Menjadi anak haram bukanlah kemauan Melia, jika dia bisa memilih takdir, mungkin akan lebih memilih hidup dalam keluarga yang utuh tanpa masalah.
Melia Zain, karena kebaikan hatinya menolong seseorang di satu malam membuat dirinya kehilangan kesucian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31
"Jangankan untuk membeli gaun mahal itu, aku bahkan bisa membeli toko ini. Kita lihat saja nanti dan kalian, aku harap kalian berhenti menindas aku dan ibuku." kecam Melia emosi.
Tangannya meraih ponsel yang ada di dalam tas.
Mendengar perkataan Melia, membuat dahi Lyn dan Liona mengernyit. Namun, mereka tetap tak prcaya dengan perkataan gadis itu.
Melia meraih ponsel, Sintia berulang kali mengajaknya pulang. Namun, perkataan Lyn membuat Melia kegerahan dan emosi, tak ingin terus menerus di tindas kali ini ia ingin membuat pelajaran untuk istri sah sang ayah.
"Pulang, Mel. Kita nggak bisa lawan mereka," ucap Sintia berbisik.
"Tenang aja, bu. Aku punya ide." Melia mencari nomor kontak Kevin di ponselnya, hya ia tahu hanya laki-laki itu yang bisa menolongnya saat ini. Kevin memiliki kekuasaan dan harta berlimpah. Seharusnya, ia tak akan marah hanya karena masalah ini.
Terdengar gelak tawa mengejek, siapa lagi kalau bukan Lyn dan Liona.
"Udah, Ma. Nggak mungkin kan dia mampu, ck!" decak Liona tertawa remeh.
"Laki-laki sialan mana yang mau menuruti dirinya yang kampungan itu, ptpff..." sambung Liona lagi.
"Mbak, tolong antar ibu saya istirahat sebentar. Aku akan menelpon seseorang." pamit Melia seraya menghubungi nomor Kevin, namun tak ada sahutan di seberang sana. Melia berdecak,, jangan sampai Kevin mengabaikannya kali ini. Ia tak akan menyerah begitu saja melawan Lyn.
"Duh, gawat kalau sampai gak diangkat sama kutub, bisa mati malu aku pula sama nenek lampir itu." Melia menggerutu.
Menatap layar ponsel harap cemas, sudah puluhan kali ia memanggil. Namun, tak ada jawaban dari seberang sana.
"Ish ngeselin nih, balas dendam jangan-jangan." gerutu Melia. Masih harus terus dicoba dan ia tidak akan menyerah.
Liona tertawa mendengar hal konyol yang di lakukan oleh Melia.
"Sudahlah, menyerah saja. Jangan pura-pura kaya, kalau hasilnya cuma malu-maluin." Ejek Liona.
"Nah, bener. Cuma gaun ini. Lebih baik pulang dan beli daster di pasar tradisional." Sindir Lyn kala melihat Melia terus berusaha menghubungi seseorang. Ia melipat tangan di dada, tertawa puas. Belum cukup rasanya jika belum melihat Melia dan Sintia menderita.
"Ma, lihat deh. Udah tau mahal. Masih gak mau ngalah, diajak lelang gak mau, malah kata mau beli toko. Dia pikir beli toko ini ibarat beli onde-onde di pasar haha." Tawa jahat Liona.
Plak....
"Lebih baik diam, jika tidak tau apa-apa." protes Melia menampar pipi Liona.
"Beraninya kamu," ucap Lyn tak terima, namun saat hendak membalas, tangan Melia dengan sigap menangkisnya.
"Jauhkan tangan kotor anda itu, nyonya Lyn."
Lyn terbahak, "Mel Mel, apa kamu begitu tidak tahu dirinya meminta laki-laki sial itu membeli toko branded ini? Ingat ya toko ini adalah chain store, memiliki chain dimana-mana. Jadi mana mungkin jikalau ia akan membelikanmu sebuah toko?"
"Aku tahu, dan sangat-sangat tahu Nyonya."
"Ck! Jika tahu, aku sangat yakin kalau laki-laki itu tidak akan mengeluarkan uang untuk membeli semua chain toko branded ini hanya untukmu, lagi pula kamu kan cuma..." Dua orang itu tertawa, mencibir Melia yang tampak semakin geram.
Melia masih terus berusaha menghubungi Kevin.
