Proses Revisi. Disarankan jangan membaca dulu.
Alur VERY++++ Slow.
KARYA INI TERISNPIRASI DARI NOVEL KING OF GODS, KARYA FAST FOOD RESTAURANT
Weng Lou merupakan seorang anggota Klan Keluarga Weng yang berasal dari keluarga cabang. Dia berhasil masuk kedalam Keluarga Utama setelah berlatih dengan sangat keras dan menjadi seorang jenius berbakat didesanya.
Namun, dirinya yang merupakan jenius di keluarga cabangnya bukanlah siapa-siapa di keluarga utama. Banyak sekali jenius beladiri yang berasal dari keluarga utama. Namun meski begitu, ia tetap berlatih dengan keras agar tidak tertinggal dari yang lain.
Hingga suatu malam, dia mengalami kejadian aneh, dan berakhir dengan dirinya mendapatkan sebuah kitab. Kitab yang membuat kehidupannya berubah. Dari seorang pecundang, menjadi seorang jenius .
Nama kitab itu adalah "Kitab Keabadian". Dan dengan kitab itu, ia akan menuju 'Keabadian'.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noviant Juan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 34. Kembali (II) [Arc 1 End]
Ular merupakan binatang yang termasuk umum untuk ditemukan dihutan. Namun ada beberapa jenis ular yang sangat jarang ditemui yamg bisa dibilang cukup langka.
Ular Piton Putih merupakan jenis ular yang hampir sama seperti ular piton biasanya, hanya saja ada beberapa perbedaan. Yang pertama dan sekaligus yang menjadi alasan namanya Piton Putih adalah warna dari kulitnya yang berwarna putih seperti albino.
Yang kedua, ular piton putih memiliki bisa beracun, tidak seperti ular piton biasa yang hanya mengandalkan lilitan tubuh untuk membunuh mangsa mereka. Bisa mereka setara dengan bisa dari Ular King Cobra yang terkenal dengan racun mematikan mereka.
Dan ketiga sekaligus yang terakhir dan paling penting, piton putih tidak pernah bergerak sendirian mereka akan selalu bergerak berkelompok dengan jumlah yang luar biasa.
Seperti saat ini, ratusan Ular Piton Putih mengelilingi tempat berkemah mereka. Weng Lou berkeringat dingin melihat jumlah mereka semua.
Seekor Piton Putih hanya memiliki kekuatan Dasar Pondasi tingkat 1 menengah, namun bagaimana jika itu dalam jumlah ratusan, itu jelas sebuah bencana.
"Semuanya bangun!!!"
Weng Lou langsung segera berteriak kencang agar semua orang didalam tenda terbangun. Ayah Weng Lou dan Tuan Gong yang selalu waspada setiap waktu langsung terbangun begitu mendnegar teriakan Weng Lou.
Ayah Weng Lou langsung menarik tombak disampingnya dan segera keluar dari tenda sedangkan Tuan Gong segera membangunkan yang lainnya.
"Ada apa Lou'er mengapa kau berteria-"
Ayah Weng Lou belum selesai berbicara saat matanya melihat ratusan Ular Piton Putih yang mengelilingi kemah mereka.
"Apa-apaan!?!" Tuan Gong yang baru saja keluar dari tenda langsung bereaksi dengan mengangkat pedang besarnya.
"Ini..." napas Ibu Weng Lou, Weng Wan dan Weng Hua terhenti seketika melihat ratusan Ular Piton Putih.
"Dari mana datangnya semua ular-ular ini?!"
Semua orang sudah mengangkat senjata, bersiap-siap untuk bertarung. Ayah Weng Lou masih mengamati pergerakan dari ular-ular ini sampai tiba-tiba Weng Lou menepuk bahunya.
"Ayah...sepertinya mereka takut akan cahaya. Lihat, mereka menghindari ranting terbakar yang kulempar dan memasuki kegelapan," ucap Weng Lou sambil menunjukkan ranting terbakar yang ia lempar sebelumnya.
Ayah Weng Lou berpikir sebentar sebelum mengambil sebuah ranting dan membakarnya juga lalu melemparkan kearah Piiton Putih. Benar saja begitu ranting itu ditanah, Piton Putih yang berada terkena cahaya api langsung segera memasuki kegelapan.
"Kau benar Lou'er! Mereka takut akan cahaya, yang berarti selama kita tetap didekat api unggun maka kita akan aman," ucap ayah Weng Lou bersemangat.
Selama ada cahaya dari api unggun maka mereka akan tetap aman dari bahaya. Namun ada permasalahan lainnya yang mereka lupakan.
"Dan bagaimana caranya kita dapat bertahan sampai matahari terbit dengan jumlah ranting seperti itu?" tanya ibu Weng Lou.
Pertanyaan ibu Weng Lou menyadarkan ayah Weng Lou akan masalah utama mereka.
Ranting untuk membuat api unggun tetap menyala tinggal sedikit, kira-kira hanya dapat bertahan sekitar1 jam lagi, sedangkan matahari akan terbit kira-kira 2 jam lagi.
