Inayah Ayudia seorang gadis polos berusia 21 tahun, menjadi sekretaris dari seorang Pimpinan Perusahaan Property terbesar di kota Jakarta, bernama Ibrahim Arsenio Cipta berusia 28 tahun.
Karena keseringan bersama, lama kelamaan antara Bos dan Sekretaris itu saling membutuhkan satu sama lain. Akankah tumbuh perasaan cinta diantara mereka, dan apakah hubungan mereka berjalan dengan mulus ketika ada perbedaan status sosial?
Mampukah Inayah yang berasal dari keluarga sederhana masuk kedalam kehidupan seorang Ibra yang berlimpah dan bergelimang harta. Simak kisah mereka ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Perjodohan
Ridwan dan Yasmin sudah sampai di sebuah restoran mewah dan romantis dengan gemerlap lampu-lampu hias yang menyinari di setiap sudut ruangan, mereka duduk saling berhadapan. Yasmin sepertinya sudah bisa menduga mengapa Ridwan mengajaknya kesini.
"Mas Ridwan," panggilnya pelan.
"Hem?"
"Aku jadi kepikiran sama Inayah, sepertinya saat aku mengatakan Inayah sedang ketemuan dengan mantannya, raut wajah Pak Ibra langsung berubah, aku jadi merasa bersalah," ucap Yasmin.
"Udah nggak apa-apa, biarkan mereka berdua memulai kisah cintanya, sama seperti kita." mengambil tangan Yasmin.
"Mas," panggilnya lagi.
"Apa menurut kamu, Pak Ibra mulai menyukai Inayah?"
"Bisa jadi, tapi Ibra itu sulit di tebak, aku mengenalnya lebih dari separuh usiaku, tapi terkadang masih nggak ngerti sama jalan pikirannya. pernah waktu SMA dia udah deket banget sama cewek, eh ternyata cuma dia anggap teman," Jelas Ridwan.
"Hem, begitu." jawab Yasmin singkat.
"Udah jangan bahas mereka lagi, gimana kalau membahas soal hubungan kita aja," ucapnya seraya tersenyum.
"Kita?"
"Iya, Yasmin mau kah kamu menjadi kekasihku?"
Benar kan dugaanku. gumam Yasmin dalam hatinya.
"Beri aku waktu Mas kita baru kenal beberapa hari, aku nggak mau terburu-buru," jawab Yasmin, tak lupa dengan senyumnya.
"Baiklah, aku akan menunggu." jawab Ridwan.
***
--- Dalam perjalanan ---
"Kamu mau langsung pulang?" Tanya Ibra menoleh ke Inayah yang hanya diam sejak tadi.
"Ya Mas," jawabnya.
"Aku tahu kamu marah, tapi aku lakukan ini semua demi kebaikan kamu Nayah," ucapnya lembut.
"Aku cuma nggak mau kamu terjebak lagi dengan masa lalumu, saatnya melihat masa depan." lanjutnya.
Inayah menghela nafas kesal, "apapun itu Mas, mulai sekarang berhenti mencampuri urusan pribadiku ya?"
"Kenapa? bukankah kita ini teman? ya sama seperti kamu dan Yasmin, pasti mereka juga akan memberi saran demi kebaikanmu, sama seperti aku."
"Ya, terserahlah." jawab Inayah singkat.
Tak lama kemudian, mereka sudah tiba di depan rumah Inayah, "terimakasih tumpangannya Mas Ibra, hati-hati." ucap Inayah saat turun dari mobilnya.
Ibra tak menjawab apapun, dan langsung melajukan mobilnya. Sepanjang perjalanan ia terus memikirkan mengapa akhir-akhir ini urusan Inayah selalu menjadi urusannya.
sejak kapan aku peduli dengan orang lain? terlebih dia yang baru aku kenal beberapa hari.
***
Inayah masuk kerumahnya, "Assalamuakaikum," kebetulan ada Ibunya yang sedang berada di ruan TV.
