NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Sahabat

Menikah Dengan Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Mereka tumbuh bersama. Tertawa bersama. Menangis bersama. Tapi tak pernah menyangka akan menikah satu sama lain.

Nina dan Devan adalah sahabat sejak kecil. Semua orang di sekitar mereka selalu mengira mereka akan berakhir bersama, namun keduanya justru selalu menepis anggapan itu. Bagi Nina, Devan adalah tempat pulang yang nyaman, tapi tidak pernah terpikirkan sebagai sosok suami. Bagi Devan, Nina adalah sumber kekuatan, tapi juga seseorang yang terlalu penting untuk dihancurkan dengan cinta yang mungkin tak terbalas.

Sampai suatu hari, dalam situasi penuh tekanan dan rasa kehilangan, mereka dipaksa menikah demi menyelamatkan kehormatan keluarga. Nina baru saja ditinggal tunangannya yang berselingkuh, dan Devan, sebagai sahabat sejati, menawarkan sebuah solusi yaitu pernikahan.

Awalnya, pernikahan itu hanyalah formalitas. Tidak ada cinta, hanya kenyamanan dan kebersamaan lama yang mencoba dijahit kembali dalam bentuk ikatan suci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 24

Pagi setelah kepanikan dini hari yang sukses bikin semua orang terbangun, Devan bangun lebih awal dari biasanya. Ia duduk di meja makan sambil membuka laptop dan menyusun daftar tugas seperti orang yang mau memimpin rapat nasional. Tangannya memegang pena, di sampingnya ada buku catatan berjudul: “Checklist Persiapan Menjadi Ayah Hebat”.

“Siapkan baju ganti untuk Nina – Done.”

“Latihan cara gendong bayi – Pending, nanti minta tolong Bidan Mira.”

“Siapkan playlist musik klasik buat dedek – Done.”

Ia bahkan menempelkan sticky note ke kulkas:

“Jangan panik. Napas. Hitung sampai 10. Jangan telepon bidan kalau Nina masih bisa marah-marah.”

Saat Nina keluar kamar dengan daster bermotif bunga, rambut dikuncir asal dan wajah masih setengah ngantuk, ia terkejut melihat suaminya sudah rapih dan… memakai celemek bertuliskan “Ayah Hebat 99% (1% panik)”.

“Devaaaan... kamu ngapain sih jam segini udah kayak pegawai kelurahan?” ucap Nina sambil duduk, memegangi pinggangnya yang mulai sering pegal.

“Ini, aku nyiapin semuanya. Hari ini aku mau belajar mandiin boneka! Aku juga beli buah dan susu khusus ibu hamil. Tadi subuh aku chat-in grup suami siaga—mereka kasih tips jitu biar istri bahagia!”

Nina mengerjap. “Grup apa?”

“Grup WA ‘Suami Siaga 24 Jam’! Ada Mas Irfan suaminya Mbak Risa juga di situ. Ternyata dia juga sempat panik waktu Mbak Risa hamil tujuh bulan! Jadi aku nggak sendiri,” Devan menjelaskan dengan bangga.

Nina hampir tertawa mendengar Devan yang sekarang kayak ikut pelatihan parenting kilat.

Devan lalu membawa nampan berisi sarapan ke hadapan istrinya. Ada roti panggang isi telur, buah potong, dan susu hangat. Tapi ada satu hal yang bikin Nina terdiam sejenak—di atas roti itu ada tulisan kecil dari saus tomat: “Semangat calon ibu terhebat.”

Devan duduk di sampingnya, tersenyum lebar. “Gimana? Aku juga udah beli bantal tambahan biar kamu lebih nyaman tidur. Terus aku pasangin aromaterapi di kamar tadi malam, kamu nyium nggak?”

Nina mengangguk pelan. “Iya... wangi lavender ya?”

“Benar! Itu katanya bisa bikin ibu hamil lebih rileks. Dan katanya juga, kalau ayah rutin ngobrol sama bayinya, bayi akan lebih dekat dan tenang waktu lahir.”

Devan lalu berjongkok di depan perut Nina, menempelkan telinganya ke perut istrinya dan mulai berbicara:

“Dedek... ini Ayah. Maaf ya tadi malam Ayah panik banget. Tapi Ayah janji, mulai sekarang Ayah bakal lebih tenang, biar kamu dan Ibu nyaman. Kamu sabar dulu ya, jangan keluar dulu, tunggu dua bulan lagi ya. Ayah udah siap nemenin kamu nanti... walaupun... ya... Ayah masih deg-degan kalau denger kata ‘kontraksi’.”

