NovelToon NovelToon
DEBU (DEMI IBU)

DEBU (DEMI IBU)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Poligami / Keluarga / Healing
Popularitas:18.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

“Aku rela jadi debu… asal Ibu tetap hidup.”

Kevia rela ayahnya menikah lagi demi ibunya bisa tetap menjalani pengobatan. Ia pun rela diperlakukan seperti pembantu, direndahkan, diinjak, dianggap tak bernilai. Semua ia jalani demi sang ibu, wanita yang melahirkannya dan masih ingin ia bahagiakan suatu hari nanti.

Ardi, sang ayah, terpaksa menikahi wanita yang tak ia cintai demi menyelamatkan istri tercintanya, ibu dari putri semata wayangnya. Karena ia tak lagi mampu membiayai cuci darah sang istri, sementara waktu tak bisa ditunda.

Mereka hanya berharap: suatu hari Kevia bisa mendapatkan pekerjaan yang layak, membiayai pengobatan ibunya sendiri, dan mengakhiri penderitaan yang membuat mereka harus berlutut pada keadaan.

Agar Kevia tak harus lagi menjadi debu.

Agar Ardi tak perlu menjadi budak nafsu.

Tapi… akankah harapan itu terkabul?

Atau justru hanyut… dan menghilang seperti debu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. Sikap Ambigu

Brugh!

Tubuh Riri menghantam lantai keras. Alih-alih terkulai dramatis, wajahnya justru meringis. Bahunya membentur lantai dengan suara dug! yang menyakitkan.

Beberapa murid yang melihat bukan panik, malah pecah tertawa.

“Ya Tuhan, Riri, itu apaan?!” salah satu anak bersuara, disusul gelak tawa.

“Pura-pura pingsan? Akting lo kalah sama anak SD, Ri!” cibir yang lain.

“Mau kabur dari hukuman, ya? Jangan harap!”

“Kalau dia masih pura-pura pingsan, gotong aja ke kelas bau. Biar sekalian pingsan beneran!”

Ruangan meledak dengan tawa dan ejekan. Wajah Riri memerah padam, tubuhnya bergetar menahan malu. Ani di sampingnya hanya bisa menunduk dalam-dalam, kedua tangan menutupi wajahnya.

Bu Ratna menggeleng pelan, wajahnya penuh kecewa. Sementara Pak Anton hanya bisa menghela napas panjang. Tak ada satu pun yang tertipu drama murahan itu. Hukuman tetap berjalan.

Mereka digiring kembali ke kelas, lalu dipaksa jongkok. Dengan tangan gemetar, mereka mulai menciduk sampah busuk penuh belatung. Setiap kali jari menyentuh lendir dan kotoran, perut mereka bergolak. Bau amis bercampur busuk menembus rongga hidung, menusuk sampai ke tenggorokan, membuat keduanya tersedak.

“Ughh—hueekk!!” Ani tak tahan lagi, muntah di antara sampah.

Riri ikut terpicu, tubuhnya membungkuk, memuntahkan isi perutnya. Ironisnya, muntahan itu justru menambah kotornya tumpukan yang harus mereka bersihkan.

Tawa para siswa di sekitar semakin keras, bergema, menusuk harga diri mereka yang hancur berkeping-keping.

Mereka berdua terus membersihkan, dengan mata berair, wajah penuh muntahan dan air mata. Hukuman itu benar-benar terasa lebih kejam daripada sekadar kerja paksa. Ini adalah eksekusi mental di depan publik.

***

Bel pulang berbunyi. Riuh langkah murid-murid langsung memenuhi lorong, seperti air bah yang meluap dari bendungan. Suara riang bercampur lelah memenuhi udara. Meja-meja berderak, kursi diseret, pintu berayun. Tak lama kemudian, aula nyaris kosong.

Riri sempat menoleh sebelum keluar. Tatapannya menusuk Kevia. Dingin, tajam, penuh ancaman.

