Lima tahun pernikahan Bella dan Ryan belum juga dikaruniai anak, membuat rumah tangga mereka diambang perceraian. Setelah gagal beberapa kali diam-diam Bella mengikuti proses kehamilan lewat insenminasi, dengan dokter sahabatnya.
Usaha Bella berhasil. Bella positif hamil. Tapi sang dokter meminta janin itu digugurkan. Bella menolak. dia ingin membuktikan pada suami dan mertuanya bahwa dia tidak mandul..
Namun, janin di dalam perut Bella adalah milik seorang Ceo dingin yang memutuskan memiliki anak tanpa pernikahan. Dia mengontrak rahim perempuan untuk melahirkan anaknya. Tapi, karena kelalaian Dokter Sherly, benih itu tertukar.
Bagaimanakah Bella mengahadapi masalah dalam rumah tangganya. Mana yang dipilihnya, bayi dalam kandungannnya atau rumah tangganya. Yuk! beri dukungungan pada penulis, untuk tetap berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab tigapuluh satu. mengurai benang kusut.
Gavin berjalan dengan langkah tergesa. Menyusuri jalan setapak menuju tempat dokter Anwar berada. Diikuti Martin dibelakangnya. Pak Anwar sudah tiba lebih awal di sebuah kafe, tempat yang Gavin rekomendasikan sebagai tempat mereka bertemu.
Gavin menebarkan pandangannya, mencari sosok dokter Anwar. Yang di cari tengah duduk di pojok. Dokter Anwar melambaikan tangannya untuk menunjukkan keberadaan dirinya.
"Itu beliau, Bos," ucap Martin takkala melihat lambaian tangan dokter itu. Gavin dan Martin mendekati meja itu.
"Selamat siang Pak dokter, maaf saya datang terlambat." sapa Gavin takjim dan duduk di seberang dokter Anwar.
"Tidak apa-apa, saya juga baru sampai." keduanya lantas larut dalam basa basi hingga akhirnya Gavin memulai topik pembicaraan.
"Ini Pak, berkas istri saya yang berhasil dikumpulkan oleh anak buah saya." Gavin menyerahkan map coklat ke hadapan dokter Anwar.
Dokter Anwar membuka map coklat itu. Beberapa berkas yang tersusun rapi satu persatu dibacanya.
Sepuluh menit berlalu. Dokter Anwar menutup berkas itu.
"Jadi, Bella dibesarkan di panti asuhan?" guman dokter Anwar seraya mengusap dagunya.
"Iya, Pak. Kakek saya juga pernah bertemu Bella di panti asuhan. Beliau salah satu donatur di panti itu. Kakek saya pernah ditolong Bella saat dia bekerja di sebuah kafe." jelas Gavin menguatkan data yang tertulis di dalam berkas itu.
"Alamat panti asuhan ini sangat jauh, dari lokasi hilangnya putri saya. Satu-satunya penghubung mereka adalah tanda lahir di tubuh Bella. Tidak mungkin ada dua orang memiliki tanda lahir yang sama persis." ucap Dokter Anwar seolah pada dirinya sendiri.
"Lalu siapa orang yang iseng menyerahkan putri saya ke panti asuhan. Tidak ada ancaman dan minta uang tebusan. Putri saya menghilang seperti ditelan bumi."
"Jadi Bapak meragukan kalau Bella tidak ada kaitannya dengan putri Bapak yang hilang?" Gavin sedikit kecewa, itu berarti dia akan gagal juga mengetahui latar belakang istrinya.
"Tidak. Naluri saya terlalu kuat untuk mengabaikan itu. Saya hanya heran kenapa putri saya di culik tapi tidak ada yang meminta tebusan. Dan kalau benar di serahkan ke panti asuhan, motifnya apa." Dokter Anwar mencoba mengirai teka teki hilangnya putrinya dua puluh dua tahun yang lalu.
"Kita tidak pernah tau Pak, dari arah mana datangnya musuh kita. Bahkan orang terdekat kita sekalipun, bisa merencanakan hal yang jahat. Bisa saja ada yang iri, merasa tersaingi." sahut Gavin. Bertahun-tahun akrab dalam dunia bisnis, Gavin paham bagaimana permainan disana.
Saling menjatuhkan, telikung, kongkalikong bukan hal yang mustahil dilakukan seseorang dalam dunia bisnis demi tercapainya tujuan atau target.
Hanya orang-orang yang masih memiliki kejujuran, akan menghindari semua itu. Dan sulit menemukannya tapi bukan berarti tidak ada. Meski hanya satu dibanding sepuluh.
"Kala itu saya masih dokter biasa. Belum punya harta karena masih merintis karir. Jadi kemungkinan saingan saya belum ada.
