NovelToon NovelToon
Obsesi Sang Ceo

Obsesi Sang Ceo

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Obsesi / Diam-Diam Cinta / Dark Romance
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Biebell

Camelia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah dalam satu malam.
Hanya karena hutang besar sang ayah, ia dipaksa menjadi “tebusan hidup” bagi Nerios—seorang CEO muda dingin, cerdas, namun menyimpan obsesi lama padanya sejak SMA.

Bagi Nerios, Camelia bukan sekadar gadis biasa. Ia adalah mimpi yang tak pernah bisa ia genggam, sosok yang terus menghantuinya hingga dewasa. Dan ketika kesempatan itu datang, Nerios tidak ragu menjadikannya milik pribadi, meski dengan cara yang paling kejam.

Namun, di balik dinding dingin kantor megah dan malam-malam penuh belenggu, hubungan mereka berubah. Camelia mulai mengenal sisi lain Nerios—sisi seorang pria yang rapuh, terikat masa lalu, dan perlahan membuat hatinya bimbang.

Apakah ini cinta… atau hanya obsesi yang akan menghancurkan mereka berdua?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Biebell, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 — Meminta Saran

Keesokan harinya, tepat pada pukul sepuluh pagi. Camelia berjalan keluar dari dalam ruangan, ia ingin pergi ke divisi pemasaran untuk bertemu dengan Sheryl. Ada satu hal yang ingin ditanyakan olehnya pada Sheryl. Semoga saja wanita itu mau memberitahunya.

Seperti biasa, suasana di setiap divisi ada yang nampak ramai, ada juga yang tenang. Seperti divisi pemasaran yang hari ini nampak ramai sekali yang kesana-kemari keluar dari tempat mereka bekerja.

Baru beberapa langkah keluar dari dalam lift, Camelia langsung dihampiri seorang wanita yang sepertinya lebih muda darinya.

"Selamat pagi, Bu Camelia," sapa wanita itu sambil membungkuk kecil.

Camelia tersenyum simpul sambil mengangguk pelan. "Selamat pagi," balasnya.

"Kebetulan sekali saya bertemu dengan Ibu di sini. Saya ingin bertanya, apakah Tuan Nerios ada di ruangannya? Saya ingin mengantarkan berkas atas perintah Bu Sheryl."

"Tuan Nerios ada di ruangannya, kau bisa langsung ke sana," balasnya dengan tenang

"Baik, terima kasih Bu!" Wanita itu kemudian beranjak pergi.

Dan Camelia pun lanjut berjalan menuju ruangan Sheryl. Ketika tinggal beberapa langkah lagi sampai, tiba-tiba ada lagi karyawan yang menghampirinya.

"Selamat pagi, Bu Camelia!" Yang kali ini dia menyapa Camelia dengan semangat, matanya terlihat berbinar.

Camelia menatap ke arahnya, lalu tersenyum kecil. "Iya, selamat pagi."

"Saya Anita, karyawan baru di sini. Sebelumnya saya ingin sekali bertemu dengan Ibu, karena banyak yang bilang sekretaris Tuan Nerios sangat cantik!" Dia berceloteh panjang.

"Selamat bergabung, Anita. Semoga kamu betah kerja di sini ya." Camelia menepuk pelan bahu Anita sembari terkekeh pelan. "Terima kasih juga untuk pujiannya."

Anita mengangguk cepat, senyumnya tidak luntur. "Iya, sama-sama Bu!"

"Kalau begitu saya permisi ya, saya ada urusan dengan Bu Sheryl," pamit Camelia.

"Iya, silahkan Ibu!" Anita menyingkir dari hadapan Camelia.

Camelia pun langsung beranjak kembali, begitu sudah di depan ruangan Sheryl, ia langsung mengetuknya beberapa kali. Ketika ada sahutan yang menyuruhnya masuk, baru Camelia membuka pintu dan melangkah masuk.

"Selamat pagi, Bu Sheryl," sapa Camelia sambil berjalan mendekat.

Sheryl menghentikan gerakannya, ia menatap Camelia yang masuk ke dalam ruangan dengan tatapan bingung.

"Ada apa? Apakah Tuan Nerios membutuhkan sesuatu?" tanyanya.

"Tidak," Camelia menggeleng kecil, ia berdiri tepat di depan meja kerja Sheryl. "Saya yang membutuhkan sesuatu dari Ibu."

"Oh ya? Apa itu?" Sheryl memajukan kursinya, lalu bertopang dagu di atas meja.

Camelia menghela nafas perlahan sebelum menjelaskan, "Ada salah satu kolega Tuan Nerios yang ingin berbicang berdua membahas kerjasama mereka. Tapi saya belum bisa menemukan restoran yang bagus untuk pertemuan itu. Apakah Bu Sheryl bisa merekomendasikan-nya?"

