"Cinta bukan hanya tentang rindu dan sentuhan. Tapi juga tentang luka yang diwariskan, dan rahasia yang dikuburkan."
Kael Julian Dreyson.
Satu pria, dua identitas.
Ia datang ke dalam hidup Elika Pierce bukan untuk mencintai ... tapi untuk menghancurkan.
Namun siapa sangka, justru ia sendiri yang hancur—oleh gadis yang berhasil membuatnya kehilangan kendali.
Elika hanya punya dua pilihan :
🌹 Menikmati rasa sakit yang manis
atau
🌑 Tersiksa dalam rindu yang tak kunjung padam.
“Kau berhasil membuatku kehilangan kendali, Mr Dreyson.” — Elika Pierce
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sheninna Shen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Malam Itu, Segalanya Retak
...❤︎...
..."Malam itu, bukan hanya rahasia yang terbongkar, kepingan-kepingan masa lalu kelam yang tertutup rapat pun ikut serta menghancurkan."...
...❤︎...
Saat dalam perjalanan pulang, Elika memilih diam meskipun ada banyak sekali pertanyaan yang ingin ia lempar pada pria di sebelahnya. Tapi ... saat ini mulutnya terasa berat. Pikirannya sedang tak di badan. Ia memikirkan nasib ayahnya yang malang. Begitupun ibunya. Wanita yang melahirkannya terpaksa pulang sendiri tanpa dia.
Elika bersandar tak berdaya. Ia memejamkan mata sambil menghela nafas pelan. Dadanya terasa sesak. Pikirannya kacau. Dan dia ... tak tahu harus berbuat apa.
"Selama ini, apa yang sudah aku lakukan untuk kedua orangtuaku?" batin Elika pilu.
Kael mengendarai mobil sportnya dengan kencang. Sesekali ia menatap Elika. Ia bingung harus memulai dari mana. Dari cara dia menahan gadis itu saja sudah salah. Dan semakin salah lagi jika dia mengatakan semua itu hanya karena tak ingin kehilangan gadis itu.
"Apa sekarang ... sikapku kekanakan?" batin Kael penuh penyesalan.
Mobil yang mereka tumpangi tiba di pekarangan kediaman Greyson.
Kael menoleh ke samping. Gadis itu tak bergerak. Dan wajah gadis itu, sedang menoleh ke arah yang berlawanan dengannya.
"Apa dia tidur?" batinnya menerka-nerka.
Pria itu pun memutuskan untuk membuka seatbelt Elika. Namun, baru saja tangannya bergerak ingin menyentuh seatbelt, tanpa sadar Elika menepis tangannya dengan sigap dan cepat.
"Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Elika terkejut. Sebuah respon kilat yang tidak ia sadari.
Kael terbelalak kaget. Respon waspada Elika membuat hatinya sakit. Apa dia sudah kehilangan Elika sejak Conner ditangkap? Atau ... sejak ia meninggalkan gadis itu saat di cafe? Entahlah.
Merasa harga diri dan egonya terluka, Kael turun dari mobil, meninggalkan Elika yang masih berada di dalam sana. Ia beranjak masuk tanpa peduli, apakah Elika turun atau tidak. Namun, baru beberapa langkah ia menaiki anak tangga, langkahnya terhenti.
Kael berbalik arah menuruni tangga dan menghampiri mobilnya yang masih ada di pekarangan rumah. Mana ada yang berani memarkirkan mobilnya ke basement jika Elika masih ada di dalam sana.
"Aku harus lemah lembuh. Ya. Harus. Bujuk dia dan mengajaknya makan malam." Begitulah pikir Kael awalnya.
Namun, saat ia tiba di pekarangan, ia melihat lampu mobil masih hidup dengan Elika yang masih bersandar di kursi mobil dengan mata terpejam. Entah kekesalan darimana menyeruak menguasai tubuhnya, ia membuka pintu mobil.
"Turun." Perintah Kael terdengar dingin. Saat itu juga ia mengutuki dirinya yang tak bisa mengeluarkan bahasa yang lembut dan manis. Padahal, saat menjadi 'Julian', ia mahir sekali dalam bermain kata.
Elika membuka matanya. Ia turun dari mobil, lalu menatap ke arah Kael dengan tatapan yang nanar. Tatapan yang penuh dengan seribu satu pertanyaan. Tapi ia sendiri bingung harus bertanya dari mana?
"Aku tak tahu ... apakah kau korban, atau justru pelaku," suara Elika terdengar putus asa. "Tapi ... satu hal yang pasti."
Pria yang berdiri di depan Elika menatapnya dengan seksama.
"Aku akan mendengarkan apapun yang ingin kau jelaskan. Setidaknya, aku harus mendengar dari dua sisi. Setelah itu, aku bisa memutuskan. Apakah kau korban ... atau sebaliknya?"
Gadis itu melangkah pergi meninggalkan Kael yang masih mematung di pekarangan rumah. Ia melangkah masuk, menuju ke kamar utama Kael. Tentu saja karena ia tak tahu harus tidur di mana lagi? Tentu saja ada kamar tamu, tapi ... entah kenapa bibir itu terlalu malas untuk bertanya pada pelayan yang ada di kediaman itu.
Sementara itu, Kael mengepalkan tangannya. Bertanya-tanya pada diri sendiri. Apakah sudah saatnya Elika mengetahui semua kebenaran? Lagipula, hubungan dia dan Elika sejak awal memang dimulai dengan cara yang tidak benar.
Hanya membutuhkan beberapa detik untuk ia berfikir. Hingga akhirnya pria itu membulatkan tekad. Malam ini, semua harus dijelaskan. Entah gadis itu terima atau tidak.
Kael berlari masuk ke dalam kediaman miliknya. Melewati tiga anak tangga sekaligus saat berlari, hingga tiba di lantai dua.
Di saat yang sama, Elika baru saja ingin menutup pintu kamar. Dan Kael menahannya. Menahan tangan gadis itu. Kali ini, genggamannya lembut. Tidak sekeras tadi saat di bandara.
"Aku akan menceritakan semuanya padamu."
...❤︎❤︎❤︎...
...To be continued .......
But love can also be a disaster due to the hatred and resentment that lingers....
Lagian ku merasa hidup lu ga pantas utk bersanding dengan Kael bukan..
ditambah finansial orangtua lu udh ga menunjang utk hidup hadon, pergi jauh-jauh..
support dr anak satu-satunya akan lebih dibutuhkan untuk orangtuamu..
Dan tinggalkan Kael dengan seribu penyesalan terdalam karena terlalu sibuk dengan mendendam.
Indeed Love and hate have equal emotional intensity, but opposite directions, and one can swiftly turn into the other with betrayal or heartbreak