan ketika mereka sedang berdandan, mereka tak menyadari jika dirinya mendengar semua perbincangan mereka.
Tari. Itu nama wanita yang Naina dengar sangat dicintai oleh suaminya, hingga membuatnya tidak pernah lagi menjalin hubungan dengan wanita lain setelah dikhianati olehnya, Aaric yang frustasi akhirnya membenci semua wanita, dia menutup diri dan hatinya dari semua wanita yang mendekatinya.
Naina yakin itu juga yang jadi alasan kenapa akhirnya ibunya memutuskan untuk mencari wanita yang bersedia menyewakan rahimnya agar mau melahirkan penerus keluarganya, Ibu Winda pasti khawatir jika Aaric tetap menutup dirinya dari wanita yang berakibat dia tidak mau menikah dan mempunyai anak, padahal nenek sangat mengharapkannya.
Tari. Membayangkan betapa cantiknya wanita itu hingga membuat Aaric tergila-gila padanya membuat Naina sedikit merasa cemburu, sesuatu perasaan yang tidak akan mungkin muncul jika dia tak mempunyai perasaan khusus pada suaminya itu.
Hingga akhirnya dia sadar kalau ternyata diam-diam dia juga telah jatuh hati padanya, perasaan yang tidak dia sadari, mungkin saja berawal dari rasa simpati ketika dia banyak mendengar cerita baik tentangnya dari Nenek, juga akan sikapnya selama ini yang berubah dan memperlakukannya dengan sangat baik.
"Kenapa belum tidur?" Naina terperanjat dan menarik tangannya yang sedari tadi tanpa dia sadari membelai lembut pipi suaminya.
Aaric dengan cepat memegang tangan istrinya, lalu kembali dia letakkan di pipinya, sambil mengulas senyum.
Aaric menggeser tubuhnya, semakin mendekati istrinya.
"Kenapa belum tidur?" bisik Aaric dengan mesra.
"Belum saja," jawab Naina pelan.
"Tidurlah sayang." Aaric membelai rambut istrinya.
Naina mengangguk pelan, lalu menggeser tubuhnya, membenamkan kepalanya di dada sang suami sambil memeluknya erat.
Aaric terus mengelus rambut istrinya dengan hati yang berbunga-bunga, dia merasa sangat bahagia, akhirnya bisa melewati malam pertama dengan wanita yang dicintainya.
***
Panti Asuhan.
"Bu. Pernikahan Naina dan Aaric belum terdaftar di Kantor Urusan Agama." Farhan yang baru saja datang langsung memberitahukan hal ini pada ibu Farida.
Tentu saja Ibu Farida tampak syok, dia langsung terduduk lemas di atas sofa.
"Kamu yakin?"
"Iya Bu. Aku yang memang sedari awal merasa curiga langsung mendatangi KUA, tidak sulit bagiku mencari tahu karena profesiku yang seorang pengacara."
Farida nampak bingung.
"Lalu apa yang sebenarnya terjadi?" Farida melihat Farhan.
"Kita akan mencari tahu dengan mendatangi rumah mereka langsung."
Farida menganggukan kepalanya.
"Itu benar. Kebetulan ibu tahu alamat rumahnya."
"Besok kita pergi ke sana Bu."
Farida mengangguk.
Sepeninggal Farhan Farida nampak masih syok, dalam hati dia bertanya-tanya apakah yang sebenarnya terjadi, kenapa bisa Naina dan Aaric menikah di bawah tangan. Apa alasannya mereka melakukan itu, dan kenapa Naina mau padahal jelas-jelas dia sendiri yang akan dirugikan.
Farida lalu mengaitkan semuanya dengan masalah kepemilikan tanah juga biaya panti yang ditanggung oleh Nyonya Winda.
Mungkinkah ini ada hubungannya dengan itu?
Mungkinkah Naina menjadi tumbal atas semuanya?
Farida bahkan tidak sanggup membayangkan jika memang seperti itu kenyataannya.