Pertemuan Dua Hati Yang Terluka
"Aku minta maaf El, pernikahan kita harus batal!" tiba-tiba Rian datang ke meja Elena yang kebetulan sudah tak ada teman-temannya karena semua sedang istirahat makan siang.
Elena terdiam sejenak, tapi kemudian tertawa dipaksa.
"Bercanda kamu gak lucu! Udah ah, kita makan siang yuk!" ajaknya sambil berdiri dari duduknya.
"El, aku tidak bercanda. Mamaku memaksa aku untuk menikahi Nadia."
Bagai tersambar petir di siang bolong, Elena terhenyak diam, mulutnya ternganga tak bisa berkata apa-apa. Dia menatap calon suaminya tak percaya.
"Ba-bagaimana bisa? Na-nadia sepupu aku? Apa kalian.."
"Nadia hamil dan itu perbuatanku!"
Lebih dari tersambar petir, kali ini jantung Elena seakan ada yang mencabut paksa dan itu sangat menyakitkan! Kalau sudah begitu, apa yang bisa seorang wanita lakukan? Cuma menangis meratapi kepedihan hidupnya?
Tidak!
Tidak begitu dengan Elena. Walau hatinya sakit seperti ditusuk-tusuk dan disayat-sayat, tapi dia tidak mau hancur sendirian. Rian tidak boleh dibiarkan lolos begitu saja!
"Panggil Nadia ke sini!" perintahnya dengan suara yang mampu membekukan aliran darah Rian.
"Untuk apa El, anggap saja hanya aku yang salah! Nadia sedang mengandung, aku tak mau terjadi apa-apa pada anakku!" Rian sangat ketakutan. Dia tahu Elena bisa bersikap barbar jika ada orang yang membuat masalah dengannya.
"Ya udah, berarti kamu sendiri yang harus bertanggung jawab. Sekarang juga, kamu balikin semua uang yang sudah aku keluarkan untuk biaya pernikahan kita! Semuanya tanpa kurang sepeserpun!"
Wajah Rian langsung pucat mendengarnya. Jangankan untuk mengganti uang Elena, untuk biaya pernikahannya saja, dia tidak tahu harus mencari kemana. Karena semua uangnya pun sudah dipakai untuk biaya pernikahannya dengan Elena.
"Justru aku i-ingin meminta kebaikan hati kamu agar mau merelakan semua persiapan pernikahan kita dialihkan untuk pernikahanku dengan Nadia. Percayalah, setelah Nadia melahirkan, aku akan menceraikannya dan kita akan menikah, lalu hidup bahagia selamanya." Ujar Rian dengan kalimat yang begitu lancar, seolah sedang merayu anak kecil dengan mengiming-imingi permen.
"Benarkah?" Elena tersenyum dengan mata berbinar. Tapi sekejap kemudian, aura mistis di wajahnya terlihat sangat menyeramkan bagi Rian.
"Kamu pikir aku sudi menerima lagi, laki-laki bajingan seperti kamu? Aku malah bersyukur, Tuhan menunjukkan sifat brengsek kamu di saat-saat terakhir. Aku juga berterimakasih pada Tuhan, karena sudah melindungi aku agar tidak terperosok ke kandang ular! sekarang jangan buang waktu lagi, ayo cepat kembalikan semua uangku!" desak Elena sambil menadahkan tangan dan menaik turunkan jemarinya.
"El please, aku mohon kamu mau berbaik hati. Lagian Nadia itu kan sepupu kamu dan kamu juga tinggal di rumahnya. Ya hitung-hitung kamu membalas kebaikan orang tua Nadia yang sudah menampung kamu. Kalau bukan karena kebaikan mereka, bisa-bisa kamu hidup di jalanan."
Elena benar-benar tak percaya, kalau laki-laki yang sedang berbicara ini adalah laki-laki yang dulu sangat dicintainya. Laki-laki yang dulu dia kira akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Sebagai pelindungnya disaat dia terpuruk sendirian.
Tapi semua itu bullshit!
