NovelToon NovelToon
Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Lily Of Valley: Ratu Mafia Yang Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Identitas Tersembunyi
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: chery red

Dilahirkan dalam keluarga kaya, Alea Lily Armstrong tumbuh dalam penolakan. Dianggap pembawa sial, ia dikucilkan dan dibenci. Luka hati mengubahnya menjadi wanita dingin. Pertemuannya dengan Alexander, ketua mafia terluka, membawanya ke dunia gelap.
Lea menjadi "Ratu Mafia Tersembunyi," menyembunyikan identitasnya. Dendam membara, menuntut pembalasan atas luka lama. Di tengah intrik mafia, Lea mencari keadilan. Akankah ia temukan kebahagiaan, ataukah dendam menghancurkannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chery red, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

30. Bucin Level Akut dan Bangkitnya Sang Pembalas

Beberapa hari setelah insiden penyerangan yang menggemparkan, suasana di Rumah Mahardika akhirnya sedikit mereda. Alea dan Axel, meskipun masih terbalut perban di beberapa bagian tubuh, telah menunjukkan pemulihan yang signifikan. Dokter Satria, setelah melakukan pemeriksaan terakhir, mengizinkan mereka pulang. Namun, tentu saja, kepulangan mereka tidak bisa lepas dari drama.

"Kalian berdua ini! Sudah dibilang jangan bergerak terlalu banyak! Alea, lukamu itu belum kering total, nanti bisa robek lagi!" Dokter Satria mengomel tak henti, tangannya berkacak pinggang di depan ranjang Alea. "Axel! Kau itu bukannya bantu, malah menempel terus seperti perangko! Biarkan Alea istirahat yang benar!"

Axel, yang memang dari tadi tidak beranjak seinci pun dari sisi ranjang Alea, bahkan ketika Alea mencoba duduk, hanya cengengesan. "Ih, Daddy ini! Aku kan cuma memastikan Alea nyaman. Lagipula, kan kasihan Alea-ku kalau ditinggal sendirian, nanti kangen aku," ucap Axel dengan nada manja yang dibuat-buat, sambil melirik Alea dengan mata berbinar.

Alea hanya bisa tersenyum tipis, geli melihat tingkah Axel yang tidak ada habisnya. Meskipun tubuhnya masih terasa sakit, tingkah tunangannya itu cukup menghiburnya.

"Kangen, kangen! Kangen itu nanti di rumah! Sekarang bantu Alea bersiap-siap!" Dokter Satria frustrasi, mengusap wajahnya. "Ingat ya, Alea, Axel, istirahat total! Jangan ada aktivitas berat dulu! Terutama kau, Alea. Jaga lukamu baik-baik. Jangan sampai infeksi!"

Tak lama kemudian, Indira, ibunda Axel, masuk ke kamar perawatan membawa beberapa tas berisi pakaian ganti dan kebutuhan Alea dan Axel. Di belakangnya, Harun, ayah Axel, mengekori dengan senyum maklum.

"Axel, Sayang, sudah sana ganti baju. Jangan bikin pusing Daddy Satria terus," kata Indira, mencoba menarik Axel menjauh dari Alea.

Namun, Axel tetap bersikukuh. "Aku mau bantu Boo pakai baju, Mom. Nanti kalau sakit gimana?"

"Axel!" teriak Indira, suaranya naik beberapa oktaf. "Alea bisa sendiri! Lagipula ada perawat yang bantu! Kau itu sudah dewasa, jangan manja terus!"

"Ya ampun, Mom. Kan aku sayang My Boo," bisik Axel, sengaja mengeraskan suaranya agar Alea bisa mendengar. Alea terkekeh pelan.

Indira hanya bisa menggelengkan kepala, tangannya berkacak pinggang. "Lihat anakmu ini Dad. Bucinnya sudah stadium akhir ini."

Harun tertawa kecil. "Biarkan saja, Sayang. Itu artinya Axel benar-benar mencintai Alea."

