warning!!
terdapat umpatan dan **** ***** bijaklah dalam berkomentar
karya ini merupakan karya asli author!
jika ada kesamaan tempat, nama dan waktu itu bukan kesengajaan!!
Aurora steffani Leandra, seorang gadis yang terpaksa menerima takdir jika dirinya telah dijual oleh sang ibu tiri demi uang, dirinya dilelang pada sebuah perkumpulan mafia dan bos besar. hingga akhirnya seorang mafia kejam bernama Liam Emiliki Kyler membelinya. bagaimana nasib Aurora??
silahkan membaca kelanjutanya berikut..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Storyku_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
Layla jadi bingung sendiri terkadang Aurora berkata Jika ia ingin pergi dari liam namun saat ini malah merindukan kehadiran laki-laki itu Laila memutar otak mencari ide supaya nona mudanya itu tak menangis lagi.
...****************...
"Nona jangan menangis, Tuan Liam Pasti Kembali, hanya kan memang membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai, Bagaimana jika Nona mencoba untuk menghubungi saja"
Kembali Aurora menoleh pada Layla "apa kamu membawa ponsel ku?" Laila mengangguk "berikan padaku"
Laila mengeluarkan ponsel itu dari dalam tas yang tadi ia bawa dan memberikannya kepada Aurora
Aurora melihat banyak panggilan dari Liam
"layla ini banyak sekali panggilan tak terjawab dari Liam" ucap Aurora sambil menatap layla heran
"Ah... Benarkah nona"
"Maaf mungkin tadi saya tidak mendengar, karena terlalu pa panik melihat Nona yang tak sadarkan diri"
"Sudahlah tak apa" entah keberanian dari mana Iya mencoba menghubungi Liam lebih dulu dan panggilan itu cepat terhubung
"Aurora Bagaimana keadaanmu"
Aurora tiba-tiba saja menangis mendengar suara Lucas semakin membuat nya merasakan perasaan yang dalam dan tak ia mengerti
"Hei kau, kenapa jangan menangis???"
"Pulang!" ucap Aurora pelan dengan air mata yang mengalir
"Iya aku pulang, empat jam lagi aku sampai, Berhentilah menangis"
"Pulang sekarang"
"Aku pulang sekarang Sayang, tunggu sebentar Apa kau merindukanku??"
Tak Ada Jawaban dari Aurora dia menggigit Bibir bawahnya, sadar akan apa yang ya lakukan saat ini. Ya Tuhan apa yang aku lakukan batinnya
"Aku... Aku hanya takut"
"Baiklah... tak lama lagi aku akan sampai, jangan menemui siapapun sebelum aku datang"
"Iya"
Aura menutup panggilan jantungn nya berdetak kencang tak beraturan. ia merasa sangat malu atas apa yang ia lakukan barusan, Ia menggigit Bibirnya tanpa menoleh pada Layla, Aurora memberikan ponselnya.
"Bagaimana Nona, apa Tuan Liam akan pulang?"
"Iya Lala, Sekarang dia ada di dalam perjalanan"
"Ternyata benar bukan nona, Sudah saya bilang anda wanita satu-satunya yang tuan Liam perlakukan spesial dan Apa anda tahu Nona, Tak ada satupun wanita yang pernah diizinkan masuk ke dalam kamar tuan Liam dan Nona malah disuruh tidur di sana Bukankah itu sangat spesial"
"Entahlah Laila aku tak tahu, Tapi tetap saja aku akan pergi darinya, aku tak mau hidup terkekang seperti ini lagi pula kau kan juga tahu kalau aku harus mencari tahu orang yang sudah menyimpan satu tangan dari ayah ku!"
"Aku tak mau berhutang Budi padanya, Aku tak mau terikat Laila"
"Baiklah Nona, sebaiknya Anda beristirahat dulu, Saya akan menunggu di depan, ponsel Nona saya tinggalkan di sini, Jadi kalau Nona membutuhkan sesuatu hubungi saja Tuan sony atau Marco karena saya tidak punya Ponsel"
"Baiklah Laila terima kasih"
"Ini sudah tugas saya Nona"
Aurora tersenyum kecil Laila pun melangkah keluar dari kamar dan akan menunggu di luar hatinya luar biasa tenang, ia sangat berharap jika majikan laki-lakinya itu segera sampai karena Laila tahu jika sudah ada benih-benih cinta yang tumbuh di hati Aurora
"Bagaimana Nona Aurora" tanya Marco khawatir
"Nona Aurora baik-baik saja, Oh ya sebelum Tuan Liam datang jangan izinkan siapapun yang ingin bertemu dengan Nona Aurora"
"Baiklah kami akan menjaga tempat ini, tidak akan ada kelalaian lagi"
Laila tersenyum Dan dibalas oleh Marco, sony yang melihat keduanya pun hanya bengong sambil menggelengkan kepalanya.