Nina tak mampu menahan tawa. Ia mengelus kepala suaminya dengan penuh cinta. “Kamu ini, Van... bisa jadi host acara Ayah & Bayi.”

Devan berdiri lagi lalu membuka lemari dan memperlihatkan whiteboard kecil yang ia tempelkan:

“Countdown Menuju Ayah Hebat – 63 Hari Lagi.”

Setiap hari, ia akan mencoret satu angka. Ia menuliskan jadwal:

Hari ini: belajar gendong boneka

Besok: ikut webinar menyusui untuk ayah

Minggu depan: ikut kelas senam hamil bareng Nina

Nina sempat heran melihat suaminya yang biasanya santai kini berubah jadi seperti peserta Olimpiade Kehamilan. Tapi ia tahu, ini adalah bentuk cinta Devan yang tulus. Bukan karena tuntutan, bukan karena takut, tapi karena ingin jadi bagian dari semua proses—dari awal hingga nanti saat mereka memeluk bayi mungil yang sedang mereka nantikan.

“Van, kamu serius banget ya?” tanya Nina pelan.

Devan menoleh dan mendekatinya. “Aku serius banget, Nin. Aku ingin kamu merasa nggak sendiri. Aku mau kamu tahu, aku ikut jalanin ini semua sama kamu. Bahkan kalau kamu suruh aku gantiin kamu ngidam durian jam 3 pagi, aku lakuin.”

Nina tertawa lagi. “Tapi aku nggak suka durian.”

“Alhamdulillah,” ucap Devan cepat.

Mereka tertawa bersama. Tawa kecil itu mengalir hangat di antara aroma lavender dan cahaya pagi yang menembus tirai jendela. Tidak ada hal mewah pagi itu, hanya dua sahabat yang kini menjadi suami istri, saling menjaga, belajar, dan menanti hadirnya anggota keluarga baru.

Tapi di tengah keheningan itu, HP Devan tiba-tiba berdering.

Bidan Mira: Calling…

Devan langsung berdiri kaku. “Astaga… aku salah pencet tombol panggil bidan!”

Nina menutup wajahnya lagi dengan tangan. “Ya Allah, Devan…”

*

“Maaf ya, Mbak Nina, kursinya tinggal yang di depan,” ujar seorang instruktur muda sambil menunjuk ke tikar yoga biru paling depan ruangan.

Nina, dengan wajah malu-malu, berjalan perlahan. Perutnya yang mulai membuncit membuat langkahnya sedikit pelan. Di belakangnya, Devan membawa tas berisi air mineral, kipas lipat, dan handuk kecil. Ia tampak lebih tegang dibandingkan istrinya. Matanya menyapu ruangan:

Semua peserta… perempuan.

Semua pasangan… ibu hamil.

Dan dirinya… satu-satunya laki-laki di ruangan itu.

Devan menelan ludah. “Nin, beneran nih aku ikut juga?”

Nina menoleh dan tersenyum. “Katamu mau nemenin terus.”

Devan langsung mengangguk penuh semangat. “Iya dong! Suami siaga nggak boleh mundur. Meski... ya... agak takut dikira nyasar.”

Ruangan itu cukup besar, dengan lampu remang, karpet empuk, dan pendingin ruangan yang membuat suasana nyaman. Musik lembut diputar pelan dari speaker. Instruktur senamnya—Mbak Dinda—mengenakan pakaian olahraga dan punya suara lembut tapi tegas.

“Baik, Ibu-ibu hebat dan calon ayah yang luar biasa,” sapanya sambil melirik Devan yang langsung kaku. “Hari ini kita mulai dengan peregangan ringan. Nanti pasangan bisa bantu pijat pundak atau pegang tangan istri saat latihan pernapasan. Siap ya?”

Devan langsung duduk bersila di belakang Nina. Tangannya menyiapkan posisi seolah-olah mau ikut lomba. Tapi ketika Mbak Dinda mulai memberi instruksi, Raka justru jadi pusat perhatian.

“Ambil napas dari hidung… buang perlahan dari mulut… dan ulangi…”

“SSSHHHHUUUUUUUHHHHHHH…”

Suara hembusan napas Devan terlalu keras sampai dua ibu di sebelah menoleh menahan tawa. Nina langsung menyikut lengan suaminya pelan.

“Van… biasa aja.”

Devan terkekeh kecil. “Maaf, aku terlalu niat.”