"Ah!! Aku lupa akan hal itu! Sekarang bagaimana ini?" Ayah Weng Lou menjambak rambutnya sendiri.
"Bagaimana dengan membakar sebuah pohon? Apakah itu cukup bertahan sampai pagi?" Tanya Weng Hua tiba-tiba.
"Hm? Seharusnya itu bisa. Tunggu, apa maksudmu membakar sebuah pohon-!"
Weng Hua melakukan lompatan tinggi sambil membawa sebuah ranting kayu yang terbakar dan menuju kesebuah pohon yang tumbang didekat kemah mereka. Dia segera membakar pohon itu, dan karena api yang dia bawa berasal dari tenaga dalam ibu Weng Lou yang telah berubah ke elemen dasarnya, yaitu api, apinya langsung dengan mudah membakarnya.
Walaupun itu sudah cukup membuat mereka terkejut, nyatanya ada hal yang jauh lebih membuat mereka terkejut.
Weng Hua mengambil kuda-kuda dan seketika langsung menendang pohon yang terbakar itu kearah kemah mereka.
Dari semua orang yang ada disitu hanya Weng Lou yang menyadari rencana Weng Hua dari awal, sehingga disaat semua orang terkejut atas aksinya dia sudah langsung bergerak merubuhkan tenda.
Dan untungnya Weng Lou tepat waktu, karena beberapa detik kemudian pohon yang ditendang oleh Weng Hua mendarat dilokasi dimana tempat tenda mereka berdiri sebelumnya.
"Cepat Hua!"
Weng Lou berteriak kencang memanggil Weng Hua dan membuatnya terheran-heran. Dia tidak sadar bahwa api dirantingnya sudah akan padam.
"Jangan bercanda!!"
Weng Lou segera memakai pernapasan pertama dalam Teknik Meringankan Diri dan melesat dengan sangat cepat kearah Weng Hua, begitu sampai dia langsung menggendong Weng Hua layaknya seorang putri digendong oleh pangeran impiannya.
Weng Lou memacu kakinya dengan sangat cepat berusaha sebisa mungkin agar tidak diserang oleh puluhan Ular Piton Putih disekitarnya.
Disisi lain, Weng Hua yang digendong oleh Weng Lou tanpa disadari wajahnya memerah saat memandangi wajah Weng Lou yang hanya satu jengkal saja dari wajahnya.
Dia menutupi mukanya dengan kedua tangannya karena tidak mau sampai di lihat oleh Weng Lou.
"Hap...kita sampai," Weng Lou menurunkan Weng Hua yang masih menutupi wajahnya.
"Hm? Kau kenapa Hua?"
Yang bertanya adalah Weng Wan. Dia sudah dari tadi memperhatikan setiap gerakan yang dilakulan oleh Weng Lou, berharap dapat belajar sesuatu dari itu.
"Bu-bukan apa-apa!" Weng Hua langsung memalingkan mukanya dari semua orang.
"Yah terserahmu saja."
Merekapun mulai menunggu matahari terbit sambil mengemas tenda mereka dan barang-barang lainnya.
Beberapa jam kemudian, matahari mulai terbit dan menyinari padang rumput tempat mereka bermalam.
Ratusan Ular Piton Sebelumnya sudah kembali ketempat asalnya yang ternyata adalah sumur tua yang ditemukan oleh Weng Wan dan Weng Lou sebelumnya.
"Jadi bunyi desisan kemarin itu berasal dari ular-ular putih itu. Untung saja aku tidak sampai berbuat lebih jauh kemarin," Weng Wan tampak lega.
Dia bersyukur karena tidak membuat ratusan Ular Piton Putih yang tinggal disitu terganggu dan menyerangnya, jika tidak, mungkin dia akan berakhir dengan kematian instan karena keracunan.
"Ayah."
"Ya? Ada apa Lou'er?"
"Aku tau mungkin ini terdengar sedikit gila, tetapi apa kita bisa membakar mereka semua?" Tanya Weng Lou sambil menunjuk kearah sumur tua kemarin.
Semuanya terdiam dan terkejut mendengar pertanyaan Weng Lou.
Membakar semua Ular Piton Putih? Itu mungkin adalah jasa terbesar di Kota Bintang Putih, karena setiap tahunnya puluhan orang meregang nyawa karena spesies ular satu ini.
"Itu ide yang bagus, tetapi seperti yang kita pernah diskusikan sebelumnya, kita tidak membunuh binatang buas hanya untuk alasan tidak jelas seperti itu.
Memang benar dengan membunuh ratusan Piton Putih itu maka akan banyak nyawa yang selamat, tapi kau tidak bisa merubah susuan hukum alam, yang kuat yang memerintah dan berkuasa.
Yang kuat memangsa yang lemah. Jika kau mengganggu sedikit saja hal itu, maka akan tercipta sesuatu yang tidak kau dan ayah harapkan."