"Mungkin saja ada yang patah hati karena bapak tolak cintanya." tebak Gavin bercanda, seraya tersenyum kecut. Karena ucapan itu mengingatkannya pada peristiwa lima tahun yang lalu. Saat dirinya di tinggalkan calon istrinya di depan altar.
"Malah saya yang dikhianati. Kami sama-sama mahasiswa di universitas yang sama. Dia memilih pria yang lebih kaya. Konon bahkan dia memiliki anak dari perselingkuhannya itu. Walaupun dia tidak dinikahi pria itu. Dia memang pernah memohon untuk kembali. Tapi aku menolak. Tidak masuk akal dia pelaku penculik putri saya. Setelah putus hubungan, kami tidak pernah bertemu lagi."
"Tap!" Gavin menjentikkan jarinya, "hal sekecil itupun bisa jadi motif Pak. Bisa saja mantan kekasih bapak dendam karena bapak tidak mau balikan lagi. Dan memilih melupakannya dengan menikahi wanita lain." seperti lagak seorang detektif saja, Gavin menukil celah itu. Membuat dokter Anwar tersentak. Seolah dibangunkan dari mimpi panjang. Ucapan Gavin menyentil ingatan masa lalunya.
"Apa mungkin ya? Tapi bukankah sebelum aku memutuskan menikahi Renita, aku mendapat surat ancaman? Astaga! Bagaimana aku bisa melupakan hal itu." kedua manik mata dokter Anwar membulat sempurna.
"Ancaman apa, Pak?" Gavin juga penasaran.
"Aku sudah lupa kalimatnya. Tapi intinya dia tidak rela dan akan membalasku. Tapi sudah sekian lama kami tidak pernah bertemu. Tidak ada hal yang mengancam keselamatan kami. Bahkan keberadaannya pun sama sekali tidak aku ketahui."
"Tentu saja ancaman itu tidak ada lagi, Pak. Kemungkinan karena putri bapak sudah hilang, dendamnya sudah terbalaskan." Gavin menuturkan praduganya.
"Apakah dia membayar seseorang menguntit kami, dan mencari kelemahan kami. Ya, Tuhan, setega itu dia melakukannya. Memisahkan anak kami." dokter Anwar merasa shock atas kemungkinan itu.
"Semua masih praduga saya Pak dokter. Bisa saja prediksi saya salah. Sebaiknya untuk menjelaskan semua ini. Ada baiknya kita diam-diam melakukan test DNA Pak. Kalau hasilnya salah, masalah ini kita tutup. Kalau hasilnya cocok, tinggal kita mencari cara, menyampaikan ini pada Bella." ucap Gavin memberi saran.
"Hmmm, kamu benar. Meskipun keyakinan dan keraguan saya fifty-fifty, tapi saranmu bisa juga dicoba. Tapi sebelum itu, saya ingin mengunjungi panti asuhan itu dulu.
Kalau melihat wajah Bella meskipun saya ragu karena tidak mirip dengan kami orang tuanya. Tapi dia ada kemiripannya dengan anak lelaki saya. Dan anak saya itu lebih mirip ke pamannya daripada ke saya."
"Baiklah, ide bapak juga bagus mau mengunjungi panti asuhan itu. Siapa tau, ada bukti lain semisal foto Bella semasa kecil. Otomatis Bapak yang akan lebih mengenalnya kan?" timpal Gavin seakan menemukan titik terang.
"Betul sekali. Siapa tau juga, masih ada pakaiannya saat ditemukan di panti itu." seru dokter Anwar. Meskipun pada akhirnya meragukan harapannya itu.
"Saya akan bantu bapak menyelidiki semua itu. Bapak jangan segan meminta bantuan dari saya. Saya juga ingin mengetahui masa lalu istri saya. Mengetahui asal usulnya."
"Terimakasih Pak Gavin. Nanti akan saya pertimbangkan."
Keduanya saling membuang nafas lega, karena secercah harapan mulai terbersit. Tinggal merealisasikan semua dugaan dengan menelusuri jejak Bella.
Semoga usaha ini berhasil dan dipermudah Tuhan. Untaian doa itu yang memenuhi benak dokter Anwar dan Gavin.
***
Panti Asuhan Kasih Bunda hari ini kedatangan tamu jauh. Bu Asih, sebagai pengelola panti asuhan sederhana itu menerima tamunya dengan hormat.
Kedatangan Dokter Anwar dengan membawa banyak buah tangan sangat mengejutkan hati Bu Asih, selain rasa syukur dan bahagia.
Sudah lama panti asuhannya tidak kedatangan tamu, yang membawa banyak barang kebutuhan yang sangat diperlukan oleh anak-anak asuhnya.
Ketika melihat sebuah truk parkir di halaman lantas diikuti sebuah mobil. Bu Asih sangat heran.
Seorang pria paruh baya dan sepertinya bukan orang sembarangan turun dari mobil. ***