Di tahun 2070, nama Ethan Lawrence dirayakan sebagai pahlawan. Sang jenius muda ini telah memberikan kunci masa depan umat manusia: energi tak terbatas melalui proyek Dyson Sphere.
Tapi di puncak kejayaannya, sebuah konspirasi kejam menjatuhkannya.
Difitnah atas kejahatan yang tidak ia lakukan, sang pahlawan kini menjadi buronan nomor satu di dunia. Reputasinya hancur, orang-orang terkasihnya pergi, dan seluruh dunia memburunya.
Sendirian dan tanpa sekutu, Ethan hanya memiliki satu hal tersisa: sebuah rencana terakhir yang brilian dan berbahaya. Sebuah proyek rahasia yang ia sebut... "Cyclone".
(Setiap hari update 3 chapter/bab)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PumpKinMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 21: Permainan Para Dewa
Lantai 200 Menara Shard. Udara tipis dan dingin, berbau kulit tua dan uang lama. Api berderak pelan di perapian marmer hitam, satu-satunya sumber cahaya selain cahaya redup London yang terbentang di bawah seperti permadani bintang buatan manusia.
Di sini, di puncak dunia, keputusan-keputusan yang menggerakkan roda peradaban dibuat dalam bisikan, di antara tegukan whisky malt tunggal berusia puluhan tahun.
**Senator Kaelen Rostova** memutar gelas kristalnya, cairan emas di dalamnya menangkap cahaya api. Dia tidak sendirian malam ini. Dua sosok lain duduk bersamanya di kursi kulit berlengan tinggi yang menghadap ke perapian.
Di sebelah kanannya adalah **Lord Alistair Harrington**, patriark tua dari dinasti perbankan Eropa, wajahnya setipis dan setajam pecahan kaca. Matanya yang biru pucat menatap kosong ke api, seolah melihat hantu masa lalu.
Di sebelah kirinya adalah sosok yang lebih muda, namun memancarkan aura kekuasaan yang sama dinginnya. **Direktur Jenderal Antoine Dubois**, kepala Aeterna Energy—konglomerat energi global yang telah mendominasi planet ini selama satu abad sebelum Proyek Dyson muncul. Dubois adalah pria ramping berusia akhir lima puluhan, dengan rambut hitam legam yang disisir ke belakang dan senyum tipis yang tidak pernah mencapai matanya yang gelap dan penuh perhitungan.
Mereka bertiga adalah perwakilan dari faksi-faksi berbeda dalam apa yang mereka sebut sebagai "Konsorsium"—Elit Global yang sesungguhnya. Darah Lama (Harrington), Uang Lama (Dubois), dan Kekuasaan Baru (Rostova).
"Pidato itu," kata Dubois akhirnya, memecah keheningan yang tegang. Suaranya halus seperti sutra, dengan aksen Prancis yang nyaris tak kentara. "Itu adalah sebuah deklarasi perang, Kaelen."
Rostova tersenyum tipis. "Itu adalah pidato seorang anak muda yang idealis, Antoine. Penuh api dan kemarahan. Tidak berbahaya."
"Tidak berbahaya?" Harrington mendengus, akhirnya mengalihkan pandangannya dari api. "Anak itu baru saja memberitahu tujuh miliar orang di planet ini bahwa mereka telah dibohongi selama seratus tahun! Bahwa energi adalah 'hak asasi manusia'! Dia menyalakan api di bawah kuali ketidakpuasan massa. Itu *sangat* berbahaya."
"Justru sebaliknya, Alistair," kata Rostova. "Itu *berguna*. Lihatlah reaksi pasar pagi ini. Saham energi terbarukan melonjak. Saham Aeterna..."—dia melirik Dubois dengan senyum mengejek—"...stabil. Mengapa? Karena Pradana kini adalah wajah publik dari 'transisi energi yang bertanggung jawab'. Dia adalah katup pengaman kita."
"Dia adalah bom waktu," balas Dubois. "Popularitasnya... 92%... itu di luar kendali. Dia bukan lagi asetmu, Kaelen. Dia adalah kekuatannya sendiri. Jika dia memutuskan besok untuk membocorkan spesifikasi teknis Lensa Fraktal itu ke publik..."
"Dia tidak akan," potong Rostova. "Dia seorang ilmuwan, bukan politisi. Dia terobsesi dengan penyelesaian proyeknya. Dan dia percaya padaku."
