Jelita Pramono seorang gadis periang, namun jangan sampai kalian mengusik nya, apalagi keluarga maupun orang yang ia sayang disekitarnya. Karena jika kamu melakukannya, habislah hidupmu.
Hingga suatu hari, ia sedang pergi bersama kakak nya, tapi di dalam perjalanan, mobil mereka tertabrak mobil lain dari arah belakang. Sehingga, Jelita yang berada di mobil penumpang mengeluarkan darah segar di dahi nya dan tak sadarkan diri.
Namun, ia terbangun bukan di tubuh nya, tapi seorang gadis bernama Jelita Yunanda, yang tak lain merupakan nama gadis di sebuah novel yang ia baca terakhir kali.
Bukan sebagai pemeran utama atau si antagonis, melainkan figuran atau teman antagonis yang sikapnya dingin dan jarang bicara sekaligus jarang tersenyum.
Mengapa Jelita tiba-tiba masuk kedalam novel menjadi seorang figuran? Apa yang akan terjadi dengannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lily Dekranasda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Diary
Laura merebahkan dirinya di atas sofa kamarnya, masih mengenakan seragam sekolah yang sedikit kusut. Pelipisnya terasa sedikit berdenyut, tapi air dingin yang sempat ia ambil dari kulkas sebelum naik ke lantai atas cukup membantu menyegarkan tubuhnya yang lelah.
"Fiuh." gumamnya, meneguk sisa air dalam botol sampai habis.
Ia menatap langit-langit kamar yang bergaya elegan klasik dengan aksen warna emas dan putih. Ini bukan rumahnya. Ini bukan kamarnya. Dan yang jelas, ini bukan tubuhnya.
Laura bangkit perlahan, berjalan mengelilingi ruangan. Ia menyusuri tiap sudut kamar, membuka laci-laci meja rias, rak kecil di sisi tempat tidur, bahkan lemari yang penuh pakaian berjejer rapi.
"Apa Jelita nggak punya catatan pribadi, ya? Orang kayak dia biasanya suka nulis hal-hal penting atau rahasia," gumam Laura pelan sambil mengerutkan kening.
Ia terus mengacak-acak, namun tetap hati-hati agar tak terlihat seperti membongkar. Hingga akhirnya, matanya menangkap sesuatu.
Sebuah buku.
Letaknya tersembunyi di bawah tumpukan scarf dalam laci bagian bawah lemari kecil. Buku itu berwarna hitam pekat, dengan kuncian kecil di pinggirnya.
“Ini dia!”
Laura menatap buku itu lekat-lekat, jantungnya sedikit berdetak lebih cepat.
"Buku diary?" bisiknya penuh antusias. “Kalau ini benar, aku bisa tahu semua isi hidup Jelita. Semua!”
Ia duduk kembali di sofa, meletakkan botol kosong ke meja. Buku itu ia pangku, tangannya sedikit gemetar saat menyentuh penutupnya.
Tanpa pikir panjang, ia membuka penguncinya dengan kuku jari, beruntung tidak terkunci.
"Yess, nggak pakai gembok," senyumnya miring, licik.
Satu halaman ia buka pelan. Tulisan tangan rapi berjejer dengan tinta hitam. Di sana tertulis tanggal kapan Jelita menulis nya.
11 Januari 2025
Hari ini aku ingin menulis sesuatu yang membuat jantungku deg-degan setiap kali mengingatnya.
Aku menyukai cowok dingin di geng kakak kembarku. Namanya Devano. Dia selalu terlihat cuek, pendiam, dan sulit ditebak. Tapi entah kenapa, mataku selalu mencari sosoknya di tengah keramaian. Mungkin karena dia satu-satunya yang tak pernah memuji seperti yang lain. Tapi justru itu yang membuatku penasaran.
Setelah bertahun-tahun hanya menyimpan rasa, tiba-tiba, dia mengajakku kencan.
Astaga, aku bahkan sempat berpikir ini hanya mimpi. Tapi ternyata bukan.
Dia benar-benar menjemputku sore itu, naik motornya seperti biasa, dengan ekspresi datar. Tapi begitu kami sampai di tempat tujuan, taman rahasia di balik bukit belakang sekolah, dia menunjukkan sisi yang berbeda. Ia membelikan aku es krim, membiarkanku tertawa puas, dan bahkan memotretku diam-diam.
Lucu, katanya singkat saat aku protes soal fotonya yang tiba-tiba.
Itu pertama kalinya hatiku sehangat ini.
Kami mulai berpacaran sejak hari itu. Tapi kami sepakat untuk tidak mengumumkannya. Bukan karena malu. Tapi karena kami ingin menikmatinya diam-diam, seperti rahasia manis milik berdua.
