NovelToon NovelToon
Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Handayani Sr.

Xera Abilene Johnson gadis cantik yang hidup nya di mulai dari bawah, karena kakak angkat nya menguasai semua harta orang tua nya.
Namun di perjalanan yang menyedihkan ini, Xera bertemu dengan seorang pria dingin yaitu Lucane Jacque Smith yang sejak awal dia
menyukai Xera.
Apakah mereka bisa bersatu?? Dan jika Xera mengetahui latar belakang Lucane akan kah Xera menerima nya atau malah menjadi bagian dari Lucane??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Siang yang sedikit berkabut ini Di mansionnya, Lucane berjalan cepat ke ruang kerja. Xera mengikutinya dengan langkah tergesa. Dia memegang lengan suaminya, mencoba menahannya.

“Lucane kumohon. Jangan gegabah.”

Lucane berbalik, matanya terbakar marah.

“Mereka menyentuh bisnis kita. Mereka memanfaatkan Vivian bahkan mungkin Adelina. Ini perang, Xera.”

Xera menatapnya, suaranya gemetar.

“Aku tahu ini perang. Tapi jangan biarkan kebencianmu membuatmu buta. Vivian pernah ada di hidupmu. Adelina juga. Kau tak bisa asal menghancurkan mereka.”

Lucane menghela napas panjang, menunduk.

“Kalau Vivian atau Adelina memilih memihak Alexi aku tidak akan ragu, Xera. Siapa pun yang berdiri melawanmu adalah musuhku.”

Max kembali masuk, membawa berkas laporan. Wajahnya tegang.

“Tuan. Ada satu hal lagi. Kami menangkap sinyal pertemuan antara Vivian dan orang Alexi di bar District 7.” lapor max

Lucane mengepalkan tangan. Suaranya datar tapi mematikan.

“Kita akan ke sana. Aku ingin tahu sejauh apa Vivian mau bermain.” Ucap Lucane

Xera menatapnya dengan mata sendu tapi kuat.

“Kalau kau pergi aku ikut.” Ucap Xera

Lucane menatapnya, sorot matanya lunak sejenak. Lalu dia mendekap Xera erat, berbisik di telinganya.

“Kau istriku. Kau berhak berdiri di sisiku bahkan di medan perang.”

Hujan masih turun deras di Amsterdam. Vivian menatap fotonya bersama Lucane di ponsel, matanya berkaca. Adelina memandangi cermin dengan mata penuh tekad. Sementara Alexi tersenyum puas.

Perang bukan hanya soal peluru. Tapi juga hati manusia.

* * * *

Pagi di Amsterdam kelabu. Vivian duduk di sebuah lounge hotel mewah, mengenakan setelan merah marun. Di hadapannya duduk seorang pria misterius agen bayaran yang terkenal bisa mengorek rahasia apa pun.

Vivian menggeser sebuah foto di meja foto Xera.

“Aku mau semua tentang dia. Rumah masa kecil, mantan pacar, kebiasaan, siapa pun yang dia cintai selain Lucane. Sekecil apa pun.”

Pria itu tersenyum dingin.

“Kalau aku berhasil kau mau apa?” jawab agen bayaran itu

Vivian menatap pria itu tajam. Suaranya dingin.

Vivian: “Aku akan bayar dua kali lipat. Asal perempuan itu lenyap dari hidup Lucane.”

* * * *

Sementara itu, di restoran bintang lima, Adelina duduk berhadapan dengan Alexi. Wajah cantiknya penuh determinasi.

“Aku tidak suka wanita biasa seperti Xera masuk ke dunia kami. Dia hanya akan menjadi kelemahan Lucane.”

Alexi meneguk kopinya.

“Bagus. Kita punya tujuan sama.”

“Aku hanya mau satu hal: Lucane. Kau boleh ambil bisnisnya, uangnya, bahkan kekuasaannya. Asal dia tetap milik keluarga kami.” lanjut adelina

Alexi tersenyum tipis.

“Kesepakatan. Tapi kau harus bantu aku jatuhkan Xera.”

Adelina mengangguk. Matanya dingin seperti belati. Melihat itu tentu saja Alexi bahagia.

* * * *

Di mansion pribadinya, Lucane berdiri di ruang kerjanya. Domanic, Max, dan Juan berkumpul di sekelilingnya. Peta bisnis Amsterdam terpampang di layar besar. Foto-foto Alexi, Adelina, dan Vivian terpampang di sana.

“Mereka bergerak makin agresif. Vivian berusaha mendekat. Adelina bersekongkol dengan Alexi.” ucap Alexi

Max mengepalkan tangan.

“Mereka main terlalu jauh, Boss. Vivian juga terlihat mencurigakan.”

Lucane menatap Max. Matanya gelap.

“Aku tidak akan biarkan mereka sentuh Xera. Kita akan buat langkah balasan. Aku ingin tahu siapa saja yang dibayar Alexi di lingkaran kita.”