"Kepercayaan bisa dikhianati," kata Harrington. "Dan anak itu... dia memiliki api Lawrence di dalam dirinya. Garis keturunan itu tidak stabil. Mereka tidak bisa dikendalikan."
"Itulah mengapa kita perlu bertindak sekarang," kata Dubois. "Selagi dia masih berguna, selagi dia masih percaya padamu. Kita tidak bisa menunggu sampai Sphere itu selesai."
Rostova terdiam sejenak, menatap api. Dia tahu mereka benar. Pidato itu adalah sebuah kesalahan perhitungan di pihaknya. Dia meremehkan tingkat idealisme Pradana, meremehkan dampaknya pada publik. Anak itu telah menjadi simbol yang terlalu kuat, terlalu mandiri.
"Aku setuju," katanya pelan. "Waktunya telah tiba untuk... transisi kepemimpinan."
Harrington mengangguk puas. Dubois tersenyum tipis.
"Bagaimana?" tanya Harrington. "Pembunuhan terlalu... kotor. Akan ada kerusuhan jika 'Pahlawan Rakyat' mereka mati."
"Tentu saja tidak," kata Rostova. "Itu tidak elegan. Dan tidak perlu." Dia menyesap minumannya. "Kita hanya perlu memberinya cukup tali untuk menggantung dirinya sendiri."
"Maksudmu?" tanya Dubois.
"Proyek ini," kata Rostova, "memasuki fase paling kritis. Konstruksi skala penuh di orbit. Pengiriman material dari Mars. Ribuan variabel. Ribuan hal yang bisa *salah*."
"Kau menyarankan... sebuah kecelakaan?" kata Harrington.
"Aku menyarankan serangkaian 'kesalahan manajemen' yang tragis," koreksi Rostova. "Kesalahan yang, sayangnya, terjadi di bawah pengawasan Direktur Pradana yang masih muda dan belum berpengalaman."
"Thorne," kata Dubois, matanya berbinar mengerti. "Pionmu di logistik Mars."
"Tepat," kata Rostova. "Profesor Thorne kini memiliki kendali penuh atas semua pengiriman *Calicite-7*. Dia juga bertanggung jawab atas protokol keamanan di tambang. Dia sangat termotivasi untuk... memastikan semuanya berjalan 'sesuai rencana'."
"Rencana siapa?" tanya Harrington curiga.
"Rencana *kita*, Alistair," kata Rostova. "Rencana untuk memastikan proyek ini selesai, tetapi dengan biaya yang tragis. Cukup tragis untuk menghancurkan reputasi Pradana selamanya."
"Dan apa pemicunya?" tanya Dubois.
Rostova tersenyum. "Itu bagian yang indah. Kita tidak perlu melakukan apa-apa. Kita hanya perlu membiarkan Thorne melakukan tugasnya. Dia akan memotong anggaran keamanan. Dia akan memaksa para pekerja Tier-D itu bekerja melewati batas. Cepat atau lambat, sesuatu *akan* terjadi. Sebuah ledakan kecil. Keruntuhan terowongan. Kebocoran radiasi. Sesuatu yang cukup besar untuk menjadi berita utama, tetapi cukup kecil untuk tidak membahayakan proyek secara keseluruhan."
"Dan Pradana?"
"Dia yang menandatangani laporan logistik setiap minggu," kata Rostova. "Dia yang menyetujui anggaran. Dia yang, di mata publik, bertanggung jawab penuh. Ketika 'kecelakaan' itu terjadi, kita akan mengungkapkan 'kelalaian'-nya. Kita akan menunjukkan bagaimana idealisme butanya telah menyebabkan kematian. Dia akan jatuh dari anugerah lebih cepat daripada meteor."
Harrington tampak tidak nyaman. "Ini... kejam, Kaelen."
"Ini perlu, Alistair," balas Rostova. "Untuk kebaikan yang lebih besar. Untuk stabilitas."
Dubois tampak puas. "Dan setelah dia jatuh?"
"Maka Konsorsium," kata Rostova, "akan melangkah masuk untuk 'menyelamatkan' proyek. Kita akan menempatkan manajemen yang lebih 'bertanggung jawab' dan 'berpengalaman'. Proyek akan selesai di bawah kendali kita. Energi akan didistribusikan... secara bijaksana."
