NovelToon NovelToon
Candu Istri Klienku

Candu Istri Klienku

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Cinta Terlarang
Popularitas:10.3k
Nilai: 5
Nama Author: N_dafa

"Jangan, Mas! aku sudah bersuami."
"Suami macam apa yang kamu pertahankan itu? suami yang selalu menyakitimu, hem?"
"Itu bukan urusanmu, Mas."
"Akan menjadi urusanku, karena kamu milikku."
"akh!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon N_dafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 4

Merasa gerah dengan semua bebannya, Ajeng memilih bangkit dari tempat duduknya. Wanita itu memutuskan untuk turun ke bawah, dimana cafe resort yang tadi siang dia kunjungi berada.

Selain gerah, nyatanya Ajeng juga lapar. Setelah dia pikir-pikir, kenapa harus menahan lapar hanya karena kesal?

Memangnya, kalau dia sakit, siapa yang akan rugi? Kan dirinya sendiri.

Rugi dua kali malahan. Sudah diabaikan, dan kini harus menahan lapar karena merajuk pula. Mana, merajuknya tak ada yang membujuk lagi.

Ah, tidak! Ajeng tak mau seperti itu.

“Mas, saya pesan nasi goreng spesial sama orange juice satu ya.” Ucap Ajeng kepada seorang pelayan yang melayaninya.

“Baik, Kak. Silahkan ditunggu.”

Ajeng tersenyum manis sambil mengangguk. Selanjutnya, dia memilih menghilangkan bosan selama menunggu makanannya jadi, dengan cara mengotak-atik ponselnya.

Sialnya, tampilan pertama saat dia membuka ponselnya adalah foto dirinya dengan Rendy. Foto jaman mereka masih pacaran, dan itu membuat Ajeng tersenyum miris.

“Ngapain aku masih pasang foto ini? Ah, sial! Sepertinya, aku lupa menggantinya.”

Tentu saja, ada gejolak tak sejalan saat Ajeng mengatakan itu. Mau bagaimana lagi?

Sekali lagi, dia memang kuat. Tapi dia tak bisa munafik, jika hatinya masih diisi oleh Rendy.

Demi kenyamanan dirinya sendiri, Ajeng lantas mengganti tampilan layar ponselnya dengan fotonya sendiri.

“Pesanannya, Kak. Nasi goreng spesial dengan orange juice.”

Ajeng sedikit terkejut dengan kedatangan pelayan yang begitu cepat. Bukankah biasanya, nasi goreng butuh waktu cukup lama untuk membuatnya?

Tapi, karena dia lapar, masa bodoh lah! Dia tak mau bertanya macam-macam kepada pelayan— yang kemungkinan besar, salah mengantarkan pesanan, yang sama dengan pesanannya itu.

“Makasih, Mas.” Singkat Ajeng.

Dia buru-buru menyeruput jus jeruknya, sebelum pelayan itu menyadari kesalahannya.

“Apa ada yang mau dipesan lagi, Kak?” ramah pelayan itu.

Masih dengan senyumnya, Ajeng menggelengkan kepalanya. “Tidak, Mas. Nanti saya panggil kalau mau pesen lagi.”

“Baik, selamat menikmati.”

Ajeng terkikik saat pelayan itu pergi. Entahlah, mendapatkan pesanan secepat itu saja, cukup bisa membuatnya yang sedang butuh hiburan, merasa senang. Apalagi, dia tahu jika pelayan itu pasti salah sasaran.

Tentu saja, dia tahu kalau cafe tempatnya saat ini, cukup lama hanya untuk memasak pesanan pengunjung mereka.

Pasalnya, tadi siang, hanya untuk seporsi pisang goreng dan seporsi kentang goreng saja, butuh waktu cukup lama sampai Joko mengeluh lama.

“Makan dulu ah. Siapa tahu bakal diminta lagi. Kan, kalau udah dimakan, nggak mungkin, diambil lagi. Hihihi.”

Ajeng masih terkikik sendiri sambil menyuap makanannya.

Sayangnya, dia benar-benar tak tahu jika orang yang memperhatikannya sejak tadi, masih mengikutinya sampai sekarang.

