Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.
Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.
Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26
Harry kembali ke rumah dalam keadaan lelah, sebelum ia menitipkan mobilnya di garasi rumah depan sebab mobil itu tak bisa masuk ke area kostnya yang masuk keganggu sempit. Saat Harry membuka pintu, tiba-tiba ia menemukan sepucuk surat didalam amplop dibawah pintu. Mungkin seseorang meletakkannya saat mendapati Harry tak berada disana. Harry meraih amplop berwarna putih tanpa pengiriman itu, di tekannya saklar lampu didinding dan segera membuka secarik kertas berisi surat itu.
"Maaf mengabari mu lewat surat, Pak Carlos memintamu untuk kembali ke rumah. Besok, datanglah ke stasiun kereta api gerbong delapan dan temui seseorang disana, beliau akan membawamu ke rumah dengan aman!"
Mata Harry mendadak segar, dia segera keluar dan memeriksa apakah pengirim surat itu masih berada disana. Nihil, tak ada seorangpun disana kecuali pemilik kost paling ujung dilantai bawah.
"Riko!" Panggil Harry, lelaki bernama Riko itu menoleh pada Harry dilantai dua.
"Apa kau melihat seseorang mendatangi kamar kost ku?" Tanyanya dijawab lambaian tangan oleh lelaki itu.
Harry mengangkat jempolnya pada Riko tanda ia mengerti, kembali dilihatnya surat itu lalu meremasnya sebelum akhirnya ia membuangnya ketempat sampah. Harry melepas pakaiannya hingga hanya menyisakan celana pendek hitam dan kaos polos berwarna putih, dengan cekatan ia merapikan dan membersihkan seluruh sudut ruangan itu sebelum akhirnya ia masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya, didalam ruangan persegi dengan ukuran 1.5 x 1.5 itu ia memamerkan kotak-kotak kecil di perutnya langsingnya didepan cermin.
"Kembali ke rumah? Hahahaha, lucu sekali!" Ucapnya menyunggingkan bibir seksinya.
Ia mengguyur dirinya dengan air, menyeka setiap debu di lekukan tubuhnya sambil bersiul pelan mengisi keheningan dikamar kontrakan dua ruangan itu. Tak lama Harry keluar dari kamar mandi dengan balutan handuk di pinggangnya, kaki panjangnya melangkah kedalam kamar dan menyalakan kipas angin diatas meja kecil, rambutnya yang setengah kering melambai-lambai diterpa angin. Harry mulai membuka satu persatu skincare miliknya yang berada di laci meja, dengan cekatan mengaplikasikan krim dan gel itu pada kulit mulusnya, lengkap dengan body lotion yang dapat mengencangkan dan mencerahkan kulitnya juga sebuah produk untuk bibir guna memberi kesan keseksian pada lelaki berumur dua puluh lima tahun itu.
***
Keesokan harinya Harry bangun lebih awal, ia keluar dari kamar kostnya dengan penampilan rapi dan wangi, saat ia berjalan menuruni anak tangga ke lantai satu, para tetangganya dapat mencium aroma tubuhnya yang cool. Tujuan Harry pagi ini adalah menjemput sangat kekasih tercinta ke rumah sakit, mobilnya yang berwarna putih tampak serasi dengan setelan jas putih yang dikenakannya, begitu ia sampai dirumah sakit ia melihat Nadia berdiri dihalaman sembari menunggu kedatangannya.
"Sayang!" Panggilnya dari dalam mobil, Nadia menoleh lalu bergegas menghampiri Harry.
Begitu membuka pintu mobil, Nadia sekali lagi terpana dengan pesona ketampanan Harry, matanya berbinar menandakan kalau ia benar-benar tertarik pada lelaki yang menjadi pacar kedua sekaligus calon suaminya tersebut.
"Kamu tidak lupa ini hari apa kan, sayang? Ayo masuk dan bergegas pergi!" Ucap Harry menyadarkan calon istrinya dari lamunannya.