“Tunggu saja di rumah nanti…” batinnya menahan amarah, bibirnya menyunggingkan senyum tipis penuh dendam.

Kevia menggigil. Ia berusaha menunduk, berpura-pura sibuk merapikan buku. Begitu Riri menghilang di pintu, keheningan menyeruak. Kini tinggal dirinya sendiri, terjebak dalam sisa kelelahan hari panjang.

Perlahan ia bangkit. Langkahnya terasa berat, setiap hembusan napas bagai membawa segumpal batu di dada.

"Aku gak tahu apa yang akan Riri lakukan padaku nanti… Aku hanya berharap semua ini gak ikut menyeret Ibu," batinnya lirih.

Koridor sekolah tampak lengang, senyap seperti dunia yang sudah ditinggalkan. Cahaya sore menyusup di antara celah dedaunan, menorehkan bayangan acak di sepanjang lorong.

Kevia berjalan sendirian… hingga tiba-tiba—

“Ak—ahh!”

Seseorang menarik tangannya dengan cepat. Kevia terperanjat, tubuhnya hampir terhuyung.

“Diam.”

Suaranya tegas, dingin, tapi sangat dikenali.

Kevin.

Sebelum sempat berkata, Kevia sudah ditarik ke arah belakang sekolah, ke sudut yang sepi, jauh dari kerumunan. Napas Kevia memburu, matanya menatap bingung pemuda yang kini berdiri tepat di hadapannya.

“Ke…Kevin? Apa—”

“Maaf.” Suaranya rendah, dalam. Tatapan Kevin menusuk, penuh sesuatu yang tak bisa ditebak. “Aku gak bisa belain kamu terang-terangan di depan semua orang. Tapi percayalah, aku selalu ada di pihakmu.”

Jantung Kevia berdegup kencang. Kata-kata itu seperti pukulan sekaligus penghiburan.

“Kamu… apa maksudmu?” suaranya bergetar, setengah tak percaya.

Kevin menghela napas berat, seolah menyimpan beban besar. “Aku tahu, aku bakal menyulitkan kamu kalau terlihat dekat sama kamu. Jadi… mulai hari ini kita pisah tempat duduk.”

Kevia terpaku. Matanya membesar, tak mengerti.

“Apa? Kenapa begitu? Aku gak—”

“Ponselmu.” Kevin tiba-tiba menadahkan telapak tangannya. “Kasih ponselmu.”

Kevia hanya melongo, bingung. “Po…ponsel?”

Kevin menghela napas lagi, wajahnya datar tapi matanya penuh sabar yang ditahan. Tanpa aba-aba, ia meraih tas Kevia dari bahunya.

“Eh! Hei, Kevin! Jangan—”

Terlambat. Tas sudah berpindah ke tangan Kevin. Ia membukanya cepat, menemukan ponsel butut dengan layar retak.

Hatinya mendadak tergores. Ia menatap sejenak ponsel itu, tua, kusam, penuh luka goresan. Ada sesuatu yang menegang di rahangnya, tapi ia tak berkata apa-apa. Dengan cekatan ia mengetik nomornya, lalu menelpon ponselnya sendiri.

“Sekarang aku punya nomormu.”

Ia mengembalikan ponsel itu ke genggaman Kevia, lalu meletakkan kembali tas di bahunya.

Kevia masih bingung, matanya penuh tanda tanya.

“Kevin… kenapa? Maksudmu apa semua ini?”

Kevin mendekat sedikit. Tangannya terulur, mengelus pelan puncak kepala Kevia. Gerakan yang sederhana, tapi terasa hangat sekaligus membuat Kevia terdiam.

“Cepat pulang.”

Ia berbalik begitu saja, melangkah pergi tanpa menoleh.

Kevia terpaku, jantungnya berdebar tak beraturan. "Kenapa dia… bersikap seperti itu? Apa maksud semua perkataannya? Dia… seperti tahu sesuatu tentang aku."

