Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENJADI IBU SUSU
"Hei! Mau ke mana kamu?"
Langkah Sera, terhenti seketika. Darren, melemparkan sampah itu lantas turun dari mobilnya. Sera, berdecak kesal, ia sangat hati-hati untuk menghindar dari Darren, tapi takdir berkata lain yang kembali mempertemukan mereka.
"Kemari kamu!"
Sera, berbalik perlahan. Ia menatap cemas pakaian Darren yang terkena noda, bahkan bau tak sedap tercium olehnya.
"Ma-maaf Tuan." Akhirnya kata maaf pun terlontar.
"Maaf kamu bilang? Hari ini ... sudah dua kali kamu mempermalukan ku. Pertama ketika di RS, kamu menuduhku menabrak mu dan sekarang ... kamu melempariku dengan sampah kotor ini."
"Maaf Tuan, tapi itu bukan sepenuhnya salah saya. Mobil mu sendiri yang salah, kenapa diam di dekat tong sampah."
"Apa! Kamu menyalahkan mobilku lagi ... apa kamu tidak punya mata, yang tidak bisa membedakan mana tong sampah dan mobil ini. B0d0h kamu, ya!"
Sontak bola mata Sera membola. Sera tidak terima dibilang b0d0h. "Hei, Tuan Anda jangan sembarangan, ya ngatain orang b0d0h."
"Kenapa, tidak terima? Setelah bertemu denganmu hidupku selalu sial. Sekarang juga, saya tidak mau tahu kamu harus ganti rugi!"
"Ganti rugi apanya, mobil tidak lecet hanya kena kotoran sampah. Dengan mencucinya saja aku bisa menghilangkan nodanya."
"Kamu tidak mau ganti rugi, ya! Ok, kalau begitu aku akan meminta pengacaraku mengurus semuanya, kita bisa selesaikan di pengadilan."
"Eeh, eh, tunggu Tuan. Kenapa masalah ini harus dibawa ke pengadilan, sih." Sera, mulai cemas.
"Kenapa takut?"
"Ya, nggak cuman ... ini masalah kecil kenapa harus di bawa ke pengadilan."
Darren, tersenyum smirk. "Jika tidak mau kamu harus bayar ganti rugi, mobil juga pakaian yang sudah kamu kotori."
Sera terdiam. Ia berpikir sejenak sebelum akhirnya menyetujui. Sera, pikir uang ganti rugi tidak akan mencapai jutaan, ia pun hanya mengotori mobil itu bukan merusaknya. Namun, siapa sangka Darren meminta harga tinggi untuk mobil mewahnya.
"Ganti rugi sekarang ... 20 juta."
"Hah!" Sera terkejut. "Gila! 20 juta? Kamu sengaja memerasku, ya? Paling juga 500 ribu, dicuci juga bersih."
Darren, berdecak kesal. Tidak berselang lama Alex datang, ia kembali di buat heran oleh bosnya yang kembali cekcok dengan seorang wanita. Dan yang paling mengejutkan wanita itu adalah Sera.
"Tuan ada apa ini? Kamu ... bukannya wanita yang tadi." Tunjuknya kepada Sera.
"Ya, wanita pembawa sial Alex," tegas Darren tanpa mengalihkan tatapannya dari Sera. Tatapan Darren begitu tajam, menatap Sera penuh membunuh.
"Alex, wanita ini sudah mengotori mobilku juga pakaianku." Ungkap Darren, sambil melepas jasnya yang melemparnya ke wajah Sera. "Sekarang juga, kamu jelaskan padanya Alex kenapa aku minta uang ganti rugi sebesar 20 juta."
Alex, pun mendekat ke arah mobil, perutnya seketika menjadi mual saat mencium bau tak sedap di dalamnya.
"Oek! Bau apa ini, seperti bau sampah."
"Itu memang sampah Alex."
Mata Alex membola, ia segera menjauh dari mobil lalu menatap pada Sera dan Darren bergantian.