Lalu masuk ke gerakan ringan: duduk bersila, angkat tangan ke atas, lalu miring ke kanan dan kiri. Tapi karena posisi Devan terlalu dekat dengan Nina, ketika Nina miring ke kanan, ia malah menabrak wajah suaminya.

“Aww!”

Nina menahan tawa. “Maaf, Van…”

“Tidak, aku baik-baik saja. Cinta kadang memang menyakitkan,” jawab Devan sambil memijat pipinya sendiri. Beberapa ibu lain mulai tersenyum melihat mereka.

Setelah sesi pemanasan, giliran latihan ‘pernapasan saat kontraksi’. Instruktur meminta pasangan untuk memegang tangan istri dan menatap matanya, lalu latihan pernapasan bersama.

Devan menatap Nina sambil mencoba serius. Tapi begitu mereka saling bertatapan, entah kenapa malah saling cekikikan.

“Van, kamu jangan lucu-lucu dong,” ucap Nina berbisik.

“Matamu tuh... kayak ngajak aku lomba ketawa,” bisik Nina balik.

Saat instruktur berkata, “Ingat, saat kontraksi nanti, ibu akan butuh fokus dan kekuatan dari dalam... dan dari pasangan,”

Devan spontan memegang kedua tangan Nina dengan khidmat dan berkata pelan, “Kalau kamu butuh kekuatan, ingat aja, kita pernah ngelewatin UAS Statistika bareng. Kalau itu bisa kita hadapi, melahirkan pasti bisa juga.”

Nina ngakak. “Kamu bandingin ngelahirin sama ujian?”

Devan tersenyum. “Sama-sama bikin deg-degan dan penuh keringat.”

Suasana kelas makin santai ketika sesi terakhir: pijat punggung ibu hamil. Instruktur mengarahkan pasangan untuk memijat lembut pundak dan punggung. Devan memijat pundak Nina penuh kehati-hatian. Tapi karena terlalu fokus, ia malah menekan titik yang bikin Nina geli.

“Devaaan! Itu bukan pijat, itu nyiksa,” teriak Nina setengah tertawa.

“Eh maaf, aku kira titik refleksi,” Devan panik.

“Ibu Nina dan Mas Devan, kalian pasangan yang paling ekspresif hari ini,” kata instruktur sambil tersenyum.

Semua peserta tertawa. Devan menunduk malu, tapi juga bangga.

Setelah kelas selesai, beberapa ibu hamil menghampiri mereka.

“Salfok deh liat suaminya Mbak Nina, lucu banget.”

“Ih, suami zaman sekarang harus kayak Mas Devan nih.”

“Mas, ngajarin suami saya dong biar mau ikut senam juga!”

Devan melambaikan tangan seperti selebgram. “Saya ada grup WA-nya. Nanti saya invite,” katanya sok serius.

Di perjalanan pulang, Nina menyandarkan kepalanya ke bahu Devan di dalam mobil.

“Thank you ya, udah nemenin sampai kelas senam kayak gitu.”

Devan mencium keningnya pelan. “Aku ikut karena aku pengen ada di tiap langkah kamu. Kalau nanti kamu kesakitan, aku mau jadi orang pertama yang kamu lihat—dan kalau bisa, orang pertama yang kamu cubit juga.”

Nina tersenyum. “Berarti kamu siap ya... jadi suami yang dipelototin waktu kontraksi?”

Devan tertawa. “InsyaAllah... asal jangan dilempar kursi roda aja.”

Dan mereka tertawa bersama, melanjutkan perjalanan pulang, diiringi degup jantung yang kini tak hanya berdua, tapi bertiga.

1
Eva Karmita
masyaallah bahagia selalu untuk kalian berdua, pacaran saat sudah sah itu mengasikan ❤️😍🥰
Julia and'Marian: sabar ya kak, aku kemarin liburan gak sempat up...🙏
total 1 replies
Eva Karmita
semangat semoga semu yg kau ucapkan bisa terkabul mempunyai anak" yg manis ganteng baik hati dan sopan ya Nina
Eva Karmita
semoga kebahagiaan menyertai kalian berdua 😍❤️🥰
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
Herman Lim
selalu berjuang devan buat dptkan hati nana
Eva Karmita
percayalah Nina insyaallah Devan bisa membahagiakan kamu ❤️
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
Julia and'Marian: hihihi buku sebelumnya Hiatus ya kak, karena gak dapat reterensi, jadi males lanjut 🤣, makasih ya kak udah mampir 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!