"Ohh iya!" Jawab Nadia gugup.
Ia merasakan dadanya berdegup kencang saat ia duduk di samping Harry, sambil mencuri-curi pandang, Nadia menatap kagum pada Harry.
"Tampan, seperti aktor tampan di film romantis, astagaaa jantungku, tenanglah, kendalikan suaramu, jangan terlalu keras menyuarakan rasa sukamu!" Batin Nadia menggigit bibirnya sambil terus menatap Harry.
Tak lama Harry dan Nadia berhenti di salah satu bangunan di tengah kota, bangunan itu memiliki sebuah kaca transparan berukuran besar yang memperlihatkan beberapa gaun mewah berwarna putih yang di desain semenarik mungkin. Harry membukakan pintu mobilnya untuk Nadia, dengan hati-hati membantu gadis itu keluar dari dalam mobil dan menuntunnya masuk kedalam bangunan itu dengan penuh semangat.
"Tempat apa ini?" Tanya Nadia dalam hati.
Gaun-gaun mewah diruangan yang luas itu tampak memukau, Harry terus membawa Nadia memasuki lebih dalam bangunan itu, mereka naik ke lantai dua dan segera disambut dengan tepuk tangan meriah dari orang-orang yang berkumpul diatas tangga.
Harry tersenyum menunjukkan Nadia pada orang-orang disana, tak lama dua orang wanita datang dan menarik Nadia dengan lembut dari tangan Harry. Gadis itu mengerutkan keningnya sambil menoleh pada Harry yang hanya diam melihatnya pergi dengan kedua wanita berpakaian putih hitam itu.
Ketiganya berhenti disalah satu ruangan dibalik tirai pembatas ruangan itu dan ruangan tempat kini Harry berada, dihadapannya Nadia telah terpajang sebuah gaun putih panjang yang menarik perhatiannya.
"Nyonya, biar kami bantu anda memakainya!" Ucap salah satu dari kedua wanita itu sambil membawa Nadia mendekati gaun tersebut.
"Eits.... tunggu dulu...."
"Aku belum mandi!" Ucap Nadia membuat kedua wanita itu tertawa kecil.
"Kalau begitu biar kami membantu anda mandi, Nyonya!" Ucap keduanya serentak.
Nadia diseret pelan menuju bak mandi dibelakang ruangan, gadis itu terkejut saat kedua wanita yang membawanya tadi dengan lembut dan cekatan membantu Nadia membersihkan dirinya, mengganti semua pakaian kecilnya dengan pakaian kecil yang baru lalu mendandaninya sebelum akhirnya mereka memasangkan gaun indah tadi pada tubuh ramping gadis tersebut.
Dua puluh menit kini berlalu dan tirai pembatas itu terbuka perlahan, lelaki yang duduk diatas sofa tampak tak bersabar untuk melihat gadis pujaan hatinya. Begitu tirai terbuka sempurna, Harry berdiri dari sofa, kedua matanya tertuju pada gadis cantik dihadapannya.
"Apa ini kamu.... Nadia.....?" Tanya Harry tak percaya dengan apa yang dilihatnya kini.
"Apa ada yang salah denganku?" Kini giliran Nadia yang bertanya sebab Austin tak berhenti menatapnya.
Harry menggelengkan kepalanya, kakinya melangkah mendekati Nadia, mata mereka saling beradu menatap keindahan satu sama lain, suara tepuk tangan memeriahkan ruangan itu.
"Bagaimana kau bisa terlihat begitu cantik, sayang!" Bisik Harry pelan sembari melingkarkan kedua tangannya pada pinggul ramping Nadia.
Gadis itu tersipu malu menatap wajah tampan Harry, tak lama Harry meletakkan tangannya dibelakang leher Nadia lalu dengan lembut mengecup bibir mungil gadis tersebut, sorak sorai kegembiraan terdengar mengisi ruangan, hari itu Harry dan Nadia melangsungkan pernikahan mereka secara rahasia, menyatukan hati menjadi sebuah keluarga kecil seperti impian semua pasangan didunia ini.