"Nona, mobil ini adalah mobil mewah, sampah Anda sudah mengotori kursinya yang jika diganti membutuhkan biaya yang sangat tinggi.Tuan saya masih baik hati kepadamu Nona, Karen dia meminta 20 juta."
"Memangnya apa bedanya."
"Mobil mewah ini punya asuransi sebesar 1 milyar. Itu sebabnya setiap komponen yang ada sangat mahal harganya. Jadi ... bagaimana jika Nona membayar 20 juta saja."
Sera terkejut, ia baru aja kehilangan suami dan bayinya, bahkan diusir dari rumah. Dan sekarang ia dituntut untuk membayar 20 juta. Sungguh nasibnya sangat sial.
Sera, melirik ke arah warung, ia bersyukur tidak ada yang melihatnya jika ibunya tahu pasti mengomel.
"Aku harus segera selesaikan ini, jangan sampai ibu dan ayah tahu," gumamnya.
Sera, mendekat berniat negosiasi tapi Darren, tidak terima nego-nego yang tetap pada pendiriannya.
"Tuan, bisakah kita bicarakan baik-baik? Aku ...." Sebelum melanjutkan perkataannya, wajah Sera sudah didorong oleh Darren. Darren, menyentuh kening Sera dengan kedua jarinya lalu mendorongnya.
"Menghadapi orang sepertimu tidak bisa dengan cara baik-baik. Sekarang juga bersihkan mobilku!"
Darren, tidak mau pulang dengan naik mobil kotor itu, walau tidak seberapa tapi baunya sangat menyengat. Terpaksa, Sera mencuci mobil itu demi masalahnya dengan Darren cepat selesai. Namun, soal ganti rugi tidak ada pertimbangan.
"Hari paling sial adalah bertemu dengannya. Semoga saja ini pertemuan terakhir," gumam Sera, seraya mengelap mobil itu sampai mengkilap.
"Dasar! Wanita pembawa sial! Jangan sampai aku bertemu dengannya lagi," gerutu Darren, yang terus menatap Sera dengan tajam.
"Mobilnya sudah mengkilap dan wangi, silakan saja masuk." Sera berkata dengan nada sinis, tatapannya tidak berpaling pada Darren.
Darren, melangkah ke arah mobilnya, langkahnya terhenti ketika di hadapan Sera. "Ganti rugi 20 juta jika tidak saya akan tuntut kamu!"
"CK, iya ... aku akan bayar ganti rugi itu."
Sera, merogoh uang pemberian Alex waktu itu, dalam saku celananya. Lalu ia memberikannya kepada Darren.
"Ini ... uang satu juta milik asistenmu aku kembalikan. Anggap saja ini uang muka, sisanya akan aku bayar nanti," tegas Sera.
Darren, mengambil uang itu lalu melirik wanita di hadapannya dengan tajam. "Alex, kamu urus wanita ini." Perintahnya kepada Alex, lalu masuk ke dalam mobil. Tapi Darren tidak duduk di belakang melainkan di samping kursi kemudi.
"Nona, ini kartu nama saya. Anda bisa menghubungi saya nanti, dan demi jaminan saya meminta kartu identitas Anda."
"Aish ... sungguh menyebalkan dua lelaki ini," umpat Sera lalu merogoh dompetnya dalam saku. Sera, memberikan kartu identitasnya itu kepada Alex.
"Kartu ini akan menjadi jaminan."
"Hei, tapi itu kartu identitas saya, itu sangat penting!"
"Anda bisa menukarnya dengan uang 19 juta." Setelah mengatakan itu Alex masuk ke dalam mobil.
Sera, menggerutu sambil terus mengumpati mobil itu yang melaju jauh.
"Dasar! Pria sok kaya, ngaku kaya tapi menindas wanita hanya demi uang 20 juta. Gila! Mobil apaan asuransi sampai 1 milyar, oh Tuhan ... kenapa hidupku jadi begini." Sera, merengek sambil duduk di atas aspal.
"Alex, bawa mobil ini ke bengkel. Aku ingin ganti semuanya dengan yang baru! Aku tidak mau ada sisa bau sampah di dalamnya."
