Hidup Naura yang sudah menderita itu, semakin menderita setelah Jessica anak dari Bibinya yang tidak sengaja menjebak Naura dengan seorang pria yang dikenal sebagai seorang preman karena tubuhnya yang penuh dengan tato, berbadan kekar dan juga wajah dingin dan tegas yang begitu menakutkan bagi warga, Naura dan pria itu tertangkap basah berduaan di gubuk hingga mereka pun dinikahkan secara paksa.
Bagaimana kelanjutannya? siapakah pria tersebut? apakah pria itu memang seorang preman atau ada identitas lain dari pria itu? apakah pernikahan mereka bisa bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon elaretaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebuah Kebohongan Besar
"Kau sudah menyiapkan semuanya?" tanya Aiden.
"Sudah, Tuan. Kamar utama sudah siap," jawab Justin, membungkuk sedikit sebelum mengalihkan tatapannya yang ramah namun profesional pada Naura.
"Selamat datang, Nyonya Naura," salam Justin pada Naura.
Panggilan hormat itu terasa begitu mengganggu, Naura menatap Aiden dengan tatapan menuntut saat Justin pergi setelah memberikan isyarat hormat terakhir.
'Tuan? Nyonya? Kenapa mereka manggil aku sama Aiden Tuan dan Nyonya?' batin Naura.
Ketika Naura ingin bertanya, Aiden terlebih dahuku menggenggam tangannya dan membawanya masuk kedalam rumah megah tersebut.
Rasa penasaran Naura langsung hilang karena melihat interior didalam rumah yang begitu indah hingga datang seorang wanita paruh baya, wanita itu begitu sopan ketika menghampiri Aiden dan Naura.
"Tuan, kamar utama sudah disiapkan dan semua kebutuhan Nyonya Naura sudah disiapkan juga," ucap wanita paruh baya bernama Sukma.
"Terima kasih, Bibi boleh kembali bekerja," ucap Aiden dan diangguki Bi Sukma.
"Ayo," ajak Aiden.
"Kenapa orang disini dari tadi manggil kita Tuan dan Nyonya?" tanya Naura.
"Nanti aku jawab ya, sekarang ayo kita lihat kamar utama kita," ucap Aiden dan membawa Naura pergi ke kamar utama.
Aiden menuntun Naura menaiki tangga spiral megah yang karpetnya tebal, meredam setiap suara langkah. Naura, yang masih terkejut dengan lingkungan barunya, hanya bisa menuruti, matanya sibuk memindai setiap detail mewah yang dilewatinya. Mereka melewati koridor panjang berlantai marmer yang dihiasi lukisan-lukisan mahal dalam bingkai emas dan vas-vas antik.
Akhirnya, Aiden membuka pintu ganda yang besar dan kokoh. "Ini kamar kita, Sayang," ujar Aiden, menyingkir sedikit agar Naura bisa melihat ke dalam.
Naura terdiam di ambang pintu, kamar utama itu sebesar ruang tamu di rumah-rumah mewah yang pernah ia lihat di televisi. Jendela besar setinggi langit-langit berbalut tirai beludru tebal, memberikan pemandangan luas ke taman belakang yang tertata rapi. Sebuah tempat tidur king size dengan kanopi mewah menjadi pusat perhatian, dilengkapi seprai sutra berkualitas tinggi. Ada sofa kecil di sudut, meja rias antik, dan pintu-pintu lain yang Naura duga adalah pintu menuju kamar mandi dan lemari pakaian.
"Ini... ini terlalu besar, Mas," ucap Naura, merasa kecil di tengah kemewahan yang berlebihan.
Aiden tersenyum lembut, meraih pinggang Naura dan membawanya masuk. "Kamu pantas mendapatkan yang terbaik, Naura. Semuanya sudah disiapkan untuk kita, ini adalah kamar mandi pribadi dan di sebelahnya adalah walk in closet. Bibi Sukma sudah mengisi lemari pakaianmu dengan beberapa baju yang mungkin kamu butuhkan sementara," ucap Aiden.
Naura berjalan perlahan ke tempat tidur, menyentuh seprai sutra itu dengan ragu. "Aku gak pernah bayangin hidup seperti ini, aku takut tidak bisa beradaptasi, Mas," ucap Naura.
Aiden mendekat dan memeluknya erat dari belakang. "Kamu tidak perlu berubah menjadi orang lain untuk beradaptasi, cukup jadi Naura yang biasanya saja. Aku akan menjadi penopangmu dan sekarang mari kita bicara soal pertanyaanmu tadi," ucap Aiden.