“Ah... ternyata mereka benar-benar pacaran.”
ucap Jelita menatap tulisan itu dengan tatapan kosong, mengingat kembali ucapan Devano di rumah sakit, yang saat itu hanya ia anggap sebagai kebohongan.
“Jadi, dia gak bohong waktu itu.” gumamnya pelan.
24 Januari 2025
Devano mengajakku liburan berdua!
Dia tahu aku suka laut. Jadi dia menyewa kapal kecil dan membawa aku ke pulau terpencil—bukan tempat wisata, tapi tempat tenang yang bahkan Google Maps pun tidak bisa temukan dengan jelas.
Sepanjang perjalanan, dia hanya bicara seperlunya. Tapi semua sikapnya, penuh perhatian. Dia menyiapkan bekal sendiri (aku sempat tak percaya itu dia yang masak), bahkan memakaikan aku jaket saat angin laut terlalu dingin.
Kami duduk di atas pasir putih sambil memandang laut. Saat itu, dia menggenggam tanganku untuk pertama kalinya.
"Kamu bikin aku tenang, Honey."
Hanya itu kalimatnya. Tapi cukup membuat pipiku merah sepanjang hari.
Saat malam tiba, kami tidur dalam tenda kecil. Tak ada yang terjadi, Devano terlalu sopan untuk menyentuhku sembarangan. Tapi aku tahu, malam itu, aku merasa paling aman.
“Oh my God, ini sweet banget sih.” ucap jelita, membaca kalimat demi kalimat dengan senyum mengembang.
15 Februari 2025
Hari ini aku ingin menuliskan tentang seseorang.
Namanya Laura. Murid baru yang awalnya kukira manis dan sederhana. Tapi ternyata, hanya orang yang buta yang bisa berpikir begitu. Termasuk... Verrel.
Verrel adalah tunangan sahabatku, Meyriska. Mereka memang dijodohkan sejak kecil, tapi hubungan mereka baik. Bahkan bisa dibilang terlalu baik. Mereka saling percaya, saling mendukung, dan... saling jatuh cinta.
Tapi Laura datang seperti badai.
Dia berpura-pura lemah. Menangis di depan umum. Menyenggol lalu pura-pura jatuh. Bahkan mulai sering 'kebetulan' bertemu dengan Verrel di tempat-tempat yang nggak masuk akal.
“Wah,, mulai gelap nih!” ucap Jelita tanpa sadar.
Aku sempat diam. Kupikir mungkin aku terlalu cepat menilai. Tapi lama-lama... sikapnya semakin mencurigakan.
Apalagi ketika Verrel mulai lupa tanggal penting Mey. Dan saat aku menegurnya, dia hanya bilang, "Laura banyak masalah, kasihan dia."
Kasihan?
Kenapa harus selalu perempuan yang berpura-pura sedih yang mendapatkan simpati? Kenapa harus selalu perempuan yang memakai air mata sebagai senjata yang dianggap murni?
Kalau dia terus seperti ini, aku... aku tak tahu akan mengatakan apa lagi.
“Kasihan?? Sama cewek pick me? Dikira yang punya masalah cuma Laura doang apa. Cuih!” ucap Jelita.
11 Maret 2025
Hari ini genap dua bulan kami berpacaran.
Aku dan Devano semakin hari semakin saling menyayangi. Entah sejak kapan, rasanya hidupku jadi lebih berwarna. Devano yang dulu dikenal dingin, sekarang menjadi sosok yang paling hangat untukku. Setiap hari, tak pernah absen dari kata "aku sayang kamu" atau "aku cinta kamu." Kalimat sederhana itu jadi candu. Menguatkanku saat lelah, menyelimutiku saat ragu.
Hari ini, saat kami pulang bareng dari markas, dia menghentikan motornya di bawah pohon besar dekat danau kecil. Tempat biasa kami menyendiri.
Dia menatapku lama... dan perlahan, mengecup pipiku.
Singkat. Lembut. Tapi cukup untuk membuat jantungku seperti meledak.
Aku terdiam terlalu lama sampai dia tertawa pelan, "Gak usah bengong, nanti masuk angin."
Dia memang bukan tipe yang romantis, tapi... hatinya, hanya aku yang tahu sehangat itu.
Aku bahagia. Sangat bahagia.
“Aww... jadi Devano dulu bener-bener sweet ya...”
Dia memeluk bantal, senyum pahit mengembang.
nanti pasti nangis.. duh bawang nya banyak bgt sih kak... huhuhu.. mblebes di pojokkan kasur ini😭😭😭😭
next trus up ny ya....
semangat ya buat ceritanya Thor 💪😊👍
semangat terus ya buat ceritanya Thor
Thor yg baik hati, suka menabung, tidak sombong.. banyak banyak ya up nya Thor 🥰🥰🥰