"Cinta sih cinta, tapi tidak begitu juga! Bikin orang jantungan saja!" sungut Indira, meskipun ada senyum tipis di bibirnya.

Setelah perdebatan kecil yang lucu itu, akhirnya Axel berhasil dipaksa menjauh agar Alea bisa dibantu perawat berganti pakaian. Axel sendiri juga dibantu Harun dan Dion untuk berganti baju dan memastikan lukanya tidak bermasalah.

Ketika Alea dan Axel sudah siap pulang, mereka disambut oleh barisan lengkap para sahabat: Dion, Jeremy, Thomas, Arya, Putra, Michael, dan Jordan. Wajah mereka terlihat lega dan ceria, meskipun ada sorot khawatir di mata masing-masing.

"Akhirnya keluar juga kalian berdua! Aku kira kalian mau jadi penghuni tetap di sini," celetuk Jeremy, mencoba mencairkan suasana.

"Syukurlah kalian baik-baik saja," kata Thomas, menepuk bahu Axel pelan. "Kami semua khawatir setengah mati."

"Terima kasih sudah datang dan menjenguk kami," ucap Alea tulus, tersenyum lemah.

"Santai saja, kan kita semua keluarga," sahut Putra, nyengir lebar.

Arya, yang biasanya tenang, kini terlihat sedikit lega. "Jaga diri kalian baik-baik setelah ini. Kalau ada apa-apa, langsung kabari kami."

"Betul tuh kata Arya," tambah Michael. "Jangan sampai kejadian kemarin terulang lagi."

Jordan, dengan wajah serius, mendekati Axel dan Alea. "Para detektif sudah mulai bergerak. Semoga cepat ada kabar baik. Kalian istirahat saja dulu."

"Siap, Bos!" Axel memberi hormat ala militer kepada Jordan, membuat semua orang terkekeh.

Perjalanan pulang dari rumah sakit ke rumah Axel dan juga merupakan tempat Alea tinggal setelah Alea memutuskan hubungan kekeluargaannya dengan keluarga Amstrong, tidak kalah dramatis. Axel bersikeras Alea harus duduk di sampingnya di kursi belakang mobil, dan sepanjang perjalanan, tangannya tidak lepas dari genggaman tangan Alea. Bahkan ketika Alea mencoba mengambil air minum dari tasnya, Axel sudah sigap menyodorkan botol dan sedotan.

"Axel, aku bisa sendiri," kata Alea, sedikit geli dengan perhatian berlebihan Axel.

"Enggak bisa, Boo. Kan tanganmu masih sakit. Biar aku saja," jawab Axel, tatapan matanya penuh kasih sayang.

Indira, yang duduk di kursi depan bersama Harun, hanya bisa mendengus. "Axel, Sayang, kamu itu sudah seperti bayangan Alea saja. Nanti kalau di rumah, jangan sampai Alea ke kamar mandi juga kamu ikutin ya!"

"Dih, Mom! Kan aku menjaga!" Axel membela diri dengan pipi merona. "Mana ada aku sampai ke kamar mandi ikutin My Boo. Itu kan privasi!"

Harun tertawa terbahak-bahak. "Sudah, sudah. Kasihan Alea jadi malu."

Sesampainya di rumah, Alea langsung disambut hangat oleh Bi Sumi, pengurus rumah, yang sudah menyiapkan kamar Alea dengan rapi dan nyaman. Axel bersikeras menemani Alea sampai ke kamar, bahkan menawarkan diri untuk mengangkat Alea ke tempat tidur.

"Axel, aku bisa jalan sendiri," Alea terkekeh, meskipun kakinya sedikit goyah.

"Nanti kalau jatuh bagaimana? Aku tidak mau ambil risiko," kata Axel, wajahnya serius.

Indira yang melihat itu hanya bisa menggelengkan kepala untuk kesekian kalinya. "Terserah... Terserah... Terserah kalian sajalah. Yang penting Alea istirahat."

