"Kamu bisa nggak jalan pake mata?!"
Tisya mengerang kesal saat bertabrakan dengan Den yang juga sama terkejutnya jujur aja, dia nggak ada niat sebelumnya buat nabrakin diri pada wanita di depannya itu.
"Biasanya saya jalan pakai kaki Bu. Ya maaf, tapi bukan cuma Bu Tisya aja yang jadi korban di sini, aku juga gitu." Den terus mengusap dadanya yang terhantam tubuh Tisya.
"Masa bodoh! Awas!" Tisya mengibaskan rambutnya ke samping.
"Khodam nya pasti Squidward bestinya Plankton tetangganya Hulk suhunya Angry bird! Galak banget jadi betina!" Keluh Den masih diam di tempat karena masih memungut tas kerjanya yang sempat terjatuh.
"Apa?? Ngomong sekali lagi, kamu ngatain aku apa???" Tisya berbalik memegang lengan Den.
"Ti-ati, nanti jatuh cinta. Nggak usah ngereog mulu kayak gitu kalo ketemu aku. Hipotermilove nanti lama-lama sama ku."
Den sudah pergi, Dan lihat.. Betina itu langsung ngowoh di tempatnya.
Hipotermilove? Apa itu?? Temukan jawabannya di sini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dfe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lowo rempong
Di belakang rumah Jiwan, Slamet, Yagsa, Cireng, Den dan Tisya sedang mengobrol santai. Semarah-marahnya para Lowo pada Den, mereka tak akan sampai mendiamkan bagian dari mereka. Laki emang gitu misuh paling keras, mengumpat tanpa memperdulikan batas kesopanan tapi setelahnya... akan kembali berpelukan layaknya teletabis yang tak bisa dipisahkan. Bukan! Setelah acara mengumpat dalam hati, ketiga Lowo langsung menghadiahi Den dengan makian secara langsung. Nice!
Tisya yang ikut bergabung bersama para Lowo sesekali terlihat tertawa, tak segarang tadi.. Tisya nggak pernah merasakan kehangatan memiliki besti koplak seperti para Lowo. Seumur hidupnya dia pakai untuk belajar, bekerja, sisanya bucin ke orang yang salah. Abis dengan semua masa-masa itu, barulah dia bertemu dengan Den. Pemuda penuh warna, ceria, slengean, sedikit begajulan tapi laki yang udah jadi suaminya itu sangat menghormati orang tua, patuh pada Tuhannya, juga punya server pertemanan yang menyenangkan. Wah.. Mbak Tisya beruntung sekali ya, dapet Den?
Nggak gitu.. Den juga berpikir jika dia sangat beruntung bisa menikahi seorang Tisya yang dia panggil Ara. Bukan karena Tisya adalah anak tunggal dari keluarga kaya raya, namun Tisya juga mengajarkan pada dirinya tentang kesabaran, meski sekarang kesabaran Tisya sudah setipis pembalut yang sering bocor tapi nggak apa-apa.. Seenggaknya dulu yang namanya Tisya pernah jadi sosok penyabar!
Selain sabar yang udah jadi fosil, Tisya juga spesial di mata Den karena dia nggak congkak, sombong, angkuh atau apapun itu sebutannya, menghargai ibunya Den sebagai orang tua sendiri. Antara Tisya dan Sundari terjalin komunikasi yang baik, meski terbilang usia pernikahan mereka masih baru.. namun Tisya menjalankan peran sebagai seorang istri dan mantu dengan baik. Nggak memamerkan dia siapa dan punya apa.. Dari pertama kali mengenal Tisya, Den malah nggak tau kalo Tisya itu anak konglomerat. Ya, biasa aja gitu vibe nya. Nggak mengbangga-banggakan dirinya atau harta ortunya.
"Mbak mbak, orang yang tadi itu beneran sodara mu ta?" Cireng bertanya pada Tisya.
"Iya. Dia adiknya papa, kenapa emangnya?" Tisya memperhatikan Cireng yang sudah berganti pakaian dengan baju dan celana milik Den.
"Yakin bukan anak pungut atau anak hasil nemu di tempat sampah? Kelakuannya kok beda banget sama bapaknya embak." Tambah Cireng membuat dia mendapat hadiah tabokan nyelekit dari tangan sakti Slamet.
"Mbok ya yang sopan to Ci. Nggak baik ngomongin orang tua kayak begitu. Hmmm.. Kira-kira nanti dikuburnya dimana ya mbak, aku tak ikut bantu tabur bunga." Slamet menatap Tisya lekat.
"Emang siapa yang meninggal?" Tisya nggak mudeng cara bercanda para Lowo.
"Itu lho om nya embak. Hidupnya bikin engap orang lain, mending pindah alam aja, dari pada tetap di dunia tapi nggak berguna buat sesama. Dunia udah capek sama pemanasan global, malah ketambahan dia yang suka manas-manasin orang. Empet banget liatnya. Kok betah sih mbak jadi ponakannya orang kayak dia. Kalo aku punya om modelan begitu, tak ajak ke pegadean. Tak gadaikan dia di sana." Cepat banget Slamet akrab sama Tisya.
