NovelToon NovelToon
Se Simple Bunga Selamat Pagi

Se Simple Bunga Selamat Pagi

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Diam-Diam Cinta / Cintapertama / Idola sekolah
Popularitas:704
Nilai: 5
Nama Author: happy fit

kinandayu gadis cantik tapi tomboy terlihat semaunya dan jutek..tp ketika sdh kenal dekat dia adalah gadis yang caring sm semua teman2 nya dan sangat menyayangi keluarga nya....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon happy fit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 28- rindu yang baru belajar jalan

Hari-hari pertama tinggal di Jogja terasa aneh buat Kinandayu Ratri Prameswari. Bukan karena tidak betah—ia justru pelan-pelan jatuh cinta sama kota ini—tapi karena ini untuk pertama kalinya ia bangun pagi tanpa suara Papa memanggil dari ruang tamu, tanpa Mama yang bertanya mau sarapan apa, tanpa Shaka yang ribut nyari kaus atau minta uang jajan.

Kamar kosnya berada di lantai dua bangunan kecil warna krem, gangnya sempit tapi aman, dan hanya berisi enam kamar. Posisinya menghadap jalan setapak kecil menuju warung burjo. Kamar itu tidak besar—hanya sekitar tiga kali empat meter—tapi cukup nyaman. Kasurnya single bed dengan sprei motif bunga pastel yang Mama pilihkan. Di sebelahnya ada meja belajar kayu dengan rak kecil di atasnya, masih rapi karena Kinan belum sempat berantakan.

Dinding putihnya kosong. Mama sempat bilang,

“Pasang foto keluarga ya, Nak. Biar kamu ingat rumah.”

Tapi sampai sekarang foto itu masih dalam amplop, tergeletak di pojok meja. Entah kenapa Kinan belum berani membukanya. Takut kangen, mungkin.

Pagi itu, cahaya matahari Jogja masuk lewat jendela besar yang kacanya agak buram. Kinan duduk di tepi kasur sambil memegang ponsel. Ada notifikasi baru dari Mama.

Mama: Selamat pagi, Kak. Sudah sarapan?

Kinan: Selamat pagi, Ma. Udah. Tadi beli roti di depan kos.

Mama: Jangan cuma roti. Makan nasi juga nanti siang.

Kinan tersenyum kecil. Meski jauh, Mama tetap Mama.

Belum sempat ia meletakkan ponsel, notifikasi lain masuk. Dari Maya.

Maya: KINAAANNN. Kamu hidup kah?

Maya: Udah mandi??

Maya: Udah kangen aku belum??

Kinan ngakak sambil membalas.

Kinan: Baru bangun. Baru mandi. Kangen dikit.

Maya: DIKIT??? Astaga Kinan durhaka.

Setelah itu muncul pesan dari Andi yang biasanya sok cool tapi ujung-ujungnya juga random.

Andi: Mayan. Gua kira dia bakal bilang “nggak kangen”. Jadi masih mending.

Maya: SIAPA YANG MINTA KOMENTAR LO ANDI?

Chat itu bikin pagi Kinan terasa lebih normal.

Ia lalu melihat koper yang belum sepenuhnya dibongkar. Beberapa baju masih terlipat rapi seperti waktu Papa masukkan ke dalam. Kinan mendesah, mengingat saat Papa dan Mama mengantar dua hari lalu—ketika mereka berdiri di depan kos, menatapnya dengan bangga tapi juga berat hati.

Papa sempat mengusap kepala Kinan. “Hidupmu mulai berubah, Nak. Tapi kamu pasti bisa.”

Mama memeluknya lama sekali sampai Kinan nyaris mau nangis.

Shaka bahkan menahan-nahan supaya tidak terlihat mewek, padahal matanya sudah merah.

Kenangan itu masih menempel jelas.

Kinan menghela napas panjang, lalu bangkit membereskan kamar. Ia membuka jendela lebar-lebar, membiarkan udara Jogja yang hangat mengisi ruang sempit itu. Suara burjo memanggil-manggil, suara sepeda motor lewat pelan, dan beberapa mahasiswa bercanda dari gang depan.

“Jogja ramah banget ya,” gumamnya.

Belum sempat ia lanjut merapikan meja, ponselnya bergetar lagi. Kali ini nama yang muncul membuat jantung Kinan berhenti sepersekian detik.

Danu Alfareza.

Setelah dua hari di Jogja, mereka baru chat-chat singkat soal barang-barang kuliah. Danu sudah berada di Bandung, sibuk registrasi mahasiswa baru ITB dan beresin tempat tinggal. Mereka sama-sama lelah, tapi tetap saling menyapa.

Kinan membuka pesannya.

Danu: Kamu bangun?

Kinan: Udah dong. Baru beresin kamar.

Danu: Kosan kamu gimana?

Kinan: Kecil, tapi nyaman kok. Kamu?

Danu: Lumayan. Tapi kamar mandinya jauh. Aku malas.

Kinan: Wkwk sabar, arsitek masa depan.

Danu balas cukup cepat.

Danu: Hari ini kamu ada acara?

Kinan: Pengen ke kampus, liat suasana. Kamu?

Danu: Sama. Aku mau cari makan dulu. Di sini semuanya mahal.

Kinan: Jogja murah banget sumpah. Kamu harus pindah sini aja.

Danu: Kalau bisa aku pindah, aku pindah. Tapi kamu mau aku ngikutin kamu terus?

Pesan itu membuat pipi Kinan panas spontan.

Kinan: Eh kamu ngomong apa sih tiba-tiba.

Danu: Bercanda. Dikit.

Kinan menggigit bibir, merasa dadanya hangat aneh.

Sebelum ia sempat balas lagi, Maya menelpon via video call.