"Lantas perselingkuhan kalian pun dianggap wajar? Sebagai penebus karena aku menumpang tinggal di rumah mereka? Bagus, pemikiran macam apa itu? Dasar bodoh! Aku gak mau tau, pokoknya kembalikan uangku! Kalau tidak, kalian tanggung sendiri akibatnya. Aku akan viral kan dan kalian akan dapat sanksi sosial!"
"No El, please, jangan lakukan itu!"
Rian memohon-mohon dengan menyatukan kedua telapak tangan di dadanya. Wajahnya memelas minta ditabok Elena. Tentu saja gadis itu tak merasa iba sedikitpun. Yang ada dia teramat ilfeel melihatnya.
Tanpa menggubris rengekan Rian, gadis cantik itupun pergi begitu saja setelah kembali menekankan tuntutannya.
***
Seorang pria tampan bertubuh tinggi tegap, keluar dari mobilnya. Dia melangkah dengan penuh percaya diri, menuju gedung apartemen yang dibelinya beberapa bulan lalu, untuk ditempati kekasihnya.
Alvaro Valentino Aryantha, seorang CEO perusahaan Multinasional ternama, yang memiliki ketampanan di atas rata-rata. Dengan postur tubuh ideal yang mampu membuat setiap kaum hawa meleleh saat melihatnya. Dia memiliki kekasih bernama Cassandra Brianna, seorang model yang beranjak terkenal. Cantik mempesona dengan segala keindahan ragawi yang dimilikinya, mampu membuat Alvaro jatuh hati dan berniat melamarnya hari ini.
Ya, Alvaro dan Cassandra memang sudah merencanakan pernikahan impian yang akan digelar secara mewah dan besar-besaran. Mengingat relasi Alvaro bukan dari kalangan biasa.
Tanpa memberitahu kekasihnya, Alvaro yang baru kembali dari perjalanan bisnisnya ke beberapa negara Eropa selama 3 minggu, langsung mendatangi apartemen kekasihnya saking kangen pada wanita itu. Dia juga tidak meminta Calvin, orang kepercayaannya, menjemput dia di bandara.
Langkah sepasang kaki panjang itu sudah sampai di depan pintu apartemen kekasihnya. Jemari panjangnya dengan lincah menekan beberapa angka sebagai password untuk membuka pintu. Dan blakkk.. pintu pun terbuka. Alvaro segera memasuki unit yang terbilang mewah itu.
Suasana terlihat sepi. Alvaro sempat duduk di sofa menunggu Cassandra yang mungkin sebentar lagi datang. Tapi keningnya berkerut saat melihat onggokkan pakaian yang tercecer hingga ke pintu kamar. Kebetulan kamar Cassandra ada di lantai bawah. Hati Alvaro mulai merasa tidak enak. Dia mengikuti ceceran pakaian itu dan berhenti di depan pintu kamar Cassandra. Alvaro ingin mengetukkan tangannya di pintu, tapi...
"Argh beb, please lebih cepat ahh"
Suara desahan itu, terdengar sangat menjijikkan di telinga Alvaro.
Brakkk
Pintu kamar itu ditendang sekuat tenaga hingga terbuka lebar dan mengagetkan sepasang laki-laki dan perempuan yang tengah bergumul di atas ranjang. Seketika desahan kenikmatan yang keluar dari bibir mereka, menghilang. Sementara itu, Alvaro terus melangkah dengan gagah menuju dua orang yang masih dalam keadaan menyatu. Mereka belum sempat saling melepaskan tautan kelamin, karena saking kagetnya.
Aura laki-laki itu terlihat dingin dan angker.
"Sa-sayang?" mata Cassandra melotot kaget, seperti ingin melompat dari porosnya. Mulut wanita cantik yang terlihat acak-acakan itu, menganga lebar, seperti moncong buaya yang tengah menganga, menanti lalat masuk untuk dilahapnya.
"Detik ini juga, kamu dan saya tidak punya hubungan apa-apa lagi! Najis saya menyentuh kulitmu yang kotor itu, walau cuma seujung kuku!" telunjuknya mengarah pada sang wanita yang masih melotot syok.