Bukannya marah, Tisya malah tertawa lepas. Dia sungguh terhibur dengan adanya para Lowo sore itu di rumahnya. Kayaknya, bikin cirle pertemanan sama mereka bukan ide yang buruk.
"Den, aku tak pulang dulu ya.. Kayaknya Cantik butuh perawatan. Tadi pas mau ke sini ngambek dia, susah banget dibujuknya. Biasanya sekali pancal langsung greng. Lha tadi Cantik pake merajuk, delapan kali digenjot baru mau gerak dia." Yagsa pamit pulang.
"Cantik siapa? Pacar mu? Masa sama cewek main pancal-pancalan. Nggak boleh gitu kamu ya!" Tisya lagi yang menjawab. Padahal kan bukan dia yang diajak ngomong.
"Motornya Yagsa, Ra. Dia ngasih nama motor bebek tua itu Cantik. Entah dilihat dari mananya kok bisa dikata cantik, aku nggak paham babar blas." Den kali ini yang menjelaskan.
Tisya ber O O ria. Dia kemudian merogoh tas hitam miliknya, lalu mengeluarkan lembaran uang ratusan ribu dari dalam dompet. Dia menggenggam uang tersebut lalu menyalami Yagsa sambil berkata.. "Buat skincare'ran nya si Cantik. Biar makin semplehoy dan glowing."
"Eh apa ini mbak, enggak mbak enggak. Ini Cantik emang biasa rewel kok, nggak usah dimanjain nantik ngenlunjak dia mbak." Yagsa menolak namun matanya menatap tanpa berkedip ke arah pemberian Tisya.
"Terima! Nggak kamu terima, ya nggak usah main ke sini lagi!" Tisya melotot.
Yagsa melihat Den yang mengangkat bahunya tanda tak mau ikut campur sama titah ratu hatinya satu ini. Bukan ancaman Tisya yang membuat Yagsa merinding sehingga memutuskan menerima uang dari Tisya yang katanya adalah dana skinkeran si cantik tapi, karena sorot mata Tisya yang mirip mendiang Suzana yang berhasil menggetarkan hatinya. Takut apa geter itu ati? Ah sama aja!
Setelah Yagsa pamit dengan banyak ucapan terimakasih yang dia lontarkan, kini giliran Slamet dan Cireng yang juga meminta ijin pulang ke rumah masing-masing. Sebelum pulang, Cireng dan Slamet diberi bingkisan buah-buahan serta kue oleh mama Btari. Dia menyukai teman-teman Den yang sederhana, apa adanya ples sopan.
"Den, aku takut dikira abis ngerampok toko buah kalo bawa buah-buahan segini banyaknya Mana tadi pas salim sama mama papanya embak Titis, aku masih dikasih uang lagi. Aduh, nggak enak aku Den.." Cireng bilang nggak enak tapi wajahnya berseri-seri.
"Matamu ra enak. Rai mu lho cok ngajak senggel! Yakin njilehi banget." (artinya Den bilang kalo Cireng ganteng banget.)
"Ancen munyuk kowe ki. Nggak iso dijak baper-baperan sitik ae." (artinya Cireng mengakui kalo Den lebih tamvan dari dirinya.)
"Ci, kowe arep nek kono wae opo heh? Aku selak arep ngaritno wedus iki yo'a! Gageo!" (artinya Slamet ngajak pulang Cireng)
Cireng sedikit berlari setelah resmi berpamitan dengan penghuni rumah megah keluarga Tungga Pratama. "Sabar Met. Iki gawanku akehe mengkene, deleh ndi iki?" (Cireng bingung mau naruh pemberian keluarga Tisya di bagian motor sebelah mana)
"Sunggi wae." (Taroh kepala)
"Sunggi mata mu kui. Tau bakal dapet oleh-oleh sebanyak ini, tadi mending kita bawa bronjong aja ya Met."
"Rai gedek. Ra duwe isin. Ojo ngaku koncoku kowe. Ngisin-ngisini waris sumpah omonganmu. Lha ngopo bronjong.. dak mending nyewo engkel'e pak rt nek reti ngene!" Slamet berseloroh. Artinya timbang bawa keranjang bronjong, mending nyewa pick up milik pak rt.
Cireng tertawa brutal. Dengan kerepotan yang haqiqi, kedua makhluk itu akhirnya bisa meninggalkan rumah Tisya dengan sangat hati-hati. Beberapa kali Slamet dan Cireng disalip anak kecil yang berkendara dengan sepeda listrik lagi ngebut ugal-ugalan. Merasa jalanan punya emak bapaknya, kalo mereka jatuh yang disalahin orang lain!
kadang diem aja pasti salah sih depan emak emak yang lagi kesel apalagi ini bumil pasti mood nya naik turun,
iku ngunu hp an mumpung nunut wifi 😂