***
Waktu melesat begitu cepat dan kini Arda,
Ardi dan Andre bisa kembali ke rumah, mereka menaiki mobil Harry. Lelaki muda itu begitu ramah menyapa ketiga anak remaja itu. Ditengah perjalanan mereka bertemu dengan Danu yang juga baru pulang dari rumah sakit, ia duduk dibelakang Laura menggunakan sebuah motor matic.
"Untung Nadia tidak ikut!" Ucap Harry bergumam.
Setelah sampai dirumah, Harry membantu ketiga anak remaja itu turun dari mobil, setelah memasuki rumah, Rina menyambut mereka dengan senyuman hangat. Dimeja dapur sudah tersedia berbagai macam makanan, Laura memasaknya sejak subuh tadi sebelum ia dan Harry pulang ke apartment.
"Ayo, makan dulu!" Ucap Nadia.
"Kak, Papa dimana?" Tanya Ardi.
"Papa lagi ada urusan kerumah kepala sekolah!" Jawab Rina.
Ardi mengangguk pelan lalu duduk di kursi diikuti Arda dan Andre yang sampai saat ini belum dijenguk atau dihubungi oleh orangtuanya. Mereka berkumpul bersama dimeja makan, menikmati makanan rumahan yang sudah beberapa hari ini tidak mereka nikmati.
"Ayo dimakan, Harry!" Ucap Rina menambah lauk diatas piring Harry.
Lelaki itu mengangguk tersenyum lalu melirik Nadia, mengedipkan matanya beberapa kali.
Sementara disisi lain saat ini Laura tengah kesusahan bangun dari tempat tidur disebabkan oleh kehamilannya, perutnya belum membesar namun badannya terasa berat untuk beraktifitas. Ia kesal sebab sejak tadi ia berusaha membangunkan Austin namun lelaki itu tak kunjung bangun. Laura melirik bagian kaki Austin yang masih membengkak, sekali lagi ia berusaha membangunkan Austin namun suaminya tersebut tak kunjung bangun hingga akhirnya ia memukul kaki bengkak Austin.
"BANGUN!" Pekiknya.
"Aaaaa Mama.... " teriak Austin, ia meringis kesakitan memegangi kakinya yang bengkak, muncul memar kemerah-merahan disana.
"Laura, apa yang kau lakukan?"
"Lairi, ipi ying kiu likikin?" Ucap Laura menirukan gaya berbicara Austin.
"Dibangunin dari tadi, bukannya bangun malah asik ngorok, anak kamu ini loh bikin masalah aja pagi-pagi. Bikin susah!" Bentak Laura menunjuk perutnya.
"Dasar bodoh, hehhhh itu anak belum tahu apa-apa, Laura. Jangan nuduh-nuduh dia begitu, masalahnya itu bukan di perutmu, tapi diri kamu sendiri!" Balas Austin kesal.
"Sudahlah, tidak ada gunanya menikah denganmu, hanya menyusahkan saja. Pergi saja ke rumah orang tuamu!" Pekik Laura beranjak dari tempat tidur.
Austin mengerutkan keningnya menatap kepergian Laura keruang tengah rumah mereka, lelaki itu memanyunkan bibirnya sambil menatap bingkai foto diatas meja, potret dirinya dan Laura saat mereka masih dalam masa berpacaran dibelakang Nadia beberapa bulan lalu.
"Huffff!" Gumamnya membuang nafas panjang.
"Tak kutemukan kecocokan diantara kami setelah menikah, Laura hanya menang di rupa saja, kepribadiannya sangat buruk, hanya menonton televisi dan bermain ponsel seharian tapi rumah sudah seperti kandang kambing saja. Suami tidak pernah disuguhi kopi atau makanan. Mama.... aku tidak suka dia.... aku mau mencari istri baru.... " ucap Austin lalu berbaring lemas menatap langit-langit kamarnya.