Apa yang terjadi jika Seorang Pendekar Nomer satu ber-Reinkarnasi dalam bentuk Tahu Putih?
padahal rekan Pendekar lainnya ber-Reinkarnasi dalam berbagai bentuk hewan yang Sakti.
Apakah posisi sebagai Pendekar Nomer Satu masih bisa dipertahankan dalam bentuk Tahu Putih?
ikuti petualangan serunya dengan berbagai Aksi menarik dan konyol dari Shantand dan Tahu Ajaib nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fauzy Husain Bsb, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertempuran di Hutan Saloka
Burung elang yang membawa pergi kodok bangkong itu terus melesat terbang tinggi.
Tepat seperti yang dikatakan Bhaskara, para tokoh di zamannya banyak yang bereinkarnasi menjadi hewan dengan berbagai bentuknya, dan dua hewan ini termasuk tokoh yang semasa hidupnya selalu berseberangan dengan Bhaskara.
"Kau sungguh berani mati Pragalba! kalo tidak ada aku mungkin bukan hanya kakimu yang patah, namun juga seluruh tubuhmu bisa hancur!.. " Elang besar itu membuka percakapan dengan si Kodok bangkong.
" Aku sungguh penasaran siapa tokoh lainnya yang hidup lagi seperti kita? kenapa aku tak bisa mendeteksi keberadaannya?? dan aku yakin yang tadi melukaiku pasti salah satu dari mereka!! " kata si kodok bangkong masih penasaran dengan kejadian tadi.
Tiba-tiba si kodok berkata kepada Elang, "Seno! awas!! dibelakangmu..!! " WiroSeno si Elang besar baru sadar setelah serangan itu hampir mengenai nya..
" breet!! kaaak!! "
Elang itu menjerit keras, tubuhnya terguncang hebat. Beberapa bulu emas melayang terbakar angin malam, berjatuhan ke tanah bagai serpihan bintang yang gugur.
Cengkeramannya lepas.
Kodok dan elang itu jatuh menghantam tanah keras!
"Blugh!! Blugh!!"
Keduanya merasa tubuhnya seakan remuk... namun, semangatnya seakan terbang ketika mereka mendongak dan mencari tahu siapa yang menyerangnya..
Seekor Harimau besar!! matanya tajam berkilat dan taringnya tajam mengerikan!
Wibawa harimau itu benar-benar membuat hutan terdiam.
Si Elang WiroSeno dan Kodok Bangkong Pragalba hanya bisa menunduk, seolah ruh mereka ditekan oleh aura buas yang tidak berasal dari dunia biasa.
Suara dalam bergelombang keluar dari mulut sang Harimau, tapi seakan berasal dari kedalaman bumi:
"SIAPA YANG MEMERINTAH KALIAN MEMBUAT KERUSUHAN DI DESA MANGUNTIRTO!?"
Getaran suaranya membuat dedaunan gugur tanpa angin, dan tanah seperti bergerak perlahan.
Pragalba dan WiroSeno saling melirik panik.
“Celaka…!” pikir mereka bersamaan.
“Makhluk ini… bukan harimau biasa… dia pasti... reinkarnasi dari salah satu tokoh besar zaman dulu juga!”
“JAWAB!!”
Suara menggelegar itu kembali menghantam mereka seperti tamparan guruh.
Hutan seketika jadi sunyi.
Tak ada suara jangkrik. Tak ada desah angin.
Semua hewan bersembunyi, bahkan burung hantu menutup paruhnya.
Namun tiba-tiba…
Tanah bergetar hebat.
Gemuruh seperti seribu kaki pasukan kavaleri datang bersamaan.
Suara seperti logam dipukul palu raksasa terdengar dari kejauhan.
“DUUUM… DUUUM… DUUUMMM…”
Suara itu semakin mendekat...
Lalu…
"WUUUUOSSHHHH!!"
Sosok raksasa hitam melayang di udara!
Bayangannya menutupi rembulan!
Dan ketika mendarat—
"BLAAAARRRRR!!!!"
Ledakan tanah dan debu membumbung!
Pohon-pohon besar tumbang seperti lidi diinjak!
Tubuh sang Harimau besar dan sosok hitam itu bertubrukan keras, berguling menghancurkan tanah, akar, dan batu!