“Apa dia sudah gila, Nu? Kenapa dari tadi dia keawa sendiri? Padahal, sebelumnya dia terlihat ada masalah dengan suaminya."

“Ayolah, Bian. Kenapa sih harus ngurusin dia? Lo udah punya tunangan di rumah, Bi.”

“Siapa? Angel?” Lelaki itu menaikkan satu alisnya.

“Siapa lagi?”

“Itu hanya perjodohan orang tua. Kapan saja bisa batal.”

“Tapi, nggak harus batal karena dia juga kan? Dia istri orang, kalau lo lupa.”

“Tapi, dia lucu. Dia seperti anak kecil yang sangat polos.”

“Polos-polos pala lo?” Wisnu benar-benar malas. “Nggak mungkin, perempuan udah bersuami itu polos. Lolos, iya.”

Biantara langsung menghunus tatapan kepada Wisnu.

“Memangnya lo pikir, soal polos itu cuma perkara se-ks doang? Emang lain pemikiran playboy kayak lo.”

“Gue nggak playboy. Cuma sedang menyeleksi mana perempuan yang baik.”

“Lo nggak akan menu yang baik kalau yang lo seleksi cuma LC dan kawan-kawannya yang gampang lo ajak tidur.”

“Cari pengalaman, Bro. Kan test drive dulu. Cari yang paling enak.”

“Sinting lo!”

“Daripada lo. Gabut amat, buntutin istri orang?”

Diingatkan tentang Ajeng, Biantara mengubah fokus lagi kepada wanita itu.

“Kira-kira, apa dia bahagia dengan rumah tangganya yang sekarang, Nu? Dulu, dia kelihatan bangga sekali punya Rendy.”

“Udah gue bilang, nggak usah ngurusin dia. Pokoknya, gue nggak mau ikut-ikutan kalau lo ikut campur urusan mereka.”

“Oh, kalau gitu, besok gue ganti asisten aja.”

“Astaga, Bi. Nggak asyik lo. Lo itu cuma penasaran sama dia. Lo nggak terima aja, lo yang selama ini selalu diagungkan sama cewek, tapi dia malah nggak mau lihat ke arah lo.”

“Makanya, gue pengen dia mau lihat gue.”

“Dan setelah dia mau lihat lo, lo mau apa?” Tantang Wisnu.

“Bikin dia tergila-gila sama gue.”

“Kalau sudah, terus lo tinggalin dia, gitu? Psycho lo, Bi! Lo malah lebih buruk dari gue kalau kayak gitu.”

Sayangnya, Biantara tak peduli lagi dengan ucapan Wisnu. Tatapannya semakin fokus kepada Ajeng yang nampak gelisah sambil mengibas-ngibas wajah dan tubuhnya dengan tangan.

“Ya ampun, masa makan nasi goreng bisa keringetan gini sih? Sssh, kenapa jadi nggak enak gini badanku? Aku makan apa?”

Karena Biantara terlalu fokus, dia bisa mengerti gumaman Ajeng yang terlihat kacau.

Biantara spontan bangkit karena ingin tahu keadaan Ajeng.

“Bi! Mau kemana lo?” cegah Wisnu.

“Ajeng keracunan, Nu.”

Belum sempat Wisnu menjawab, perhatian mereka, jatuh pada keributan di meja kasir oleh seorang pemuda laki-laki.

“Gimana sih, Mbak? Kenapa bisa salah kasih begitu?”

“Maaf, Mas. Itu kalalaian kami. Kami ganti gratis ya, Mas. Tapi, kita bisa bicarakan semua baik-baik aja.”

“Ini bukan masalah gratis atau enggak, Mbak. Tapi, saya udah nitipin obat buat pacar saya sama pelayan. Saya suruh dia campur obat itu di pesanan saya.”

Biantara dan Wisnu saling berpandangan. Sebagai orang yang berpengalaman dalam kerasnya dunia, mereka lantas beranjak dengan tujuan masing-masing.

Jika Wisnu menghampiri keributan di kasir, Biantara mendekati Ajeng untuk memeriksa keadaannya.

