Queensa tak menyukai pernikahannya dengan Anjasmara. Meskipun pria itu dipilih sendiri oleh sang ayah.
Dijodohkan dengan pria yang dibencinya dengan sifat dingin, pendiam dan tegas bukanlah keinginannya. Sayang ia tak diberi pilihan.
Menikah dengan Anjasmara adalah permintaan terakhir sang ayah sebelum tutup usia.
Anjasmara yang protektif, perhatian, diam, dan selalu berusaha melindunginya tak membuat hati Queensa terbuka untuk suaminya.
Queensa terus mencari cara agar Anjasmara mau menceraikannya. Hingga suatu hari ia mengetahui satu rahasia tentang masa lalu mereka yang Anjasmara simpan rapat selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
"Pak Mansur?" buru-buru Anjasmara turun dari mobil ketika melihat Mansur berdiri di dekat mobilnya.
"Ya Allah... beneran Mas Anjas!" seru pria itu riang. Bos yang sudah lama tak ada kabarnya berdiri di hadapannya dengan keadaan baik-baik saja.
"Pak, ngapain ada di sekitar sini? Apa.... Bapak...," Anjasmara tak melanjutkan kata-katanya karena dirinya tidak tahu apakah benar mantan istrinya masih tinggal di kediaman yang ia tinggalkan.
"Saya masih kerja sama Bu Queensa, Mas." Mansur seakan tahu apa yang tengah Anjasmara pikiran.
"Mas Anjasmara kemana saja?" Mansur bertanya. Lalu tersenyum. Dia selalu diliputi kebahagiaan setiap kali melihat kehadiran laki-laki yang pernah menjadi bosnya itu.
Dan mengalirlah cerita panjang dari Mansur.
Anjasmara menunduk, melihat ujung sepatunya. Ada rasa lega mendengar mantan istrinya mau tinggal di rumah yang ia berikan, tapi ada rasa sedih yang ikut tercipta, mengapa harus ada luka baru perempuan benar-benar ingin tinggal.
Mansur menatap sendu Anjasmara. Perpisahan Anjasmara dan Queensa di luar kendalinya. Mansur tahu, tak ada gunanya mencegah hal itu terjadi. Sesuatu yang tak lagi bisa diperjuangkan, hanya akan menimbulkan bencana lebih besar jika dipaksakan bertahan.
Hanya saja saat ini, Mansur ingin Anjasmara tahu perpisahan yang sudah terjadi menciptakan ruang kosong bagi sang Nyonya, membuat dunia perempuan itu berubah sangat drastis, sampai seperti bukan Queensa lagi.
"Mba Queensa sudah banyak berubah Mas." melihat Anjasmara siap pergi, Mansur berusaha memberi informasi lagi.
"Tapi selama ini sikapnya antisipasi sama saya. Saya sudah menyerah Pak. Semoga kedepannya dia bisa menemukan laki-laki yang tepat yang bisa mencintai dan dicintainya."
"Apa Mas sudah tidak mencintai Mba Queensa lagi?"
Pertanyaan Mansur membuat Anjasmara terdiam. Dia sudah mencoba banyak cara untuk membuat perempuan itu jatuh cinta padanya, tetapi pada akhirnya tetap kekecewaan yang ia dapat, tidak salah ia memilih menarik diri dari pada akhirnya timbul kekecewaan lainnya.
Lagi pula, hanya ada nol persen untuk membuat Queensa mau berubah. Perempuan keras kepala sepertinya tak akan mampu dijinakkan dengan sekali tepukan. Butuh pengorbanan dan perjuangan keras untuk membuat perempuan itu sadar.
"Pasti Mas penasaran dengan keadaan Mba Queensa, kan?" Mansur menebak.
Anjasmara hanya diam. Dan itu artinya pembenaran.
Seketika, Anjasmara teringat dengan percakapannya dengan Queensa, sekitar enam bulan yang lalu. Dengan ekspresi sedih, Queensa menerima dokumen yang ia sodorkan, Perempuan itu juga berusaha mencurahkan isi hatinya, tapi hari itu juga menjadi hari buruk untuk Anjasmara sendiri, kondisi fisiknya tidak mendukung juga pikirannya sedang kalut.
Anjasmara sempat berpikir, ingin berjuang sekali lagi. Tapi mengingat hari itu Queensa lebih memilih pulang dengan pria masa lalunya di banding sopir atau teman perempuannya membuat pria itu kecewa diambang batas. Terlebih dia harus kehilangan calon anaknya yang berharga.
"Mas tahu? Mba Queensa terlihat sangat terpuruk setelah Mas pergi dari hidupnya."
Perkataan Mansyur membuat Anjasmara terdiam beberapa jenak. Lantas berkata, "Kenapa Pak Mansur berkata begitu?"
Senyum Mansyur berubah sedih. "Karena saya orang yang mengantarkan Mba Queensa pergi kesana-kesini, sepanjang hari begitu sunyi, tidak ada canda ataupun senyuman, hidupnya terjadwal dan seperti tidak memiliki tujuan."
Anjasmara tercenung. Batinya berperang. Di satu sisi, dia ingin bersikap masa bodoh dan tak harus melibatkan diri, apalagi sampai memusingkan hal itu.
Namun di sisi lain, dia merasa memiliki tanggung jawab moral. Anggota keluarga yang begitu dekat dengan perempuan itu hanya Ridwan. Pria itu mungkin terlihat tegar di luar, tetapi Anjasmara tahu pria itu menjalani peran sebagian dari anggota keluarga Agung. Terlebih menjadi peran sebagai bagian dari anggota keluarga, kini hanya dia dan Queensa yang tersisa.
"Sudah malam, Pak. Saya harus pulang,.. " Tetapi pada akhirnya Anjasmara memilih menyerahkan semua pada yang Diatas, jika mereka ditakdirkan bertemu, maka hari itu akan datang.
Lagipula, Anjasmara tidak memiliki alasan untuk datang ke rumah itu, walaupun sebenarnya sebagian besar pakaiannya masih berada di sana.
Mungkin suatu saat ia gunakan alasan mengambil pakaian untuk menilik wajah perempuan itu, tapi nanti, disaat jiwa dan raganya telah pulih dari rasa kecewa yang membelenggu.
makanya gak usah sooook...
untung gak dicere
semoga Anjas menemukan perempuan yang tepat dalam hidupnya...