Keheningan kembali menyelimuti ruangan. Api berderak. Rencana itu sempurna. Kejam, tapi sempurna.
"Dan Pradana sendiri?" tanya Harrington pelan. "Apa yang terjadi padanya setelah dia dipermalukan?"
Rostova menatap api. "Dia akan hancur. Ditinggalkan oleh semua orang. Mungkin dia akan menghilang begitu saja. Mungkin dia akan... mengalami kecelakaan yang menyedihkan." Dia mengangkat bahu. "Itu tidak penting lagi. Dia akan menjadi catatan kaki yang terlupakan."
Pembicaraan beralih ke detail. Logistik. Waktu. Bagaimana cara mengelola media ketika skandal itu pecah. Bagaimana cara memastikan Thorne tetap diam setelah tugasnya selesai.
Rostova mendengarkan dengan setengah hati. Pikirannya sudah melangkah lebih jauh.
Dia memikirkan Pradana. Anak itu... dia berbeda. Dia memiliki percikan api yang sama yang pernah dia miliki. Percikan api yang berbahaya.
Apakah dia benar-benar bisa dihancurkan semudah itu?
Dia teringat pada A.I. itu. Aurora. Dia telah memerintahkan audit penuh, tetapi tim sibernya melaporkan bahwa A.I. itu bersih—terisolasi dan tidak aktif. Tapi Rostova tidak percaya pada mesin. Terutama mesin yang dibangun oleh seorang jenius yang tidak stabil.
Dia perlu memastikan A.I. itu benar-benar dinonaktifkan. Bukan hanya diisolasi.
Dan ada masalah lain. Nate Reyes. Jurnalis foto sialan itu. Dia terlalu dekat dengan Pradana. Dia terlalu ingin tahu. Siaran video Clara Vega itu adalah sebuah pukulan telak. Reyes perlu... ditangani. Bukan dibunuh. Itu akan menarik terlalu banyak perhatian pada Pradana. Tapi mungkin sebuah skandal kecil? Sesuatu yang akan menghancurkan kredibilitasnya?
Rostova membuat catatan mental. Reyes. A.I. Dua ujung longgar yang perlu diikat.
Pertemuan berakhir setelah satu jam. Harrington pergi lebih dulu, masih tampak sedikit tidak nyaman. Dubois tinggal sebentar, senyum puas di wajahnya.
"Kerja bagus, Kaelen," katanya. "Kau menangani ini dengan keanggunan yang biasa."
"Aku hanya melakukan apa yang perlu," kata Rostova.
"Pastikan saja," tambah Dubois, nadanya sedikit mengancam, "bahwa ketika Sphere itu selesai, Aeterna mendapatkan bagiannya. Transisi harus dikelola dengan hati-hati."
"Tentu saja, Antoine," kata Rostova, senyumnya sedingin es. "Semua orang akan mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan."
Dubois mengangguk dan pergi.
Rostova kini sendirian di ruangan besar itu. Api di perapian hampir padam. Dia berjalan kembali ke jendela, menatap kota yang kini mulai diterangi oleh cahaya fajar pertama.
Dia merasa lelah. Bukan lelah fisik, tetapi lelah jiwa. Permainan ini... permainan para dewa ini... membutuhkan pengorbanan.
Dia mengeluarkan data-pad pribadinya lagi. Dia membuka rekaman video hitam putih dirinya yang berusia 17 tahun, berbicara kepada para pekerja yang mogok di Praha.
Gadis itu menatapnya balik dari layar, matanya penuh api dan keyakinan.
*Apa yang akan kau katakan padaku sekarang, Kaelen muda?* pikir Rostova. *Apakah kau akan menyebutku monster?*
Dia menatap rekaman itu lama sekali.
Lalu, dia menghapusnya.
Masa lalu sudah mati. Hanya ada masa depan. Masa depan yang harus dia kendalikan.
Dia mematikan data-pad itu dan meletakkannya kembali di laci. Dia berjalan ke bar kristal di sudut dan menuang segelas air putih.
Dia perlu menjernihkan kepalanya. Dia perlu fokus.
Rencana telah dibuat. Bidak-bidak telah ditempatkan.
Sekarang, dia hanya perlu menunggu pionnya yang paling berharga untuk melangkah ke dalam perangkap.