Vira, terkejut ketika kartu undangan pernikahan kekasihnya Alby (rekan kerja) tersebar di kantor. Setelah 4 tahun hubungan, Alby akan menikahi wanita lain—membuatnya tertekan, apalagi dengan tuntutan kerja ketat dari William, Art Director yang dijuluki "Duda Killer".
Vira membawa surat pengunduran diri ke ruangan William, tapi bosnya malah merobeknya dan tiba-tiba melamar, "Kita menikah."
Bos-nya yang mendesaknya untuk menerima lamarannya dan Alby yang meminta hubungan mereka kembali setelah di khianati istrinya. Membuat Vira terjebak dalam dua obsesi pria yang menginginkannya.
Lalu apakah Vira mau menerima lamaran William pada akhirnya? Ataukah ia akan kembali dengan Alby?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Drezzlle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Akan Kembali Melamar mu
Breaking News
Mantan Model, Miranda Andira, Ditemukan Tewas Akibat Overdosis
Jakarta – Dunia hiburan kembali berduka. Miranda Andira (35), mantan model ternama yang pernah menghiasi berbagai sampul majalah dan panggung peragaan busana internasional, ditemukan tewas di kediamannya pada hari Senin (15/12) pagi.
Pihak kepolisian menduga Miranda meninggal akibat overdosis obat tidur jenis zolpidem. Di lokasi kejadian, ditemukan sejumlah botol obat tidur kosong dan resep dokter atas nama yang bersangkutan.
Namun, di balik duka ini, terselip isu yang lebih pelik. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Miranda tengah menghadapi tekanan berat akibat rumor penggelapan dana sebesar 1 Miliar Rupiah yang melibatkan dirinya dan beberapa rekan bisnisnya.
William menyesap kopinya perlahan, namun pikirannya sepenuhnya tersita oleh berita yang baru saja muncul di layar ponselnya. Matanya terpaku pada platform berita online itu, tentang kematian mantan istrinya.
“Kamu sudah mendengarnya?” suara seorang wanita, menyela aktivitasnya.
“Tentang apa Mom?” tanya William, meletakkan cangkirnya perlahan di meja. Ia segera mematikan layar ponselnya.
“Tentang kematian mantan istrimu, apalagi?” Inneke, ibunya tampak terlihat khawatir. Kedua alisnya bertautan, dahinya mengerut.
“Aku baru saja melihat berita itu,” jawab William dengan nada datar.
Inneke yang duduk di hadapan putranya, lalu mencondongkan tubuhnya sedikit. “Kamu tidak ada kaitannya di balik kematian Miranda, kan?” tatapannya menyelidik.
Perlahan sudut bibir William tertarik ke atas. Sebuah seringai dingin terpampang jelas. “Biarkan ini menjadi urusanku, Mom.”
Inneke menggebrak meja, “William, bagaimana jika…” kalimat itu menggantung.
Suara langkah kaki terdengar mendekat ke arah mereka. Dua gadis kecil yang menuruni tangga dengan langkah tergesa-gesa.
“Morning Oma, morning Daddy!” seru dua putri William yang baru saja bangun tidur.
William menoleh ke belakang, menyambut kedua putrinya. “Morning…” lalu pandangan matanya beralih ke arah Ibunya lagi. “Jangan bahas ini di depan anak-anak. Mereka tidak perlu tahu tentang ibunya.” William memberikan kecaman pada ibunya.
Inneke diam, ia menghela napas panjang. Lalu dengan gerakan lembut kembali duduk.
Drrt…drrtt…
Ponsel William bergetar, nama “calon istri” terlihat di layar. William terkesiap, dan segera membaca pesan dari Vira.
“Aku ingin kita bertemu sebelum mengajukan surat resign.”
William segera membalas pesan itu. “Bertemu dimana sayang.”
Drrtt…
“Di apartemenku. Aku sedang mengemasi barangku sebelum kembali lagi ke Bandung.”
Wajah William seketika menegang, alisnya berkerut dan matanya melebar. Dengan gerakan kasar menarik kursinya lalu bangun. “Mom, aku titip anak-anak.” Pesannya sebelum pergi. Lalu, mengusap puncak kepala rambut kedua putrinya.
Vira mengirim lokasi apartemennya, meskipun sebenarnya William tidak butuh karena ia sudah tahu dimana wanitanya tinggal.
Mobil melaju membelah jalanan ibukota di pagi hari yang padat merayap. Napasnya memburu, penuh dengan Kekhawatiran.