Dari balik debu pekat, terdengar raungan mengerikan!
Lalu suara benturan demi benturan, suara daging yang terhantam, suara gigi saling menggesek!
Ketika debu mulai mereda...
Terlihat sosok besar itu.
Tubuhnya seperti manusia, namun berkulit arang gelap.
Matanya merah menyala.
Di punggungnya ada bekas luka besar berbentuk lambang trisula.
Tangannya besar dan kasar seperti pahatan batu. Tapi gerakannya cepat seperti kilat.
Pragalba menggigil.
“Tidak salah lagi… itu adalah Bhanu Rekso… si penghancur dari Lembah Banyu Ireng!”
WiroSeno mendesis lirih,
“Gawat... kalau Bhanu Rekso ikut muncul, ini bukan lagi pertempuran antar hewan biasa. Ini… perang antara roh-roh besar yang bangkit dari zaman silam!”
---
Debu belum benar-benar sirna…
Tapi dari balik tabir asap itu, seekor gorilla raksasa berdiri dengan megah.
Tubuh hitam legam, otot-ototnya berkilau diterpa cahaya petir.
Namun ciri yang paling mencolok adalah tulang punggung berwarna putih menyala dari leher hingga ekornya.
Inilah Bhanu Rekso, musuh lama para pendekar!
Di hadapannya berdiri seekor Harimau besar,
dengan bulu kuning keemasan dan garis-garis hitam menyala seperti petir.
Matanya penuh nyala api yang tenang namun mengintimidasi.
Dialah Gondil Laksono!
> "Bhanu Rekso… ternyata kau bangkit juga."
Suara Gondil Laksono berat, bergema seakan keluar dari palung bumi.
Bhanu Rekso menyeringai,
> "Huh… tentu. Dunia terlalu lama tenang. Sudah waktunya kusulut dengan kekacauan lagi, Gondil."
Pragalba dan WiroSeno menyaksikan dari kejauhan.
Ketakutan mereka tak bisa ditutupi.
> "Dia… dia Gondil Laksono," kata WiroSeno lirih,
"Pendekar yang melepaskan wujud manusianya untuk menjaga keseimbangan hutan suci… tapi menghilang ratusan tahun setelah dikabarkan kalah dalam perang melawan Bhanu."
Gondil menggeram pelan.
Dari tubuhnya mulai mengalir aura sinkang yang berkilat seperti api emas.
Tanah di sekitarnya mulai retak, hembusan napasnya mengguncang udara.
> "Kau telah melanggar batas dunia, Bhanu. Aku sudah mati, tapi tak tuli. Kembalinya roh-roh jahat ini bukan tanpa sebab. Siapa yang membangkitkan kalian?"
Bhanu Rekso tertawa keras.
> "Hahaha!! Dunia ini tidak membangkitkanku, Gondil…
Aku tidak pernah tidur. Aku hanya menunggu tubuh ini matang.
Dan sekarang… waktunya menguji seberapa tajam taringmu setelah ratusan tahun tidak berburu!"
BRAAKK!!
Bhanu Rekso menghantam tanah, membuat gelombang kejut menghancurkan pohon-pohon di belakang Gondil!
Namun Harimau besar itu melompat ke udara, tubuhnya berubah menjadi kilat emas.
> “RRRAAAUUUUMMMMMM!!!”
Benturan dahsyat pun tak terhindarkan!
“BLAAARRRR!!!”
Langit terbelah, petir menyambar ke segala arah, dan tanah pun memerah…
Tanda bahwa perang para makhluk reinkarnasi telah dimulai!
---
Di tengah rimba Saloka yang mulai hancur…
Dua makhluk raksasa kini saling menerkam.
Bhanu Rekso, gorila hitam legam dengan punggung tulang putih menyala, menghantam Gondil Laksono, sang harimau petir, dengan tinju seberat palu dewa!
> “BRAAAAKKHH!!!”
Tubuh Gondil sempat terpental menghantam batu cadas, membelahnya jadi dua.
Namun hanya sekejap, harimau itu sudah berdiri lagi, matanya bersinar emas.
> “GRAAAAUUMMM!!!”
Dengan kecepatan luar biasa, Gondil melesat seperti kilat—menerjang dada Bhanu!