Aiden membalikkan tubuh Naura dan menatap matanya dalam-dalam, ekspresinya kembali berubah serius, ia memegang kedua tangan Naura.
"Kamu tadi tanya kenapa mereka memanggil kita Tuan dan Nyonya bukan?" tanya Aiden.
"Iya," jawab Naura.
"Jadi, kamu harus tau namaku adalah Aiden Javier Andrean," ucap Aiden.
"Iya, aku tau nama Mas, tapi apa hubungannya dengan panggilan Tuan dan Nyonya?" tanya Naura yang memang tidak tahu seberapa terkenalnya nama Aiden di kalangan pebisnis.
"Namaku cukup terkenal dikalangan pebisnis, mereka melakukan segala cara untuk bekerjasama denganku," ucap Aiden.
"Maaf Mas, aku masih belum paham, tapi kenapa orang panggil aku sama kamu Tuan dan Nyonya?" tanya Naura.
"Baiklah, aku tidak akan bertele-tele lagi biar kamu paham, jadi aku adalah pemilik Andrean Group, salah satu konglomerat terbesar di negara A. Perusahaan kami bergerak di berbagai sektor real estat, teknologi, hingga agribisnis yang baru aku rintis di desa. Aku berpura-pura menjadi anak buah Juragan Adit karena aku perlu mengamati bisnisku tanpa diketahui identitas asliku, jika aku datang sebagai pemilik Andrean Group, semua akan berjalan terlalu formal dan terencana. Aku ingin melihat kenyataan di lapangan, Juragan Adit hanyalah anak buahku, aku menyuruhnya untuk bersandiwara menjadi atasanku. Selama aku hidup di desa itu, hidupku begitu lancar dan bisnisku juga untung besar hingga suatu insiden tidak terduga terjadi, aku ketemu sama kamu, kita dipaksa menikah dan seperti sekarang hubungan kita," jelas Aiden.
Naura menunduk dan mencerna fakta bahwa ia adalah calon istri dari salah satu pria paling berkuasa di negaranya, rasa kagetnya bercampur dengan sedikit rasa terluka karena merasa dibohongi.
"Aku tahu ini adalah sebuah kebohongan besar, dan aku minta maaf. Tapi, percayalah jika semua yang aku lakukan untukmu itu nyata dan sekarang aku harus kembali karena ada masalah besar yang mengancam perusahaan keluargaku," ucap Aiden.
"Tapi, kenapa Mas gak bicara jujur sama aku? harusnya setelah kita nikah, Mas bilang siapa Mas sebenarnya," ucap Naura dengan air mata yang sudah mengalir deras membasahi pipinya.
"Maaf, saat itu aku pikir kita menikah karena terpaksa, jadi aku belum ada niatan untuk mengungkapkannya, tapi sekarang sadar aku salah harusnya aku bilang semuanya sejak awal," ucap Aiden.
"Kamu jahat banget Mas, kamu pikir aku menikah sama kamu bukan karena terpaksa? aku juga terpaksa Mas, tapi aku coba buat terbuka sama kamu, sekarang aku kayak orang bodoh, aku ada di tempat yang seharusnya bukan milikku," ucap Naura.
"Kamu ini bilang apa sih, tempat ini milik kamu. Kamu adalah Nyonya Andrean yang aku pilih dan gak ada perempuan lain yang boleh menempatinya selain kamu," ucap Aiden.
Naura menarik tangannya dari genggaman Aiden, air mata yang sudah mengalir deras kini bercampur dengan rasa kecewa yang mendalam. Kata-kata Aiden tadi tidak mampu meredakan rasa sakit dan sedih karena merasa dibohongi.
'Aku bukan Nyonya Andrean, aku hanya gadis dari desa yang Mas Aiden nikahi karena terpaksa,' batin Naura.
Melihat keterdiaman Naura, Aiden pun merasa frustasi. Aiden berlutut dihadapan Naura, "Maafkan aku, aku bersalah, tapi aku serius dnegan pernikahan ini, aku mau kita menjalin rumahtangga layaknya suami istri pada umumnya," ucap Aiden.
"Sepertinya aku gak bisa Mas," ucap Naura.
"Jangan bicara seperti itu, kamu pasti bisa. Kamu tetap anggap aku suami kamu, statusku sebagai pengusaha tidak akan merubah apapun yang terjadi pada kita, aku suami kamu dan kamu istriku. Aku mau kita hidup bersama sampai maut memisahkan, aku mau kamu ada di sampingku menjadi penyemangatku," ucap Aiden.
.
.
.
Bersambung.....