"Organofosfat tak pernah ada di Mansion dan itu berarti ada orang yang benar-benar sengaja"
"Berarti salah satu maid yang melakukannya berani sekali mereka"
"tapi Tuan pasti ada orang dibalik kejadian itu, karena tak mungkin jika seseorang maid berani bermain-main dengan anda"
"Kau benar cari tahu tentang ini"
"Baik tuan" dori menatap luka pada lengan Liam yang terbalut perban putih berubah menjadi warna merah "sebaiknya luan Tuan diganti dengan perban yang baru'
"Nanti saja Dori aku mau istirahat dulu" Liam kembali menyadarkan tubuhnya ia Menutup Mata walaupun bayang-bayang wajah Aurora menari-nari dipeluk matanya
dori kembali di posisinya juga ingin beristirahat untuk sejenak rasa lelah kini benar-benar terasa
Waktu berjalan cepat menit demi menit kini berganti jam. Aurora tak bisa menutup matanya pandangannya tertuju pada jam dinding yang ada dalam ruangan itu sudah hampir empat jam terlalu hanya untuk menunggu kepulangan orang yang sangat ia benci, namun ironisnya tak ada kehadiran laki-laki itu malah membuatnya terasa Kosong,
satu tangannya bebas kini memegang ponsel ia bertarung antara perasaan dan ego antara ingin kembali menghubungi namun gengsi
setelah berkutat cukup lama dengan pemikirannya akhirnya Aurora memutuskan untuk menghubungi Liam
Namun sial Ponsel laki-laki itu tidak aktif senyum yang tadi menghiasi wajahnya mendadak hilang parahnya dia malah menangis
"Bohong, kau membohongiku" ucap Aurora pelan dan memposisikan tubuhnya miring menghadap pada dinding "kau bilang akan pulang tapi ini sudah lebih dari empat jam kau masih belum datang kau memang jahat"
Isak Aurora kembali terdengar Entah mengapa hatinya begitu kesal
"Kau pembohong Liam Aku benar-benar membencimu, gak usah pulang sekalian, biar aku bisa pergi.... " Teriak Aurora di tengah tangisan
"Aku tidak bohong... aku pulang"
Aurora terdiam mendengar suara bariton yang kini meng menggema memenuhi Indra pendengarannya perlahan Aurora menoleh ke arah pintu laki-laki tampan dan gagah kini berdiri di hadapannya dengan tersenyum
Ia menyeka air matanya rasa malu mulai datang menghinggapi ia memiringkan tubuhnya mengumpat pada dirinya sendiri
Tersenyum melihat tingkah Aurora yang menggemaskan di matanya perasaan yang ada terasa semakin kuat dia yang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama itu kini semakin tak bisa lepas lagi dari pesona Aurora
Liam melangkah pelan dan naik ke atas tempat tidur tangannya mengulur dan menyentuh pundak wanitanya Namun karena terlanjur kesal Auro malah mencoba menghindar namun kali ini Liam bersikap sabar layaknya bukanlah seorang Mafia
"Lepas..." ucap Aurora pelan tanpa menoleh
"Apa kau tak merindukanku?"
"Tidak... aku sama sekali tak merindukanmu!"
"Lalu kenapa kau memintaku untuk pulang?"
"Aku hanya takut..."
"Takut?? kau punya dua Bodyguard khusus yang rela memberikan nyawanya untukmu, lalu apa yang kau takutkan" ucap Liam yang berbisik di telinga Aurora
Aurora Pun berbalik badan dan tanpa ia sadari pemegang lengan Liam yang terluka
"Tetap saja aku merasa takut kau it..." ucap aurora terjeda saat dia melihat lengan Liam yang terlihat berbeda "Kenapa lengan mu?"
"Tidak apa-apa"
"buka aku mau lihat"
"Apa yang mau dilihat, Sudahlah tidak apa-apa"
"Aku bilang buka, Aku mau lihat" ucap Aurora lagi
Liam menghela nafas lalu membuka jas yang ia gunakan namun kemeja yang ia gunakan masih menutupi lengannya yang terbalut perban
"Buka lagi"