"Waalaikumsalam, kamu kenapa Nak? kok wajahmu pucat dan terlihat lesu sekali," tanya Ibu.
"Nggak apa-apa Bu, Ina cuma lelah aja, Ina ke kamar ya Bu," jawabnya kemudian langsung menuju kamarnya.
Inayah menggantung tasnya di belakang pintu, kemudian merebahkan dirinya di ranjangnya, memejamkan matanya. Perasaannya sangat kacau hari ini, karena kehadiran mantan yang tiba-tiba. membuat emosinya menjadi tidak stabil, padahal sebelumnya Inayah benar-benar sudah melupakan Riki. Di tambah lagi dengan kelakuan bos yang selalu mencampuri urusan pribadinya, selalu mengikutinya bahkan diluar jam kerja.
apa? dia mengajakku menikah? setelah menghilang tanpa kabar, dasar nggak tahu diri. mengajakku ketemu orang tuanya? yang ada aku dicibir habis-habisan.
Lalu sebelum adzan tiba, Inayah segera bergegas mandi dan berwudhu untuk melaksanakan sholat maghrib.
***
Ibra juga sudah tiba di apartemen nya, ia pun langsung ke kamarnya membuka semua pakaiannya dan menuju kamar mandi, menyalakan shower dan menikmati setiap titik air yang jatuh membasahi tubuhnya.
Tak lama setelah keluar dari kamar mandi, ponselnya yang ia letakkan di atas meja kerjanya bergetar ada panggilan masuk dan ia segera meraihnya.
--- dalam panggilan ---
"Hallo Pa,"
"Dimana kamu?"
"Apartemen Pa,"
"Besok sabtu, jika tak ada kegiatan, pulanglah kerumah walau sekedar makan bersama, banyak yang ingin Papa bicarakan padamu."
"Aku usahakan Pa,"
"Apa harus Papa memohon sama anak sendiri hanya karena ingin bertemu?"
"Enggak gitu Pa, baiklah besok Ibra pulang kerumah,"
Panggilan berakhir.
Ibra memang tidak pernah bisa menolak atas semua permintaan Papanya, hanya satu yang tak bisa Ibra lakukan yaitu untuk tinggal serumah dengan keluarga baru Papanya.
firasatku nggak enak, pasti Papa bakalan bicarin sesuatu yang penting menurutnya hingga memaksa aku harus datang.
Ibra pergi menuju dapurnya, karena perutnya sudah mulai lapar, ia mengambil empat lembar roti tawar, lalu mengambil beberapa nugget, timun, tomat, dan sayuran lainnya. Tiba-tiba ia ingat dengan sandwich buatan Inayah, dan mulai memanggangnya. Saat di New York, ia sudah terbiasa sarapan hingga makan malam hanya dengan roti.
Setelah selesai, ia langsung melahap sandwich buatannya itu, saat gigitan pertama "Kok beda rasanya."
Lalu Ibra mengambil ponselnya, mulai mengetik pesan untuk Si Cengeng,
Sedang apa? tolong kirimkan resep sandwich buatanmu waktu itu.
Tanpa menunggu lama, hanya sekitar satu menit, chat Ibra dan mereka pun berbalas chat.
Si Cengeng
Roti tawar, timun, tomat, selada, nugget, telur dadar. saos dan mayones.
Ibra merasa kesal dan berdecak karena melihat balasan Inayah hanya seperti itu, ia merasa seperti sedang membaca resep di internet.
Ibra
udah, tapi kok rasanya beda?
Si Cengeng
mana aku tahu kenapa bisa beda.
Ibra
oh iya, telur dadarnya lupa.
Tak ada balasan lagi dari Inayah setelah itu hingga keesokan harinya, Ibra bangun lebih pagi, hari ini ia akan memenuhi janjinya kepada Papanya untuk pulang kerumah dan makan siang bersama.
