Kisah CEO dingin dan galak, memiliki sekretaris yang sedikit barbar, berani dan ceplas-ceplos. Mereka sering terlibat perdebatan. Tapi sama-sama pernah dikecewakan oleh pasangan masing-masing di masa lalu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Favreaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 4
"El, aku prihatin atas apa yang menimpa kamu. Aku nggak nyangka, Rian yang sebucin itu sama kamu bisa berkhianat. Apalagi dia selingkuh sama sepupu kamu. Dasar orang-orang yang nggak punya hati!" Kiara ikut geram mendengar cerita Elena barusan. Dia mengambil tissue di atas bufet dan memberikannya pada Elena yang masih menangis.
"Sudah El, laki-laki kayak gitu gak pantes ditangisin. Aku yakin, suatu saat nanti kamu akan mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari si brengsek Rian."
Elena mencebik sambil sesenggukkan. "Gue janji, ini tangisan yang terakhir. Abis ini gue cuma mau jadi penonton dan bakalan jadi saksi hidup, bagaimana akhir kisah mereka. Gue mau jadi orang terakhir yang tertawa. Srettt_"
Elena membuang ingusnya di tissue, membuat Kiara meringis mendengar suara horor itu.
Elena terkekeh, "sorry, kelepasan!"
Kiara memutar bola matanya.
"Terus rencana kamu selanjutnya apa? Kamu tetep mau satu kantor sama mereka?" tanya Kiara penasaran. Elena, Rian dan Elena memang satu kantor di sebuah perusahaan Industri.
"Ya mau gimana lagi, masa gue harus resign, terus jadi pengangguran cuma gara-gara mereka? Rugi bandar dong sist! Lo tau sendiri kan cari kerja jaman sekarang bagaikan mencari sebuah jarum ditumpukkan jerami?"
Kiara terdiam sambil memperhatikan wajah Elena.
"Dia ini sebenarnya cantik, kalau saja mau sedikit berdandan dan lebih bersikap anggun. Tidak gerasak-gerusuk dan ceplas-ceplos." Batin Kiara.
"El, kamu mau gak kerja di perusahaan tempatku kerja?"
Elena mengerutkan kening."Memangnya ada lowongan?" tanyanya, tidak terlalu antusias. Masalahnya dia agak kurang pede. Perusahaan tempat Kiara kerja lebih besar dan lebih bonafide. Sementara dia bukan lulusan dari perguruan tinggi favorit seperti Kiara.
"Ada. Jadi ceritanya sebentar lagi aku mau resign, terus posisi sekretaris jadi kosong dong. Gimana kalau kamu saja yang isi? Nanti aku akan ajari kamu cara kerjaku selama menjadi sekretaris di perusahaan itu. Aku yakin kamu mampu dan bossku akan cocok sama kamu. Asal..."
"Asal apa?"
"Maaf ya, asal kamu mau merubah penampilan." Jawab Kiara hati-hati, takut menyinggung perasaan sahabatnya.
"Memangnya penampilan gue selama ini jelek ya?"
Kiara langsung menggeleng. "Nggak, nggak! Maksudku bukan begitu. Kamu kan terkadang sedikit bar-bar dan ceplas-ceplos kalau bicara, terus kamu juga sedikit kurang perhatian sama penampilan kamu. Coba deh rubah sikap kamu yang itu dan kamu mau berdandan sedikiiittt saja. Aku yakin, kamu akan terlihat sangat luar biasa!"
"Hahaha bisa aja lo! Tapi jujur, gue emang gak pede kalau disuruh gantiin lo jadi sekretaris di perusahaan sebonafide itu."
Elena cengengesan, air matanya yang tadi bercucuran, kini sudah mengering dan dia sudah melupakan kesedihannya.
"Aku yakin kamu bisa, El."
"Emangnya lo mau married sama bang Reno ya?"
Kiara mengangguk sambil tersenyum bahagia. "Iya Sha, bang Reno sudah lamar aku secara pribadi. Tapi secara resminya nanti bulan depan. Kalau nikahnya Insha Allah awal tahun depan. Doain lancar ya?!" pinta Kiara dengan wajah berseri-seri. Dia sejenak melupakan kejadian menyedihkan yang menimpa sahabatnya ini. Untung saja Elena sudah berjanji tak akan menangis lagi. Dan tadi adalah tangisan terakhirnya.
"Gue doain banget Dell. Semoga laki lo bukan pencinta banyak wanita dan bukan kucing garong kaya si Rian. Semoga lancar terus sampai hari H dan happily ever after, amiin!"