Langkah Kevin makin menjauh, tapi sebelum bayangnya menghilang di balik koridor, suaranya kembali terdengar, datar, tapi jelas.

“Cepat pulang.”

Kevia terperanjat. Punggungnya merinding, matanya berkaca-kaca. Tatapan matanya tak lepas dari sosok Kevin yang makin menjauh… meninggalkan segudang misteri yang menyesakkan dada.

***

Rumah besar keluarga Rima akhirnya tampak di ujung jalan. Bagi Kevia, rumah itu tak pernah jadi tempat berlindung, tapi seperti penjara dengan jeruji tak kasatmata. Ia berdiri lama di depan gerbang, menelan ludah yang terasa getir.

"Tak apa mereka menyiksaku… asal jangan menyakiti Ibu."

Langkah kakinya terasa berat saat mendekati pintu.

Kreeek!

Pintu terbuka. Belum sempat ia masuk sepenuhnya, sebuah tangan kasar menarik pergelangannya.

“Ak—h!”

Bughh!

Bughh!

Pukulan-pukulan keras menghantam tubuhnya. Kevia terhuyung, nyeri menjalar ke sisi punggung.

“Dasar tak tahu diri! Berani-beraninya kau membuat putriku dihukum!” bentak Rima seraya memukuli Kevia dengan penyapu. Wajahnya memerah penuh amarah. “Anak sialan!”

Kevia hanya bisa meringis menahan sakit. Riri berdiri tak jauh, tersenyum puas, matanya bersinar dingin melihat Kevia diperlakukan seperti itu.

“Kevia…”

Suara lirih itu datang dari lorong. Kemala, dengan langkah tertatih, keluar dari kamarnya. Wajah pucatnya memucat lebih dalam, hatinya bagai diremas saat melihat putrinya dipukuli.

“Hentikan, Rima! Apa yang kau lakukan?!” seru Ardi yang tiba-tiba datang, buru-buru menghalangi. Ia meraih tubuh Kevia, melindunginya di balik punggungnya.

“Minggir! Anak ini membuat putriku di-skors seminggu dan dihukum sebulan penuh hanya gara-gara dia! Bahkan membuat putriku membersihkan sampah bau berbelatung. Aku harus beri pelajaran biar tahu rasa!” Rima menatap Ardi penuh api.

Ardi menahan napas, rahangnya menegang. “Kalau kau mau pukul seseorang, pukul aku. Tapi jangan sentuh putriku.”

“Kau… berani melawanku?” Mata Rima menyipit, suaranya rendah tapi beracun. “Kau tahu akibatnya kalau menantang aku?”

Ardi bergeming, dadanya naik-turun menahan emosi. Ia menempatkan tubuhnya di depan Kevia, melindungi sekaligus menutupi putrinya dari amukan Rima.

Kemala terhuyung maju, air mata mengalir tanpa henti. “Kevia…” bisiknya, tangannya terulur lemah. “Rima, cukup! Apa pun yang sudah terjadi, jangan sakiti mereka…”

“Diam, perempuan penyakitan!” bentak Rima, suaranya bergetar bukan hanya oleh marah, tapi juga cemburu.

Ia melihat Ardi menoleh pada Kemala. Tatapan matanya penuh perasaan yang tak pernah bisa ia ucapkan. Rasa bersalah, cinta, kerinduan yang dipendam bertahun-tahun. Tatapan itu justru membuat Rima makin terbakar.

Tatapan itu… tatapan yang tak pernah Ardi berikan padanya, bahkan setelah semua yang telah ia lakukan.

“Kau yang diam, Rima,” suara Ardi dalam, bergetar menahan amarah. "Selama ini aku menurut, aku diam. Tapi kalau kau berani lagi menyakiti mereka, aku berhenti. Dan ingat, Rima, aku bisa membuat usahamu hancur, sama seperti aku membuatnya maju.”