Setelah bersiap-siap, dengan berat hati, Ibra melajukan mobilnya ke rumah Papanya, sebenarnya ia terlalu malas untuk melangkahkan kaki kesana. Sekitar setengah jam, mobilnya mulai memasuki gerbang rumah besar bak istana itu, dan langsung di sambut oleh petugas keamanan yang berjaga di gerbang rumahnya. Lalu langsung masuk ke dalam rumah dan ia langsung mendapati Papanya yang sedang menikmati secangkir kopi, dengan sebuah tablet di tangannya.
"Terimakasih, akhirnya kamu datang." Ucap Pak Cipta sambil mengukir senyum dibibirnya.
"Ya Pa, sedang apa?" Ibra pun ikut duduk disampingnya.
"Biasalah, baca berita sambil memantau harga saham yang selalu naik turun, apalagi yang bisa dilakukan orang tua seperti Papa selain ini?"
"Banyak, Papa bisa pergi jalan-jalan keluar negeri tenangkan pikiran, atau kunjungi Mas Insan di Surabaya sambil ketemu sama Farrel, cucu kesayangan Papa."
"Ya, nanti ada saatnya, sekarang Papa cuma mau istirahat, apalagi akhir-akhir ini kesehatan Papa mulai menurun,"
"Papa sakit?" Ibra langsung menoleh ke kanan menatap Papanya.
"Sudah berapa malam ini, Papa susah tidur." jawab Pak Cipta.
"Itu karena Papa terlalu banyak yang dipikirkan,"
"Ya, salah satunya memikirkan mu,"
Saat sedang asyik mengobrol dengan Papanya tiba-tiba Ibra dihampiri oleh seorang gadis belia yang cantik dan sedikit tomboy.
"Mas Ibra....," sambil menepuk kedua pundaknya dari belakang.
"Kamu, Dek." Ibra pun menoleh.
"Mas kenapa nggak pulang-pulang? aku kesepian nggak ada lawan main game." Rengek Adelia, ia adalah adik Ibra, dari hasil pernikahan Papanya yang kedua.
"Adel, kamu kesana dulu, Papa sedang ngobrol sama Masmu,"
"Iya, Pa." Adel pun menurut perkataan Papanya dan segera beranjak, ia paham sepertinya mereka berdua sedang berbicara hal yang serius.
"Pa, apa yang papa pikirkan tentangku? aku sudah menyelesaikan kuliahku bahkan hingga Strata 2, aku juga menuruti kemauan Papa untuk kuliah bisnis, apalagi yang Papa risaukan?" Ibra mengerutkan dahinya.
"Berapa usiamu sekarang?"
Mendengar pertanyaan Papanya Ibra sudah mengerti kemana arah pembicaraan ini.
Kemudian Pak Cipta menunjukkan foto seorang wanita di layar ponselnya kepada Ibra.
"Siapa dia Pa?"
"Kamu nggak ingat sama dia? teman masa kecilmu, sebelum kita pindah kerumah ini."
Ibra memandangi foto wanita itu secara saksama, mencoba mengingat siapa yang di maksud oleh Papanya, namun Ibra tak mengingat apapun.
"Bagaimana? cantik bukan?" tanya Pak Cipta.
"Ya cantik," jawab Ibra singkat.
"Papa akan segera atur pertemuan kalian, ya sekalian Papa reuni kecil dengan Pak Surya teman lama Papa." Jelas Pak Cipta.
"Oh, jadi ini Aurel anaknya Om Surya tetangga kita waktu di komplek perumahan di Jakarta pusat itu Pa? sebelum kita pindah kesini."
"Ya, itu kamu ingat, hari sabtu depan kosongkan jadwalmu ya."
Ibra hanya diam tidak menjawab iya atau enggak. ia tahu apa yang akan dilakukan Papanya setelah pertemuan itu, dan yang harus ia persiapkan adalah jawaban dan alasan penolakan dari rencana Papanya.
***
Bersambung...
kerja apapun
mSak tidur di jam kerja
dan LG Inayah ini gak ada sopan2 nya sama atasan
wajar Ibra bilang gak tau diri