Sementara Lyn dan Liona melirik sebentar, ingin melihat seperti apa tindakan pria itu nanti. Sebelumnya, ia bisa melihat kalau Kevin sangat menyayangi Melia. Tidak tahu juga kalau harus membeli toko ini demi gadis itu. Karena toko yang saat ini mereka datangi adalah toko branded dengan chain dimana-mana. Lyn yakin Kevin tidak akan melakukan hal bodoh dan mengeluarkan uang banyak demi gadis itu.
"Kita lihat aja, bagaimana laki-laki itu menangani dirimu, jika dia berani mengeluarkan uang untuk dirimu. Sudah dipastikan posisimu cukup penting dalam hidupnya, tapi jika tidak jangan berharap pulang masih mempunyai muka." batin Lyn, ingin sekali rasanya terus mentertawakan Melia.
Namun, jika terlalu menunjukkan kebencian ia juga tak ingin Liona curiga. Lantaran setahu putrinya, mereka hanya kebetulan berebut gaun. Bukan karena masalah lain yang sebenarnya membuat Lyn muak dan emosi meski hanya melihat wajah Melia.
Alasannya jelas, tentu karena wajah Melia hampir mirip dengan Bram. Dan ketika melihat itu bayangan pengkhianatan Bram mengusik. Mengobarkan api membara dalam hatinya, hingga ingin sekali terus menerus membuat Melia menderita bahkan lenyap dari muka bumi.
"Duhhh, udah puluhan kali dan dia malah nggak jawab telponku, apa dia sengaja. Aku harus baik-baikin bang Kevin nih biar bisa balas dendam mamak lampir." Decak Melia, ia bahkan sempat memelototi ponselnya.
"Hahaha, mau minta bantuan laki sialmu itu? ceh, kau pikir seberapa berharganya dirimu dimatanya, hanya sebuah pion pajangan yang disimpan. Setelah bosan dibuang." Melihat Melia yang gusar saat mencoba menghubungi Kevin. Senyum kemenangan terbit di sudut bibirnya.
Sementara di LS Group, Kevin Reyhan Louis berjalan bersama Alan menuju sebuah ruang rapat.
"Dokumennya sudah siap?" tanya Kevin kepada Alan.
"Siap, seharusnya rapat hari ini berjalan sempurna," ucap Alan begitu percaya diri.
"Sudah dipastikan, jika gagal. Kau orang pertama yang salah."
"Aku? Kok aku?" tanya Alan, bukankah Kevin sendiri yang menghandle dia cuma sebagai pesuruhnya kali ini.
Kevin terkekeh, ia meraba ponselnya di saku saat hendak masuk ke dalam lift.
"Duluan saja," ucap Kevin kemudian memutar tubuhnya kembali. Alan mengernyit lantas menggelengkan kepala. Dia akan masuk ke ruang rapat lebih dulu.
Kevin berjalan tergesa kembali ke ruangannya, begitu masuk ia mencari-cari dimana ponselnya.
Sial. Ia terus menggerutu dalam hati karena lupa menaruh ponsel. Bernafas lega saat terdengar bunyi panggilan telepon masuk.
"Melia? kenapa dia menghubungiku sebanyak ini?" batin Kevin bertanya-tanya. Namun, saat hendak mengangkat panggilan itu mati.
"Hmmm, menarik." gumam Kevin, dengan seringai tipis tercetak di wajahnya.
Lantas ia segera memasukkan ponselnya ke dalam saku jas. Merapikan diri sebentar lantas kembali ke luar ruangan. Langkahnya terhenti di sebuah lift khusus, masuk dan menekan angka dimana ruang rapat berada.
"Seharusnya aku tidak terlambat." Kevin melangkah tergesa, langkah tegaknya masuk ke sebuah ruangan yang ia di sambut hormat oleh semua orang yang berada di sana.
"Lama banget," bisik Alan. Kevin tanpa menjawab langsung duduk.
Rapat dimulai, saat sedang fokus memimpin ponselnya berbunyi hingga membuat semua mata memperhatikannya lantaran nada dering ponsel yang terdengar lumayan keras.
"Melia," gumam Alan menatap layar ponsel milik Kevin, namun buru-buru si pemilik memelototinya dan mengubah dering menjadi senyap.
"Ada apa?" tanya Alan penasaran, ia juga sempat melirik bahwa Melia bukan hanya menghubungi Kevin sekali dua kali.
menikah Dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan Mampir
tp kasian deh sama Mel.. pasti dia takut ibunya kecewa karena tidak perawan lagi
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir
Menikah dengan Mr. Arogan mampir