Setelah beberapa hari pemulihan di kamar yang nyaman dan tenang, luka-luka Alea perlahan mulai membaik. Meskipun Dokter Satria dan Mommy Indira terus mewanti-wanti untuk istirahat total, pikiran Alea tidak pernah benar-benar beristirahat. Ada dendam yang belum tuntas, dan kini, misteri baru yang menyelimuti dirinya.

Pada sore hari yang cerah, ketika Axel sedang keluar sebentar dengan teman-temannya untuk mencari makan, Alea mengambil kesempatan itu. Dengan perlahan, ia turun dari tempat tidur. Tangannya masih sedikit gemetar, namun tekad di matanya lebih kuat dari sebelumnya. Ia berjalan menuju meja di sudut kamar, tempat laptop pribadinya tergeletak.

Alea membuka laptopnya, cahaya layar menyinari wajahnya yang pucat. Jari-jarinya yang masih terasa kaku bergerak lincah di keyboard. Ia membuka browser dan menyusup ke sistem operasional perusahaan milik Richard. Bukan hanya situs berita ekonomi, kali ini Alea masuk lebih dalam, mengakses data-data internal yang mestinya terenkripsi rapat.

Mata Alea menelusuri grafik dan laporan terbaru. Seminggu yang lalu, Richard terpukul telak setelah kehilangan 70% saham perusahaannya, menyebabkan perusahaannya nyaris kolaps dan nilai sahamnya terjun bebas. Namun, sekarang, ada sesuatu yang menarik perhatian Alea, sesuatu yang hanya bisa ia lihat dari dalam sistem.

Perusahaan Richard Amstrong, perlahan tapi pasti, mulai merangkak naik kembali.Tidak terlalu cepat, tidak terlalu mencolok, tapi ada pergerakan positif yang konsisten. Nilai sahamnya yang tadinya anjlok kini menunjukkan tanda-tanda stabilisasi, bahkan sedikit kenaikan. Laporan keuangan menunjukkan adanya suntikan dana segar dan perubahan strategi yang cerdik. Informasi ini belum merata di publik, dan identitas pemegang saham mayoritas yang menggerakkan kebangkitan ini diselimuti kerahasiaan yang sangat ketat di bursa.

Alea membaca setiap laporan internal dengan saksama, analisis datanya tajam. Ia mengamati pergerakan saham, volume transaksi, dan bahkan memo-memo internal yang membahas restrukturisasi manajemen.

Sebuah senyum sinis terukir di bibir Alea. Bukan Richard yang membuatnya tersenyum, melainkan keberhasilan rencananya yang bergerak dalam bayangan, dan misteri yang menyelimuti dirinya sendiri. Richard, si manipulator ulung, kini menari dalam alunan musik yang dimainkan Alea, tanpa ia sadari.

Pikiran Alea mulai menghubungkan titik-titik. Kejadian penculikan yang baru saja menimpanya, serta sosok bertopeng misterius yang menolongnya. Apakah ada benang merah di antara semua ini? Apakah semua ini saling berkaitan?

Alea merasa adrenalinnya kembali terpompa. Ini berarti permainannya belum selesai. Malah, sepertinya ini baru permulaan dari permainan yang jauh lebih besar dan kompleks.

"Richard Amstrong," bisik Alea pada dirinya sendiri, tatapan matanya berubah dingin dan tajam, penuh perhitungan. "Kau pikir bisa lolos begitu saja? Ini belum berakhir. Justru ini baru permulaan dari nerakamu."

Jari-jarinya mengetuk pelan keyboard, matanya terus menelusuri data di layar. Rasa sakit di lukanya seolah menguap digantikan oleh fokus dan tekad membara. Alea tahu, ia harus lebih cerdik dan lebih cepat dari siapa pun yang mencoba bermain di balik layar.

1
Naruto Uzumaki family
Lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!