"Tapi besok kita harus ke luar kota, ada pertemuan dengan PT Sanjaya."
"Ganti saja mobil yang lain," ucap Darren tanpa melihat ke arah Alex, yang terus menatap ke arah jalanan di depannya.
"Baik Tuan." Alex, terus mengemudi, sesekali ia melirik Darren, di sampingnya. Alex, tahu mobil ini adalah mobil kesayangan Tuannya. Dan tidak pernah menggantinya dengan yang lain.
***
Keesokan paginya, Sera kembali bekerja. Seperti biasa ia akan pergi ke ruangan Nicu, untuk memberikan ASI itu, Sera langsung memberikannya ke salah satu perawat yang menjaga di sana. Karena di sana banyak sekali bayi yang kekurangan ASI.
Sera, kembali menuju loker. Ia mengganti pakaian lebih dulu, sebelum mulai bekerja.
"Sera, ada yang mencarimu," seru temannya. Sera, hanya menoleh sebelum akhirnya pandangannya tertuju kepada Maudy. Ternyata, Maudy sudah menunggunya dan rela mencarinya ke loker karyawan.
Temannya itu segera pergi, sementara Sera langsung mendekat ke arah Maudy.
"Nyonya," ucapnya demikian.
"Kamu masih ingat saya, kan?"
"Masih, Nyonya. Apa cucu Nyonya, mau nyusu?"
"Memang itulah niat saya mencarimu. Cucu saya sangat menyukai air susumu, tapi selain itu ada juga yang ingin saya bicarakan denganmu."
"Baik, Nyonya. Sekarang juga aku akan ke sana."
Sera, berjalan meninggalkan loker. Bersama Maudy ia menuju ruang VIP. Setibanya di sana Sera, segera menyusui Lio, saking laparnya Lio bertahan selama dua jam, yang menyusu padanya.
"Cucu saya begitu lahap, kamu tidak sakit, kan diserap selama jam oleh cucuku?"
"Tidak, Nyonya. Aku senang bisa membantu."
"Lio, kelihatan nyaman dekat dengan kamu."
Sera, hanya tersenyum mendapat pujian itu. Lio pun mengingatkannya pada bayinya.
"O, iya Sera, saya ingin bicara beberapa hal denganmu."
"Sebentar Nyonya, saya menidurkan Lio dulu." Sera, berjalan ke arah ranjang Lio, setelah ditidurkan bayi itu Sera kembali ke Maudy yang terduduk di sofa.
"Iya, Nyonya apa yang ingin Anda bicarakan?"
"Begini ... cucu saya akan pulang besok. Mengingat cucu saya yang alergi susu protein sapi dan lainnya, saya sangat senang dan membutuhkan ASI mu. Jadi ... maukah kamu bekerja untuk saya? Menjadi Ibu susu baby Lio."
Sera, tercengang. Lalu melirik ke arah Lio.
"Jika Nyonya membutuhkan, saya akan pergi ke rumah Nyonya untuk menyusui baby Lio, tapi saya tidak bisa bekerja dengan Anda karena saya sudah bekerja di sini," ujarnya.
Maudy, mengeluarkan sebuah dokumen perjanjian kontrak yang sudah ia siapkan dari kemarin. Maudy menunjukkan dokumen itu kepada Sera.
"Saya, mau kamu menjadi ibu susu cucu saya selama 10 bulan. Saya, akan membayarnya 100 juta."
Sontak, mata Sera melebar. Semalam ia baru saja dirampas habis-habisan oleh Darren, tapi sekarang ia dipertemukan Maudy, yang akan membayarnya 100 juta untuk menjadi ibu susu Lio.
"Lio, besok akan pulang. Jika kamu bersedia, kamu pergi dengan saya besok ke rumah saya."
Sera, termenung sesaat.
"Nyonya, apa saya bisa minta uang muka ... tidak banyak hanya 20 juta," pintanya dengan ragu. Karena Sera, sangat membutuhkan uang itu untuk menebus kartu identitasnya yang disita Darren.
"Tentu, saya akan bawakan uangnya besok. Tapi ...."