Cakar dan taring bertemu tulang dan otot. Suara daging robek dan tulang patah memekakkan telinga!
“DUAAARRR!!”
Mereka menghantam tanah, membuat kawah besar! Pohon-pohon tumbang, sungai kecil terbelah!
Burung-burung beterbangan panik, kijang dan rusa berhamburan menyelamatkan diri.
Hutan Saloka berubah menjadi medan perang para makhluk reinkarnasi sakti!
---
Sementara itu, di tepi Manguntirto…
Shantand masih belum habis pikir pada kejadian si kodok dan elang tadi.Aneh..
Namun telinganya yang tajam mulai menangkap sesuatu…
“Dum! Dum! Dum!”
Suara getaran seperti raksasa berjalan.
Tanah di bawah kakinya ikut bergetar.
Langit malam pun tampak berpendar merah dan emas dari arah hutan Saloka.
> “Guru! Apa itu?!”
“Itu… benturan kekuatan dua tokoh besar dari masaku.
Bhanu Rekso dan Gondil Laksono.”
“Mereka... dulu manusia?”
“ya bukankah itu kakak seperguruan mu? Dia murid pertamaku" Si Gondil Laksono...
"Ayo bawa aku kesana!.. " Perintah Bhaskara.
Ingatan Shantand langsung merespon bahwa itu adalah hewannya Raden Ponggol, Ayah Silvanna!
Shantand langsung menggenggam tangan.
“Aku harus ke sana.”
> “Hati-hati, Shantand… jika kau masuk ke pertarungan itu, satu gerakan salah bisa mengakhiri nyawamu!”
Tapi Shantand tetap berlari,
meninggalkan Manguntirto,
melintasi ladang dan bebukitan,
menuju jantung hutan Saloka yang kini berubah jadi lautan api dan debu.
Di pusat desa Manguntirto, malam mulai turun perlahan…
Pak Lanselod masih sibuk mengatur para warga:
membagi tugas menggali liang kubur,
menenangkan ibu-ibu yang panik,
dan mengobati korban perang yang terluka.
Namun saat ia menoleh ke sudut halaman…
"Lho... Shantand? Ke mana anak itu?"
Ia berjalan cepat ke arah bekas tempat terakhir ia melihat Shantand berdiri, tapi yang tersisa hanya jejak kaki tergesa menuju arah hutan.
Pak Lanselod mencelos.
> “Kenapa dia malah pergi sendiri…?”
Tiba-tiba seekor kucing belang melintas dengan tatapan tajam, terlalu tajam untuk seekor kucing biasa.
Pak Lanselod menyipitkan mata.
> “Aneh… hewan-hewan ini belakangan terlalu sering berkeliaran... Dan semuanya terlihat mencurigakan…”
Ia teringat saat kadok Bangkong muncul di tengah pertemuan warga,meskipun tidak mengganggu namun tetap akhirnya diusir ke gorong-gorong. Juga Ada burung gagak berputar-putar di atas rumah Bude Patmi, dan kini kucing belang yang tatapannya seakan sedang mengamati sesuatu.
Pak Lanselod mulai menyatukan kepingan pikirannya.
> “Jangan-jangan… mereka bukan hewan biasa. Bisa jadi… mereka adalah mata-mata musuh.”
Ia menatap ke arah jejak Shantand yang menuju hutan, dan mendongak ke langit yang mulai berpendar merah keemasan dari kejauhan.
> “Celaka… Shantand, semoga kau baik-baik saja…”
Ia segera memanggil beberapa pendekar muda di desa itu.
> “Cepat siapkan kuda dan senjata! Kita harus ke arah Hutan Saloka. Sesuatu yang besar sedang terjadi di sana!”
Saat Pak Lanselod dan para pendekar muda mulai memasuki batas hutan,
udara mendadak berubah...
seperti ada gelombang energi tak terlihat yang menekan dada mereka.
Tiba-tiba salah satu pendekar menunjuk ke tanah…
> “Pak… lihat ini!”
Jejak kaki raksasa.
Namun bukan kaki harimau, gorila, atau manusia…
Pak Lanselod menunduk, memeriksa jejak itu dengan jari yang gemetar.
> “Ini... ini bukan dari dunia kita…”
Dan di balik kabut malam, sepasang mata kuning muncul di atas dahan pohon tinggi.