"Aamiin... Makasih ya El, kamu memang sahabat terbaikku. Aku juga berdoa buat kamu, semoga bisa cepat move on dari si kucing garong dan segera mendapatkan kucing anggora yang manis dan lucu. Hahaha"
Keduanya tertawa bahagia dan Elena seakan sudah melupakan kesedihannya.
"Jadi kamu mau ya? Nanti kamu, aku jadikan kandidat terkuat untuk gantiin aku."
Elena menatap ragu sahabatnya, tapi kemudian dia mengangguk.
***
Seminggu kemudian, dengan bangganya Nadia menyebar undangan di kantor. Semua teman-teman dia dan Rian mendapat undangan kecuali Elena.
Tapi bukannya mendapat ucapan selamat dari mereka, Nadia malah mendapatkan cibiran dan nyinyiran.
"Loh, kamu menikah sama Rian pacar sepupu kamu?"
"Bukannya yang akan menikah dengan Rian itu Elena?
"Kok kamu tega sih Nad, nikung sodara kamu sendiri?"
"Astaga, ada ya orang-orang yang gak punya hati kayak kalian?"
Itu sebagian kecil ucapan-ucapan dari mereka. Bahkan ada yang lebih parah, sampai ngatain Nadia dan ikut emosi pada perempuan tak tahu diri itu.
"Haram gue dateng ke pernikahan lo!" Kata Siska, sahabat Elena di kantor.
"Dih, gue gak maksa ya! Terserah lo, mau datang apa nggak, gue gak rugi kok." Balas Nadia sambil pergi dengan hati gondok.
"Eh Nadia, jangan-jangan biaya nikah lo, pake duit yang udah dikeluarin Elena buat pernikahan dia ya?" teriak Siska dengan lantang, hingga teman-temannya yang lain pun mendengarnya. Mereka semua menatap Nadia dan menuntut jawaban dari perempuan itu.
"Eh, jangan fitnah ya Siska, gue bisa laporin lo atas tuduhan pencemaran nama baik!" semprot Nadia dengan penuh emosi.
"Lapor sana, gue gak takut! Malahan nanti lo sendiri yang malu karena ucapan gue benar!" timpal Siska tak mau kalah. Tapi Nadia tak berani memperpanjang, karena takut teman-temannya yang lain ikut berbondong-bondong ngejekin dia. Akhirnya diapun melanjutkan langkahnya, meski rasa geram menggerogoti hatinya.
Di belokan menuju kubikelnya, dia berpapasan dengan Elena yang akan ke kantin bersama teman-temannya, karena saat itu memang sedang istirahat siang. Tapi Nadia tak berani mengganggu gadis itu seperti biasanya. Karena jika saat ini mereka berdebat, dia yakin tak akan memenangkan perdebatan itu. Dia tahu Elena, selalu punya jawaban untuk bisa menjatuhkannya di depan teman-temannya. Apalagi sekarang suasana hatinya sedang buruk akibat ejekan yang dia terima tadi. jadi lebih baik dia menghindar. Yang penting sekarang, dia sudah berhasil merebut Rian dari sepupunya itu, meskipun harus dengan cara memberikan tubuhnya terlebih dulu.
"Hai El," Siska melambaikan tangannya dari kejauhan. Elena pun menghampiri sahabatnya itu.
"El, tau gak "
"Nggak!" sambar gadis itu sambil terkekeh. Dan mendapat cubitan di pipinya dari Siska.
"Dengerin dulu, tadi si Nadia habis nyebar undangan, tapi lo tahu apa yang teman-teman katakan sama dia?" Siska menatap Elena sambil menahan senyum
"Apa?" tanya Elena penasaran.
"Bukan ucapan selamat yang dia dapat, tapi ejekan, hahaha!"
Semua teman-teman Elena ikut tertawa. Maklum saja banyak yang geram pada Nadia, karena setahu mereka Rian adalah pacar Elena dan tahu jika keduanya akan melangsungkan pernikahan. Tapi tahu-tahu malah Nadia yang memberikan undangan pernikahannya dengan Rian, tentu saja banyak yang berempati pada Elena.
"Gak apa-apa, gue udah ikhlas si Rian kucing garong itu diangkut Nadia." Ujar Elena enteng dan memang perasaannya pada Rian sudah berganti dengan perasaan jijik.
"Gue yakin, temen-temen kantor kita banyak yang gak akan hadir di pernikahan mereka. Lihat aja nanti!" kata Siska dan diangguki teman-temannya yang lain.