Wajah Maya langsung muncul, rambut berantakan, mata masih ngantuk. Andi ada di belakang memakan roti, entah kenapa ikutan masuk frame padahal gak diundang.

“BESTTT!!!” teriak Maya.

Kinan tertawa. “Astaga Maya, aku belum pakai bedak.”

“Biar lah. Kamu tetep cantik. Eh eh eh—lihat kosan kamu dong!” Maya menggeser kamera menjauh agar bisa melihat lebih jelas.

Kinan memutar ponsel, memperlihatkan kamar mungil itu: kasur single bed dengan boneka kecil pemberian Shaka di pojok, meja belajar dengan rak kayu, lemari dua pintu yang terisi baju sehari-hari, dan kamar mandi dalam yang pintunya agak berdecit kalau dibuka.

“Lucu banget Kin!”

“Estetik,” komentar Andi sambil mengunyah.

“Ya ampun Andi awas itu roti masuk kamera,” kesal Maya.

Kinan terkekeh. “Ya gini lah, kecil tapi nyaman. Yang penting aman.”

“Kalau ada cowok kos sebelah ganteng, bilang aku duluan,” ujar Maya tiba-tiba.

Kinan menatapnya datar. “Aku baru dua hari di sini, May.”

“Ya siapa tahu,” Maya angkat alis sambil cekikikan.

Andi ikut nimbrung, “Kalau beneran ada, kamu jangan kejar dulu. Kasih kesempatan Kinan napas.”

Maya memukul bahu Andi. “Kamu tuh sebagai pacar, peranmu adalah dukung aku flirting.”

Andi mendengus, “Ngaco.”

Mereka bertiga tertawa bersama.

Walau jauh, tawa itu membuat kamar kos yang kecil mendadak terasa lebih luas dan hangat.

Setelah video call selesai, Kinan mandi lalu bersiap jalan ke kampus. Ia mengenakan kemeja putih lengan pendek, jeans biru, dan totebag besar. Agar terasa seperti mahasiswa beneran, katanya.

Saat ia keluar kos, pemilik kos, Mbak Wina, menyapa ramah.

“Mau kemana, Mbak Kinan? Kuliah?”

“Ke kampus aja, Mbak. Liat-liat dulu.”

“Ati-ati ya. Siang panas banget nanti.”

Jogja memang ramah. Orang-orangnya seakan paham caranya membuat pendatang merasa diterima.

Kinan berjalan ke halte Trans Jogja terdekat sambil menikmati suasana. Banyak mahasiswa memakai jaket almamater, sebagian ngobrol sambil ngopi di pinggir jalan. Jogja terasa hidup, tapi dengan ritme yang lembut.

Begitu sampai kampus, Kinan hampir tidak percaya ia sekarang menjadi bagian dari tempat itu. Gedung-gedung tua bercampur modern, pohon-pohon besar menaungi jalan, dan mahasiswa lalu lalang dengan semangat yang menular.

Ia mengelilingi kawasan fakultasnya, berhenti di depan papan besar bertuliskan “Fakultas Kedokteran”.

Dadanya bergetar halus.

“Aku beneran di sini ya…” bisiknya.

Selesai berkeliling, Kinan duduk di bangku bawah pohon, mengambil foto dan mengirim ke grup Maya dan Andi.

Kinan: Liat nih. Bakal jadi rumah baruku.

Maya: ASTAGA BAGUS BANGETTT. Aku liat aja udah mau nangis.

Andi: Kin, semangat ya. Kamu pasti jadi dokter keren.

Maya: Iyaaa, terus kalau kamu jadi dokter, aku pasien VIP ya.

Andi: Kalau Maya masuk IGD soalnya jatuh dari motor gara-gara kebanyakan drama gimana?

Maya: DIEM ANDIII.

Kinan tertawa sampai perutnya sakit.

Beberapa menit kemudian, pesan baru dari Danu masuk.

Danu: Kin.

Kinan: Ya?

Danu: Hari ini aku liat kampus juga. Lucu.

Kinan: Lucu kampus?

Danu: Iya. Kamu harus liat. Tapi kamu jauh.

Kinan: Nanti kirim fotonya.

Danu sempat tidak balas selama beberapa menit.

Lalu pesan panjang muncul.

Danu:

Aku masih nggak terbiasa bangun tanpa liat kamu langsung di gerbang sekolah.

Nggak biasa belajar tanpa kamu sebelahku.

Tapi aku mau kamu tau… meskipun kita beda kota, aku masih di sini. Kita masih di sini.

Kinan berhenti bernapas sejenak.

Lalu ia mengetik pelan-pelan.

Kinan:

Aku juga belum biasa. Tapi kita bareng-bareng ya.

Danu:

Iya. Bareng-bareng.

Entah kenapa mata Kinan terasa panas.

Bukan karena sedih.

Lebih ke… hangat. Perasaan baru yang masih belajar berjalan.

Ia menutup ponsel dan memandang langit Jogja. Awan bergerak pelan, seakan mengikuti ritme kota yang lembut.

Kinan tahu hidupnya berubah.

Teman-temannya menyebar ke kota berbeda.

Papa, Mama, dan Shaka jauh.

Danu pun tidak lagi ada satu kelas dengannya.

Tapi ia juga tahu satu hal lain:

Ia tidak sendirian.

Dan mungkin, justru di kota baru inilah perjalanan barunya benar-benar dimulai.

✨✨ To be continued

Seperti biasa best minta like nya bisa ya 🤗

1
Rachmad Irawan
semangat author.. jangan lupa update yg rutin ya thor 😍😍 love you author
Guillotine
Bravo thor, teruslah berkarya sampai sukses!
Winifred
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
happy fit: makasih komentar nya best..dukung author trs ya 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!