Tiba di depan gedung apartemen. William dengan langkah lebar tergesa masuk ke dalam lobi kemudian menuju unit kamar Vira.
“Aku ada di luar pintu kamar,”
Klik! William mengirim pesan.
Beberapa menit kemudian, pintu terbuka. Vira berada di dalam apartemen. Wajahnya terlihat pucat dan lemah. William segera memeluk Vira dengan erat.
“Kamu kembali…” bisiknya.
“Aku… sebentar lagi akan pergi. Tapi, aku ingin menyelesaikan masalah kita sebelumnya,” kata Vira, menarik tubuhnya sedikit memberi jarak di antara keduanya.
William melihat semua barang Vira tertata rapi masuk ke dalam boks besar.
“Duduklah, kita bicara sebentar.” Vira meminta William untuk duduk di sofa panjang satu-satunya yang ada di ruangan.
Keduanya lalu duduk berdampingan. William segera menggenggam tangan Vira—kedua jemari mereka saling bertautan.
Vira menghela napas panjang. “Maaf, aku ingin kita berpisah…” ucapnya.
William yang sudah menebak hal ini, ia tetap bersikap tenang. Lalu bangun dari duduknya, berlutut di depan Vira, jemarinya semakin erat menggenggam Vira.
“Aku sangat mencintaimu Vira,” kata William, mencoba meyakinkan Vira. Ia mencium punggung tangan Vira dengan lembut.
Vira diam menundukkan kepalanya, sorot matanya jatuh di kedua tangan mereka yang saling bertautan.
“Ayahku telah menjodohkan ku pada pria lain, Pak. Dan… dan aku kesulitan menolak,” ucapnya.
Dengan gerakan lembut William mengangkat dagu Vira. Kedua mata mereka bertemu secara intens. “Kamu mencintaiku atau tidak?” tanyanya.
Vira diam sejenak, ia masih terpaku dengan mata hazel indah yang selalu mengacaukan pikirannya.
“Tapi orang tuaku tidak merestui hubungan kita, apalagi setelah kemarin aku bicara dengan mereka jika anda duda,” kata Vira, bibirnya bergetar.
“Aku akan berusaha mendapatkan restu itu, jika kamu mengijinkan aku,” ujar William, menyentuh Vira dengan ibu jarinya. Mensejajarkan wajah keduanya, hingga perlahan jarak itu terkikis.
“Aku… tidak yakin,”
William mencium lembut pipi kiri Vira, membuat wanita itu meremang ketika jari William menyingkap rambutnya. Napas mereka berpacu, menciptakan jarak yang terasa begitu dekat saat mata mereka bertemu.
“Aku hanya mencintaimu, aku mohon… tanyakan pada orang tuamu apa yang harus aku lakukan? Aku akan melakukan segalanya untuk bisa meminang mu, sayang…” bisik William, dengan gerakan lembut mendekatkan bibirnya. Menelan salivanya, ketika merasakan bibir lembut wanita yang ia cintai. Air mata lolos bukti takut akan kehilangan.
“Pak…” Vira mencoba memberi jarak di antara keduanya. Namun, William tampak enggan melepaskannya.
“William…” kini Vira memanggil namanya. Ibu jarinya perlahan menyentuh pipi William, mengusap air mata di pipi pria yang tampak tulus mencintainya.
William dengan lembut menyesap bibir Vira, seolah mencoba memecahkan pertahanan yang Vira bangun. Sementara, Vira merasakan sentuhan itu seperti aliran listrik yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Ia menggenggam erat kemeja William, antara ingin mendorong menjauh atau menariknya lebih dekat.
Dengan gerakan pelan dan tenang, William semakin menuntun Vira untuk merasakan ketulusannya. Satu tangan William menyentuh lembut tengkuk, mendorong wanita itu untuk melakukan apapun padanya. William menggigit bibir Vira dengan lembut, memberi jarak sejenak untuk wanitanya bernapas. Lalu mensejajarkan wajah mereka lagi, hingga kening mereka bersentuhan. “Aku akan melakukan apapun untukmu, tak akan mengkhianati mu, Vira…” bisiknya.
Bibir mereka kembali bersentuhan. Lidah William menerobos masuk ke mulut Vira. Tangan Vira yang semula mencengkeram kemeja William kini melingkar erat di leher pria itu, seolah tak ingin melepaskannya.
“Aku akan datang lagi ke rumah orang tuamu. Untuk melamar mu lagi…”
Bersambung…
tapi di cintai sama bos gaskeun lah 😍