"Dan kau," telunjuknya beralih pada laki-laki pasangan mesum Cassandra. "Aku pecat secara tidak hormat! Dan aku pastikan tak akan ada perusahaan yang mau menerimamu bekerja!"
Bugh, satu tendangan menghantam pinggang Calvin, orang kepercayaannya di kantor. Hingga lelaki itu terjungkal dan jatuh dari atas ranjang. Bibirnya meringis merasakan kesakitan yang luar biasa saat penyatuannya dengan wanita bossnya, terlepas secara paksa.
"Ma-maafkan saya boss, saya khilaf!" lelaki itu bersujud di kaki Alvaro dalam keadaan telanj*ng. Dia tidak malu saat bokongnya yang hitam terekspos dan pasti akan membuat jijik setiap orang yang melihat. Tapi entah kenapa Cassandra yang cantik dan seksi, bisa tergoda pada laki-laki tidak tahu diri itu.
Bukannya merasa iba, malah tanpa ampun kaki Alvaro kembali melayang dan menendang kening lelaki itu hingga kepalanya membentur dinding. Setelah itu, tanpa menggubris tangisan dan teriakan histeris Cassandra, Alvaro langsung keluar dari unit apartemen itu.
***
Hujan deras mengguyur kota Jakarta. Di dalam mobil mewahnya, Alvaro, berkali-kali mengusap kaca mobil, pandangannya menerawang ke luar. Hujan ini mengingatkannya pada hari di mana hatinya hancur berantakan, diguyur segala emosi yang menyesaki dadanya. Ia menarik napas dalam, berusaha mengusir bayang-bayang kejadian yang menguras emosinya itu.
Tiba-tiba, sebuah motor matic menerobos lampu merah, hampir menabrak mobilnya. Alvaro mengerem mendadak, jantungnya terasa mau copot. Ia melihat seseorang duduk di atas motornya dengan mengenakan jas hujan dan full face helm, terlihat basah kuyup. Lalu orang itu berjalan ke depan mobil Alvaro dan membuka helm serta menggebrak kap mobil itu, sambil sibuk mengusap air hujan dari wajahnya dengan ekspresi yang terlihat kesal.
"Hei! Kau tidak lihat lampu merah?!" Alvaro membentak, suaranya dingin dan tajam, khas seorang CEO yang terbiasa memerintah.
Elena mendongak, matanya bertemu dengan tatapan tajam Alvaro. Ia tak gentar.
"Lampu merah? Aku buru-buru, Tuan! Hujannya sangat deras. Tidak bisakah kau mengalah sedikit pada pengendara sepeda motor yang basah kuyup ini? Lagipula, kau yang nyetirnya pelan sekali, seperti siput!" balasnya dengan nada ketus. Ia kemudian berlalu, meninggalkan Alvaro yang tercengang. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Alvaro merasa ada yang menantang otoritasnya. Dan itu menarik perhatiannya. Hujan deras seakan tak mampu memadamkan api yang baru saja menyala di antara mereka.
"Kamu itu bodoh atau bagaimana? Sudah tahu lampu merah, seharusnya kamu berhenti. Aku tidak peduli kamu basah kuyup! Kalau terjadi apa-apa pada mobilku, apa kamu sanggup ganti rugi?" Alvaro berteriak dari dalam mobilnya yang dibuka sedikit agar suaranya terdengar oleh Elena.
"Ganti rugi? Dasar orang kaya pelit! Dengar tuan, uangmu yang berharga itu tak akan bisa kamu bawa mati!" Elena begitu kesal. Dia cepat-cepat memakai kembali helmnya dan naik lagi ke atas motornya. Telinganya sangat pengang mendengar bunyi klakson dari setiap kendaraan yang perjalanannya merasa terganggu oleh insiden tersebut.
Elena melayangkan tatapan membunuh pada Alvaro sebelum dia melajukan kembali motornya. Sementara laki-laki itu hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah konyol gadis aneh yang baru pertama kali ditemuinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Queen
lanjut
2025-04-17
6