"Sejak dulu saya selalu berusaha sendiri, pahit manis saya terima dari komentar Tuan Nerios jika salah memilih tempat, lalu kau dengan mudahnya meminta bantuan?" cemooh Sheryl.

"Saya tau seharusnya saya berusaha sendiri, tapi saya berpikir apa salahnya meminta bantuan Anda agar pertemuan penting ini tidak gagal." Camelia berusaha tenang, tidak terpengaruh dengan ucapan Sheryl.

"Memangnya kenapa kalau kau gagal memilih tempat, bukannya Tuan Nerios tidak akan memarahimu?" Sheryl merasa Nerios memiliki hubungan dengan Camelia, karena perlakukan pria itu pada Camelia jelas berbeda saat Nerios memperlakukannya yang hanya sebatas sekretaris.

Camelia menopang kedua tangannya di atas meja, wajahnya menunduk, menatap datar Sheryl. "Apa Anda bisa membantu saya? Jika tidak bisa, maka langsung katakan saja, tidak perlu bertele-tele. Anda terlihat sekali merasa kalah dengan saya!"

Mata Sheryl memicing tajam, tangannya menunjuk wajah Camelia. "Tutup mulutmu, s*alan!"

"Saya hanya meminta bantuan Anda karena saya merasa Anda lebih senior dan tau segala tentang tugas sekretaris. Tapi Anda justru lebih senang beradu argument dengan saya, itu sangat membuang waktu saya!" cibir Camelia. Apakah Sheryl berpikir dirinya tidak bisa membalas? Oh tentu saja bisa! Nerios saja dicaci maki oleh Camelia, apa lagi hanya Sheryl.

Sheryl terdiam sesaat, nafasnya terdengar berat sepertinya dia menahan amarah. Lalu tak lama senyum miring muncul di bibirnya.

"Saya akan membantumu, tapi ..." Sheryl mendekatkan wajahnya dan berkata dengan pelan, "Bantu saya membujuk Tuan Nerios agar mau datang ke pesta Mamih saya!"

Camelia kembali menegakkan tubuhnya, sebelah alisnya terangkat. "Saya tidak bisa. Jika saya melakukan itu, yang ada Tuan Nerios tau jika saya meminta bantuan pada Anda."

"Kau tidak dibolehkan Nerios meminta bantuan padaku, ya?" Sheryl tertawa meledek. "Betapa berharganya dirimu untuk Nerios!"

"Jelas wajar jika saya berharga untuk Tuan Nerios, karena saya wanita yang beliau incar sejak lama!" tekan Camelia dengan senyum miringnya. Lalu ia memutar tubuhnya beranjak dari sana.

Sebelum benar-benar keluar dari dalam ruangan Sheryl, Camelia pun berkata, "Jika Anda yang berharga untuk Tuan Nerios, itu baru mustahil!"

"Camelia s*alan!" maki Sheryl dengan suara yang lantang.

Karena pintu belum tertutup saat Sheryl memaki, itu membuat beberapa orang menatap Camelia yang berjalan dengan santai. Sebagian ada yang berpura-pura tidak peduli dan sebagian lagi ada yang langsung bergosip, mengira-ngira penyebab Sheryl bisa marah pada Camelia.

...———...

Nerios menatap sebuah titik merah di layar tablet yang terus bergerak, lalu berhenti beberapa menit sebelum kembali bergerak. Senyum kecil terlukis di wajahnya sejak tadi. Bukan hanya karena pekerjaannya berjalan lancar, tapi juga karena satu hal, Camelia. Dalam benaknya, ia yakin wanita itu tak akan pernah bisa lepas darinya.

Begitu pintu ruangan terbuka, Nerios segera menoleh. Senyumnya melebar, tablet di hadapannya ia matikan seolah tak pernah ada.

“Sudah selesai mencari referensinya?” tanyanya ramah. Sebelumnya, Camelia memang izin keluar sebentar untuk mencari rekomendasi restoran.

Camelia mengangguk sambil berjalan mendekat. “Aku mendapatkan dua restoran yang cocok untukmu bertemu kolega,” ucapnya sambil menaruh beberapa catatan di meja Nerios.

“Baiklah, di mana saja itu?” Nerios menatapnya penuh perhatian.

“Yang pertama dekat, hanya sekitar lima belas menit naik mobil. Lalu yang satu lagi agak jauh, sekitar satu jam. Tapi ulasannya jauh lebih bagus.” Camelia jelas mencari informasi ini sebelum meminta bantuan Sheryl, tapi karena ragu dengan pilihannya sendiri, jadi ia menghampiri wanita menyebalkan itu.

Nerios mengangguk-angguk. “Jadi, siapa yang memilih? Aku, atau kau saja?”

Camelia menggigit bibir bawahnya sebentar, lalu menjawab ragu, “A-aku saja yang memutuskan.”

“Pastikan makanan di sana enak, agar suasana obrolan lancar,” kata Nerios serius, membuat Camelia makin ragu.