Ayah Weng Lou tak membahas lebih jauh hal itu, dia segera menaikkan kembali barang-barang mereka kedalam kereta kuda. Untungnya kuda mereka tidak ada yang di serang oleh Ular Piton Putih.
Mereka hari ini bisa dibilang sangat beruntung karena bisa selamat dari serangan dari Kawanan Ular Piton Putih. Biasanya, biasanya setiap kali ada serangan kawanan Ular Piton Putih, maka akan berakhir dengan pembantaian.
Entah itu dari pihak manusia ataupun Piton Putih, kedua pihak merupakan musuh utama disetiap kesempatan.
***
Diperjalanan kembali ke Kota Bintang Putih, Weng Lou, Weng Wan, dan Weng Hua duduk diatas atap kereta sambil berbincang-bincang.
"Hei kau baik-baik saja? Dari tadi wajahmu merah terus, apa kau sakit? Atau jangan-jangan kau terkena gigitan ular?" Tanya Weng Lou sambil memeperhatikan Weng Hua yang dari tadi menghindari tatapan Weng Lou.
"Ti-tidak..aku baik-baik saja, sungguh!"
"Kau yakin?" Kali ini Weng Lou mendekatkan wajahnya kearah wajah Weng Hua.
Wajah Weng Hua seketika semakin memerah dan rekflek menendang tubuh Weng Lou hingga terlempar dari kereta kuda.
"Waahh Lou!" Weng Wan langsung segera memegangi salah satu tangannya dan menariknya kembali.
Hap...
Weng Lou kembali duduk diatas atap kereta, "Apa-apaan itu? Kenapa kau menendangku?!"
"Lou bodoh!" Weng Hua langsung membuang wajah dari Weng Lou dan memilih masuk kedalam kereta bersama ibu Weng Lou.
Weng Wan dan Weng Lou yang melihat ini hanya melihat dengan heran.
"Aku tidak tau apa yang dia pikirkan saat menendangku tadi, jika saja kau tidak langsung menarikku kembali mungkin aku akan menabrak pohon-pohon besar itu."
"Mungkin dia sedang patah hati. Para gadis seusia kita kebanyak melewati masa-masa itu," kata Weng Wan dengan wajah biasanya.
Weng Lou menatapnya aneh dan memilih kembali berlatih Teknik Pembersih Jiwa sambil menunggu mereka kembali tiba di Kota Bintang Putih.
Sore harinya, mereka telah tiba di Kota Bintang Putih tanpa hambatan yang berarti, hanya sesekali mereka berpapasan dengan binatang buas biasa seperti serigala dan harimau.
Namun hanya dengan satu serangan berhasil dibunuh oleh Weng Wan yang memang meminta dirinya yang turun tangan untuk mengurusi binatang buas yang memiliki kekuatan setara atau dibawahnya.
Ini untuk melatih teknik bertempurnya dan sekaligus melatih pergerakannya. Dan juga Weng Lou memang memnitanya untuk sering melatih teknik bertempur miliknya yang bisa dibilang sangat pemula itu.
"Ha.. akhirnya aku dapat terbebas dari binatang buas memuakkan itu. Kurasa aku akan tidur 2 hari 2 malam begitu sampai kerumah," kata Weng Lou sambil berdiri diatas atap kereta kuda.
"Lalu latihanku bagaimana jika kau tidur selama itu?"
"Kau bisa berlatih bersama Hua bukan? Aku sudah memberikan kalian berdua sumber daya yang sama banyaknya, jadi jangan ganggu aku."
"Cih...apa boleh buat. Tapi kau jangan menyesal saat kita bertemu lagi, mungkin kau akan menagis karena aku akan melewati tingkat praktikmu!" Weng Wan membusungkan dadanya dan nenunjuk Weng Lou
"Ya, berlatihlah sebisamu. Karena begitu aku mulai berlatih kembali kau akan merasa langit begitu tak adil," jawab Weng Lou sambil mengayunkan tangannya.
Kereta mereka pun memasuki gerbang kota dan langsung segera menuju kearah kediaman Klan Keluarga Utama Weng.
"Selamat tinggal beruang sialan, saat kita bertemu lagi aku pasti membunuh seluruh keluargamu yang sangat kau cintai itu," kata Weng Lou sambil menyeringai kearah luar gerbang kota.
Diantara semak-semak diluar kota, seekor Beruang Iblis Hitam bertanduk 3 menatap Weng Lou yang seolah-olah menantangnya.
"Manusia sialan, begitu kita bertemu kau akan tau apa itu rasa takut akan kematian." Beruang Iblis Hitam itu kembali memasuki kedalaman Hutan Kematian dan meninggalkan lokasi Kota Bintang Putih.
Masing-masing dari mereka berjanji untuk saling membunuh begitu bertemu kembali. Namun Weng Lou tak terlalu menghiraukan hal itu, dia lebih memfokouskan dirinya pada hal yang akan segera tiba.
Acara Pertandingan Keluarga Weng.
***
Arc 1 Perjalanan Menuju Keabadian
Serangan Binatang Buas(END)