Juan mengangguk.

“Kami akan bersihkan orang dalam.”

Lucane menatap layar, nadanya tegas.

“Mereka pikir Xera kelemahanku. Mereka salah. Karena mulai hari ini dia justru kekuatan terbesarku.” ucap Lucane tegas dengan aura yang lebih gelap

* * * *

Malamnya, Lucane dan Xera duduk di ruang kerja mansion. Layar laptop menyala. Dokumen-dokumen bisnis terbuka di hadapan Xera.

“Aku ingin terlibat, Lucane. Aku tidak mau hanya duduk diam.”

Lucane menatap Xera, ekspresi campuran bangga dan protektif.

“Ini bukan dunia yang kau kenal, Xera. Ini bisa membunuhmu.”

Xera menatapnya balik, matanya tegas.

“Aku istrimu. Aku tidak akan biarkan kau melindungi aku sendirian.”

Lucane menghela napas. Perlahan ia mendorong laptop mendekat pada Xera.

“Baiklah. Kau akan belajar. Tapi kau tetap di bawah pengawasanku.”

Xera tersenyum kecil. Matanya berbinar, meski gugup.

“Aku akan cepat belajar.” ucap Xera pemuh tekat

* * * *

Malam itu, hujan turun lagi di luar mansion. Xera duduk di sofa, menggigil sedikit. Lucane datang membawa selimut tebal. Dia duduk di samping Xera, merangkulnya.

“Kau selalu dingin kalau hujan.”

Xera terkekeh pelan.

“Kau bilang aku panas waktu marah.”

Lucane tersenyum, matanya melembut. Ia menyentuh pipi Xera.

“Marahmu bahkan cantik.”

Xera mencubit lengan Lucane, tapi kemudian wajahnya serius.

“Lucane apa kau benar tidak menyesal menikah denganku?”

Lucane menatap dalam-dalam. Suaranya rendah, penuh emosi.

“Satu-satunya hal yang kusesali hanya aku tidak bertemu kau lebih cepat.”

Xera langsung meneteskan air mata. Lucane mencium bibirnya perlahan, lama.

Saat melepaskan, ia berbisik lembut.

“Kita akan menang, Xera. Kita akan rebut semua yang Alexi curi darimu. Dan kau tidak akan pernah lagi merasa sendirian.”

Xera menutup mata. Wajahnya menempel di dada Lucane.

“Aku percaya padamu, Lucane.”

Di luar hujan masih turun. Tapi di dalam ruangan, hanya ada kehangatan dua orang yang kini saling menjadi kekuatan satu sama lain.

* * * *

Pagi di Amsterdam mendung. Pintu ruang kerja Lucane dibanting terbuka. Max masuk dengan wajah tegang.

“Boss. Kita diserang. Dua gudang senjata di Rotterdam terbakar. Kontainer-kontainer ekspor diblokir. Beberapa anak buah kita diculik. Alexi bergerak cepat.”

Lucane mengepalkan tangan. Napasnya berat.

“Dia main api terlalu jauh.”

Juan masuk menyusul. Wajahnya penuh bekas luka goresan.

“Aku baru selamat dari jebakan mereka. Ada orang dalam yang membocorkan semua jadwal pengiriman kita.”

Domanic yang baru selesai membantu pun terengah engah

"Aku rasa sekarang dia sudah terlalu jauh" ucap Domanic

Lucane menatap layar komputer. Data-data kerugian muncul. Angka-angka besar berubah merah.

“Hubungi semua loyalis. Kita akan sikat Alexi. Jangan kasih waktu dia berdiri lagi.”

Max dan Domanic menelan ludah.

“Bagaimana kalau ini bikin perang terbuka, Boss?”

Lucane menoleh perlahan. Matanya dingin.

“Aku sudah lama berperang, Max. Dia pikir aku akan tunduk hanya karena Xera sekarang istriku? Dia salah.”

* * * *

Sementara itu, di lounge hotel mewah, Vivian duduk bersama pria bayaran yang ia pekerjakan sebelumnya. Pria itu menyodorkan sebuah flashdisk.

“Semua tentang Xera. Rumah masa kecilnya. Orang-orang yang dekat dengannya. Trauma masa lalunya. Bahkan catatan rumah sakitnya.” ucap pria itu

Vivian menatap flashdisk itu. Jemarinya gemetar sedikit saat mengambilnya.

“Bagus sangat bagus”

Nana, teman Vivian, duduk di sampingnya, berbisik.

“Apa kau yakin mau melawan Lucane? Kau tahu apa yang terjadi kalau dia tahu ini.”

Vivian menatap Nana dengan mata basah tapi penuh tekad.

“Aku tidak bisa hidup seperti ini. Dia harus kembali padaku. Kalau aku harus menghancurkan Xera aku akan lakukan.” jawab nya datar

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!