"Biar tahu rasa dia. Gue malah yakin, pernikahan mereka gak akan lama." Cindy ikut menimpali ditambah riuh suara tawa mereka. Elena pun lega, ternyata yang tadinya dia mengira dirinya akan terpuruk sendirian, malah mendapat dukungan dan empati yang luar biasa dari teman-temannya.
***
Di depan sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Jakarta, Cassandra menghentikan taksi online yang ditumpanginya. Lalu dia turun dari mobil itu dan mengeluarkan semua koper dari bagasi. Dari dalam rumah, seorang gadis yang sama cantiknya dengan Cassandra namun terlihat lebih muda, menyambutnya.
"Yeayyy, kak Sandra pulang, kak Sandra pulang" teriaknya.
Dua orang lagi keluar karena mendengar teriakan itu.
"Kak Sandra, kok bawa koper banyak banget? Itu oleh-oleh buat kita ya?" tanya adik perempuannya yang paling bungsu.
Sepertinya dia masih duduk di sekolah dasar.
"Jangan pada ribut, cepat bantuin kakak bawain koper-koper ini masuk ke dalam!"
Kata Cassandra dengan nada kesal. Ketiga adiknya pun tak membantah. Mereka membawakan koper-koper Cassandra dengan tertawa bahagia karena disangkanya isi koper itu adalah oleh-oleh buat mereka.
Di tengah rumah koper-koper itu dijejerkan dan mereka tidak sabar untuk segera membukanya.
"Ayo cepetan buka kak, kita udah gak sabar oleh-oleh apa yang kak Sandra bawa buat kita." Kata Dinda adiknya yang nomor 1.
"Apaan sih kalian ini, itu bukan oleh-oleh, tapi baju-baju kakak semua. Gak ada oleh-oleh kali ini dan cepat bawa lagi koper-koper itu ke kamar kakak!" sentak Cassandra dan dia lebih dulu melangkah ke kamarnya.
Semua adiknya pun terlihat lesu. Tapi mereka tetap menurut pada kakaknya.
"Kak, ibu minggu depan mau pulang katanya." Kata Dinda. Cassandra cuma mengangguk. Tak sedikitpun memperlihatkan raut antusian atas kepulangan ibunya dari Taiwan sebagai TKW.
"Kakak sepertinya sedang ada masalah ya?" tebak Dinda, saat melihat wajah kakaknya yang tak enak dipandang.
"Bukan urusan kamu, cepat keluar sana, kakak mau istirahat!"
"Tapi kak, aku minta uang dong, kita kehabisan uang buat makan. Uang kiriman ibu sudah habis dipakai biaya sekolah aku dan adik-adik. Dan kita belum makan dari pagi. Mau minta ke ibu, kasihan takut gak punya uang lagi, karena sebagian uang ibu kan dipakai untuk membayar utang-utang almarhum bapak." Adu Dinda dan membuat Cassandra semakin pusing, tapi dia juga tidak tega mendengar adik-adiknya belum makan dari tadi. Akhirnya dia memberikan 1 dari 3 lembar uang berwarna merah yang dimilikinya. Lalu memberikannya pada Dinda.
"Nih, kamu belanja bahan makanan, lalu masak yang enak. Kakak juga lapar."
Dinda tersenyum bahagia. Akhirnya dia tidak harus berhutang ke warung hari ini, sebenarnya dia sudah malu, karena hutangnya di warung bu Kokom sudah menumpuk.
Sepeninggal Dinda, Cassandra merebahkan tubuhnya di ranjang. Matanya menerawang ke langit-langit kamar yang warna catnya sudah kusam dan menguning. Karena jika hujan besar di kamarnya ini akan bocor.
Andai saja uang ibunya tidak dipakai untuk mencicil hutang-hutang almarhum ayahnya yang besar, mungkin ibunya sudah bisa merenovasi rumah ini menjadi rumah yang lebih layak. Sementara uang hasil dirinya menjadi model, malah asyik dipakai pesta dan berfoya-foya dengan kekasih gelap dan teman-temannya.
Cassandra menarik napas berat dan menghembuskannya. Sekarang dia menyesal sudah berani main api di belakang Alvaro. Padahal laki-laki itu sangat royal pada dirinya. Dia malah dengan bodohnya berselingkuh dengan Calvin yang kere, hanya karena tak mampu membendung hasratnya.
"Arrgghhh sialan, aku kena batunya! Tapi bagaimanapun caranya, aku harus mendapatkan Alvaro kembali!"
diselingkuhi sama tunangannya gak bikin FL nya nangis sampe mewek² tapi malah tetep tegar/Kiss/