Mata Rima membelalak. “Kau… mengancamku?” desisnya. Meski berusaha keras terdengar garang, ada kilatan takut yang menyelinap di balik sorotnya.

Kemala terisak, air matanya bercucuran. “Kalau kau ingin balas dendam, lakukan padaku. Tapi jangan Kevia… jangan Ardi. Tidakkah kau sadar, Rima? Apa pun yang kau lakukan pada kami, tetap saja kau tak pernah bahagia.”

“Diam!” Rima mendesis, menatapnya penuh kebencian. “Apa yang kau tahu tentang aku?! Minggir, Ardi! Akan kuhajar anak tak tahu diri ini!”

“Cukup!” bentak Ardi, suaranya membelah udara. “Kalau kau masih berani menyiksa anak dan istriku, aku pastikan kita hancur bersama. Jangan uji aku, Rima.”

Keheningan mencekam menggantung. Rima menggertakkan giginya, napasnya memburu.

Plak!

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
asih
nah ardi ada kemajuan ancam balik rima buat hancur usahanya ..kerja keras tak di gaji,se enaknya nyuruh orang lakuin kerjaan berat,di siksa di ancam
Puji Hastuti
Lanjut kk
Puji Hastuti
Bagus ardi kamu harus tegas
Dek Sri
lanjut
Hanima
lanjut Ardi..
anonim
Riri nanti bakal semakin sadis tidak terhadap Kevia - secara dia pinginnya bikin Kevia yang salah, mendapat hukuman daei Guru dan di benci teman-teman kelasnya - ternyata ketahuan perbuatannya sendiri di bantu Ani - tapi yakin Riri tak punya malu ini.
anonim
persahabatan duo rubah betina Riri dan Ani ambyar gak ya - jadi musuhan tidak nantinya mereka berdua - saling melempar kesalahan
anonim
duo rubah betina akhirnya ketahuan yang melempar sampah di dalam kelas dan yang memasukkan uang kas ke dalam tas Kevia. Kevia yang tak bersalah yang dituduh teman-temannya. Benar-benar perbuatan yang sangat jahat - Riri dan Ani biar menikmati hukuman dari bu Guru.
anonim
wuuiiihhh si ratu drama pura-pura pingsan biar tidak membersihkan sampah yang penuh belatung
abimasta
riri masih aja cari aman
Marsiyah Minardi
Ya ampun kapan kamu sadar diri Riri, masih bocil otaknya kriminil banget
septiana
dasar Riri mau lari dari tanggungjawab,tak semudah itu. sekarang ga ada lagi yg percaya sama kamu setelah kejadian ini.
naifa Al Adlin
yap begitu lah kejahatan tetep akan kembali pada yg melakukan kejahatan. bagaimanapun caranya,,, keren kevin,,,
asih
oh berarti Kevin Diam Diam merekam ya
Puji Hastuti
Riri lagu lama itu
Hanima
siram air comberan sj 🤭🤭
Anitha Ramto
bagus hasih CCTVnya sangat jelas dua anak ular berbisa pelakunya,dan sangat puas dengan lihat mereka berdua di hukum,Kevia merasa lega kalo dirinya jelas tidak bersalah...,Kevin tersenyum bangga karena telah menyelamatkan Kevia dan membuktikan kepada semua siswa/wi dan para guru jika Kevia bukanlah pelakunya hanya kirban fitnah dan bully...

tenang saja Kevia jika ada yang mengusikmu lagi Kevin tidak akan tinggal diam,,Kevin akan selalu menjadi garda terdepan untukmu..
Siti Jumiati
kalau pingsan dimasukkan aja ke kelas yang bau tadi biar cepat sadar...

rasain Riri dan Ani kamu harus tanggung jawab atas semua perbuatanmu

makanya jadi orang jangan jail dan berbuat jahat.

semangat kak lanjutkan makin seru aja...
Dek Sri
lanjut
abimasta
kevin jadi pwnyelamat kevia
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!