“Kamu nggak apa-apa?"

“Akh! Jangan sentuh saya!” reaksi Ajeng sangat berlebihan, padahal Biantara hanya memegang lengannya saja.

“Tenanglah, saya bukan orang jahat. Lihat saya! Kamu masih ingat saya kan?”

Dalam kekacauan tubuhnya, Ajeng berusaha fokus kepada Biantara.

“Pak Bian?”

“Ya, saya Bian. Sepertinya, kamu sedang tidak baik-baik saja, Ajeng. Saya bisa bantu kamu.”

“Akh! Lepas, Pak. Sentuhan anda mengerikan.”

Biantara menegakkan tubuhnya. Dia menunggu Wisnu yang tengah berjalan ke arahnya.

“Afrodosiak, Bi.” Wisnu berbicara seolah paham maksud tatapan Biantara.

Hembusan nafas panjang dan cukup kasar, menunjukkan reaksinya terhadap informasi Wisnu.

“Kita pergi dari sini, Ajeng. Saya janji akan bantu kamu.”

Ajeng menggeleng. “Saya mau kembali ke kamar saya. Saya mau cari Mas Rendy.”

“Bukankah suamimu sedang bersama istri keduanya? Apa mungkin, dia mau menolong kamu?”

“Kenapa anda bicara seperti itu? Memangnya, Mas Rendy orang jahat?”

“Sorry, tapi saya dengar pertengkaran kalian tadi di atas.”

Mimik wajah Ajeng nampak marah. Tapi, rasa di tubuhnya, mengalihkan perhatiannya dengan cepat.

“Ah, panas….” Gumam wanita itu.

Dengan tangan gemetar, Ajeng membuka halaman browser di ponselnya, berusaha mencari tahu penangkal obat sialan itu.

“Tidak perlu pakai itu.” Tiba-tiba, Biantara menyambar ponsel di tangan Ajeng.

“Balikin handphone saya, Pak!”

“Saya yang akan bantu kamu, Ajeng. Kamu bisa mati kalau tidak dilampiaskan.” Biantara mulai bersikap tak sopan.

“Nggak mungkin! Ini cuma obat perangsang kan?”

“Iya, tapi kalau reaksimu seperti ini, itu artinya dosisnya sangat tinggi. Kamu cuma butuh pelampiasan.”

“Makanya, saya mau cari suami saya.”

Dengan terseok-seok, Ajeng pergi. Dia tak peduli jika ponselnya masih ada di tangan Biantara.

Yang jelas, dia harus menyelamatkan dirinya dulu saat ini.

“Ajeng, kenapa?” Tanya Doni yang tak sengaja berpapasan dengannya di dekat kamar mereka.

Sayangnya, Ajeng tak peduli. Wanita itu terus berjalan ke kamar madunya.

Doni hampir mengejar Ajeng, tapi seseorang mengalihkan perhatiannya.

Sedangkan Ajeng, sudah sampai  di depan kamar Sabrina. Dia siap mengetuk pintu penginapan di depannya, tapi urung saat mendengar suara sialan dari mulut Sabrina.

“Ah, Mas. Jangan digigit! Aku udah ba sah.”

1
Yunita aristya
ren2 nanti Ajeng sudah pergi baru tau rasa kamu. mau liat kamu nyesal dan jatuh miskin gara2 istri muda mu yg suka foya2😁😂
Nana Colen
luar biasa aku suka sekali karyamu 😍😍😍😍😍
Yunita aristya
lanjut kak
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤❤😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍😍
Nana Colen
benar benar ya rumput tetangga lebih hijau 🤣🤣🤣🤣
Nana Colen
dasar laki tak tau diri 😡😡😡😡
Yunita aristya
lanjut
Nana Colen
lanjut thooooor❤❤❤❤❤
Fitri Handriayani: lanjut
total 1 replies
Nana Colen
iiiih kesel bacanya dongkol sama si ajeng.... cerai jeng cerai banyak laki yang kaya gitu mh 😡😡😡😡
Keisya Oxcel
penasaran
Yunita aristya
lnjut kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!