Ia belum pernah mencicipi makanan di kedua tempat itu. Restoran yang biasa ia kunjungi dulu berbeda, lebih dekat dengan rumah keluarganya. Kini, ia harus menebak berdasarkan ulasan saja.

Melihat keraguan itu, Nerios mengulurkan tangan, mengelus punggung tangannya lembut. “Jangan khawatir. Aku tidak akan marah kalau kau salah pilih.”

Camelia menatapnya dengan mata sedikit membulat. “Kau serius?”

“Paling … gajimu saja yang akan aku potong,” jawabnya santai sambil mengangkat bahu.

“Cih, sama saja!” Camelia menggebrak meja pelan lalu berbalik, melangkah ke mejanya dengan kesal.

Nerios tertawa kecil. “Bukankah itu lebih baik daripada aku marahi?”

Camelia sudah duduk, tapi matanya menatap sinis. “Lebih baik kau marah daripada potong gaji.”

“Memangnya kenapa kalau gajimu berkurang?” Padahal Camelia jarang mengeluarkan uang, karena dirinya tidak membiarkan wanitanya mengeluarkan uang.

“Tentu saja karena aku tidak bisa beli barang-barang mewah!” balasnya cepat.

“Aku bisa membelikannya,” ujar Nerios ringan.

“Tidak mau. Pakai uang sendiri lebih baik.”

Nerios terdiam sejenak. Ia tahu, itu hanya alasan saja. Kenyataannya, Camelia sering mengirim sebagian gajinya untuk keluarga. Nerios tidak pernah mengungkit, meski ia tahu setiap detail gerak-gerik wanita itu.

Akhirnya ia hanya berkata, dengan nada setengah nasihat, “Sudahlah. Pilih saja yang menurutmu terbaik. Jangan takut salah, jika salah maka kau bisa belajar dari kesalahanmu itu."

Camelia menghela napas lalu mengangguk kecil. “Baiklah. Aku pastikan dulu, sekalian menyiapkan berkas untukmu bertemu kolega.”

Nerios kembali fokus pada laptopnya, membuka beberapa file. “Aku kirimkan dua file padamu. Rapikan dan print, ya.”

“Iya, kirimkan saja padaku,” balas Camelia, tangannya sudah siap di atas keyboard.

Ruangan kembali dipenuhi bunyi ketikan dan desiran pendingin ruangan. Hanya sesekali Nerios melirik Camelia, seakan ingin memastikan bahwa wanita itu benar-benar ada di sana, bersamanya, tak pergi ke mana pun.

Beberapa menit kemudian, suara mesin printer mulai terdengar dari sudut ruangan. Suara berderak halus, kertas yang perlahan keluar, satu demi satu, memenuhi keheningan di antara mereka. Bau khas tinta printer baru tercium samar, bercampur dengan aroma kopi yang masih tersisa di meja kerja Nerios.

Camelia berdiri di samping printer, memperhatikan dengan teliti setiap lembar kertas yang keluar. Ia menata hasil print dengan hati-hati, merapikan sudut-sudutnya agar terlihat sempurna tanpa ada lipatan. Sesekali tangannya merapikan rambut yang jatuh ke pipinya, matanya fokus, seolah detail sekecil apa pun tidak boleh ada yang salah.

Nerios, dari balik mejanya, mengamati diam-diam. Bibirnya melengkung, bukan karena tumpukan kertas yang makin rapi, melainkan karena melihat bagaimana Camelia begitu telaten dan serius. Baginya, itu lebih berharga daripada laporan setebal apa pun.

“Sudah selesai,” ucap Camelia sambil kembali melangkah ke meja Nerios, menyerahkan berkas yang kini terikat rapi dalam map.

Nerios menerima dengan senyum tipis. “Seperti biasa, hasil tanganmu rapi sekali.”

Camelia menatapnya sebentar, lalu buru-buru mengalihkan pandangan. “Itu memang pekerjaanku, kan?” jawabnya singkat, meski wajahnya tampak sedikit memerah.

“Ya, tapi tetap saja aku menyukainya.” Nerios menepuk ringan map itu, lalu menatap Camelia dengan sorot yang dalam, membuat wanita itu terdiam sejenak sebelum akhirnya bergegas kembali ke mejanya.

Suara printer yang kini telah berhenti menyisakan keheningan baru. Hanya ada detak jarum jam di dinding dan suasana kerja yang perlahan kembali normal, namun entah kenapa, hati Camelia justru berdebar lebih cepat.

1
Satsuki Kitaoji
Gak nyangka bakal se-menggila ini sama cerita. Top markotop penulisnya!
Alucard
Baca sampe pagi gara-gara gak bisa lepas dari cerita ini. Suka banget!
MilitaryMan
Ceritanya bikin saya ketagihan, gak sabar mau baca kelanjutannya😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!