"Saya sedia Nyonya. Saya bersedia menjadi ibu susu baby Lio," katanya dengan lantang. Maudy, tersenyum akhirnya ia sudah menemukan jalan pintas untuk kebaikan cucunya.
"Terima kasih Sera, terima kasih." Saking senangnya Maudy memeluk Sera. Baby Lio ikut tersenyum dan menanggapinya dengan seruan kecil.
Maudy, segera menghubungi Darren, jika ia sudah menemukan Sera, yang akan menjadi ibu susu putranya.
"Darren, Mama sudah berhasil bertemu dengan wanita yang bernama Sera. Dan mulai besok, dia akan tinggal bersama kita yang akan menjadi ibu susu Lio."
"Baguslah, Mah. Darren, senang akhirnya Lio bertemu ibu susunya. Mama, Darren tidak bisa menjemput Lio besok, karena hari ini sedang ada perjalanan bisnis di luar kota."
"Berapa lama? Kamu ini malah pergi, padahal Mama mau kenalkan kamu dengan Sera."
"Hanya dua hari. Iya, maaf Mama ... nanti juga ketemu kalau Darren pulang."
"Ya, udah. Mama tutup teleponnya dulu."
Wajah Maudy kembali sumringah, ia berjalan ke arah Lio yang digendong Sera.
"Barusan saya menghubungi putra saya, dia papanya Lio. Tadinya mau saya kenalkan dengan kamu sayangnya dia sedang ada di luar kota. Dia sangat senang, akhirnya Lio bertemu ibu susunya."
"Kalau boleh tahu, ibu Lio ke mana, ya Nyonya?" tanya Sera, penasaran. Karena selama di rumah sakit tidak pernah melihat wanita lain selain Maudy.
Wajah Maudy mendadak sendu, tangannya mengelus lembut wajah Lio yang digendong Sera.
"Ibunya meninggal saat melahirkannya. Dia harus memilih antara nyawanya atau bayinya. Tapi ia memilih untuk menyelamatkan bayinya walau ... anak saya menginginkan istrinya yang hidup. Tetapi, menantu saya tetap ingin menyelamatkan bayinya pada akhirnya Lio harus kehilangan sosok ibu begitu lahir ke dunia." Tanpa sengaja, butiran bening luruh begitu saja dibalik mata indah milik Maudy.
Sera, hanya tersenyum masam. Nasib Lio, sama dengannya. Tapi sebaliknya, dia harus kehilangan bayinya.
"Kalau kamu Sera? Bayimu ada di rumah?"
"Bayi saya meninggal dalam kandungan, saya mengalami kecelakaan yang membuat bayi dan suami saya meninggal."
"Ya Tuhan ...." Maudy merasa terenyuh. Tapi Sera, tetap memancarkan wajah cerianya. Ia tidak ingin berlarut dalam kesedihan. Sera, kembali menidurkan Lio ke atas ranjang, tetapi bayi itu malah terbangun, seakan tahu jika akan ditinggal ibu susunya.
"Loh, cucuku malah bangun. Mungkin dia tahu kamu akan pergi, dia sudah nyaman digendong kamu."
"Iya, Nyonya. Tapi Sera, harus pergi untuk mengurus surat pengunduran diri karena mulai besok Sera akan bekerja di rumah Nyonya."
"Kamu jangan khawatir, saya kenal dekat dengan pimpinan rumah sakit ini. Biar saya saja yang mengurusnya, kamu di sini saja temani Lio."
"Tapi Nyonya ...."
"Tidak apa-apa. Saya pergi dulu."
Sera, kembali duduk dan meraih tubuh mungil Lio ke dalam gendongannya. Dan benar saja apa kata Maudy, Lio sudah sangat nyaman jika digendong olehnya maka bayi itu kembali tertidur.
Sera, tersenyum, kehadiran Lio mengobati lukanya.
"Kamu takut kehilangan ibu susumu, ya. Mulai besok kita akan tinggal bersama, dan tidur bareng, ya Lio ...." Sera, tertawa ketika Lio menyahutnya dengan senyuman.
"