Remake.
Papa yang selama ini tidak suka dengan abdi negara karena trauma putrinya sungguh menolak keras adanya interaksi apapun karena sebagai seorang pria yang masih berstatus sebagai abdi negara tentu paham jalan pikiran abdi negara.
Perkara semakin meruncing sebab keluarga dari pihak pria tidak bisa menerima gadis yang tidak santun. Kedua belah pihak keluarga telah memiliki pilihannya masing-masing. Hingga badai menerpa dan mempertemukan mereka kembali dalam keadaan yang begitu menyakitkan.
Mampukah pihak keluarga saling menerima pilihan masing-masing.
KONFLIK tinggi. SKIP jika tidak sesuai dengan hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone_Batman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Tengah malam semrawut.
Bang Satria meraup wajahnya. Dalam hatinya sungguh luar biasa sesak. Teringat waktu yang lalu saat Bang Rakit menemuinya. Terbersit rasa tidak ikhlas tapi dirinya tidak bisa berbuat apapun.
Flashback Bang Satria on..
"Saya berniat menikahi Ayu."
Degub jantung Bang Satria berdetak kencang tak beraturan. Ada rasa cemburu tapi Ayu tidak akan pernah bisa menjadi miliknya.
"Ayu sudah mau?"
"Sejauh ini belum. Saya sudah di tolak tiga kali." Jawab Bang Rakit sembari menghisap rokoknya.
Bang Satria mengangguk, ia pahami apapun itu dirinya hanya bisa mengikhlaskan segala yang terjadi.
Harap kecil ada di pikirannya, jika saja Bang Rakit dan Ayu berpisah maka dirinya akan mengambil Ayu kembali padahal saat ini Bang Rakit dan Ayu belum juga menikah.
"Astaghfirullah..!!" Bang Satria mengusap dadanya seraya beristighfar.
Bang Rakit menoleh menatap sahabatnya, entah apa yang di rasakannya hingga harus beristighfar.
"Kau masih ada rasa dengan Ayu??" Tanya Bang Rakit.
Bang Satria tidak bisa menjawabnya. Semua jadi serba salah. Tapi dirinya tetap menghormati keputusan sahabatnya karena bagaimana pun juga Bang Rakit lah satu-satunya pria yang tulus menyayangi dua hati yang begitu ia sayangi.
"Ti_dak. Saya sudah mengikhlaskan semua." Jawabnya kemudian.
\=\=\=
Bang Satria menyimpan air matanya di hari ini saat sahabatnya mengikrarkan perjanjian suci. Rasa sakit teramat sakit jelas menghancurkan seluruh perasaannya.
Sekuatnya dirinya berusaha mengikhlaskan demi orang yang begitu ia sayangi.
Pelukan hangatnya sungguh terasa hingga ke relung jiwa. "Tolong bantu aku menjaga dan mendidik anak ku. Ku percayakan semua sama kamu." Gemetar seluruh tubuh Bang Satria. Kini dunia hanya bagai bayang-bayang. Ia kemudian duduk dengan tatapan mata kosong.
Bang Rakit menekuk lutut di hadapan suaminya. "Kamu tidak akan kehilangan putramu. Sampai kapanpun juga kamu bebas bersamanya. Saya tidak akan pernah menghalangimu."
"Jangan katakan apapun, dia anak laki-laki. Jadikan dia anakmu saja. Saya ikhlas..!!" Sekuat-kuatnya Bang Satria menahan air mata, akhirnya lelehan bening itu lolos juga dari pelupuk mata.
"Ayu sangat membenciku, biar dia tersenyum bahagia. Ini adalah hukuman yang pantas untuk manusia tidak waras sepertiku." Jawab Bang Satria
Bang Rakit menepuk bahunya. "Dunia ini tau, kamu ayah terhebat, sangat hebat..!!"
Flashback Bang Satria off..
"Astaghfirullah hal adzim, Lailaha illallah..!!" Bang Satria berusaha keras membuyarkan seluruh ingatan yang sempat di lihatnya tadi.
Hatinya benar-benar tidak sanggup melihat sahabatnya memeluk erat wanita yang begitu di cintainya. Sesaat tadi ia memilih pergi dan menjauh saat Letnan Rakit membelai lembut dan mengecup mesra Ayu.
Tak kuat dengan kenyataan itu, dirinya memilih pergi dan merenung di dalam masjid Batalyon. Niatnya tadi hanya untuk melihat keadaan Pandu karena Oma mengatakan anaknya itu sedang sakit tapi saat ini malah hatinya lah yang begitu sakit.
Berkali-kali ia membuang nafas berat tapi hatinya tidak kunjung reda.
"Kamu kenapa, le?" Sapa Opa Danar. Memang kini pria yang kini sudah di bilang sepuh itu lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mendekat pada Tuhan.
Seakan tau perasaan cucunya, Opa Danar mendekapnya. "Kamu baru dari kost nya Rakit??"
Bang Satria mengusap air matanya. "Iya, tidak sengaja saya melihat yang tidak mengenakan." Jawab jujur Bang Satria.
"Ikhlaskan, mereka sudah layak melakukannya. Kamu tadi juga sudah merestui. Kenapa sekarang jadi begini?" Ujar Opa Danar.
Bang Satria tidak sanggup menjawabnya. Ibarat tubuh rasanya sudah di cacah bagai ratusan bagian.
"Bukankah tadi Opa pesan untuk kamu menemui Ayu besok pagi?? Sekarang keadaan jadi serba salah. Oma salah karena cerita sekarang, Papa Herca salah karena melewatkan kehadiran Ayu yang terus ketakutan, kamu salah karena terlalu mencemaskan anak dan Rakit juga salah karena tidak sabar. Opa yakin seyakin-yakinnya pasti besok pagi ada perang meskipun akhirnya zonk." Kata Opa Danar seakan bisa menebak keadaan.
//
Sungguh Bang Rakit terpana, dirinya sungguh terpesona dengan segala yang ada pada diri Ayu.
Wanita yang begitu di cintainya bahkan sebelum gadis itu menikah dengan Satria kini berhasil di rengkuhnya erat dalam dekapannya.
Bang Rakit sampai melupakan bahwa dirinya sedang demam tinggi, lelah semakin lelah. Sekujur tubuhnya terasa remuk dan patah tapi situasi melenakan seluruh apa yang ada hingga tuntas.
Ayu ingin meluapkan amarahnya tapi kemudian Bang Rakit menarik diri. Sejenak Bang Rakit terdiam lalu menyambar sarung sekenanya membuat Ayu semakin marah karena di tinggalkan dan di abaikan begitu saja tanpa kata.
Terdengar suara mual, tak karuan emosi Ayu saat itu. Secepatnya ia merapikan diri dan menyusulnya.
"Abang mual lihat Ayu???"
Bang Rakit hanya mengibaskan tangannya sebagai jawaban.
"Bohong..!!!!"
Tetap tidak ada jawaban dari Bang Rakit dan hanya terdengar suara air mengucur deras.
"Abang..............."
bruuugghh..
"Abaaaaang..!!!!!!!!" Jerit Ayu.
***
Di tengah malam buta Bang Rinto dan keluarga kocar-kacir mengantar Bang Rakit ke rumah sakit. Entah apa yang terjadi hingga Bang Rakit mual dan muntah hebat hingga tidak sadarkan diri.
Ayu menangis ketakutan karena kejadian itu terjadi di rumah kost. Papa Herca berusaha menenangkan putrinya.
"Bagaimana kronologi kejadiannya???" Tanya Bang Rinto.
"Abang bangun tiba-tiba ke kamar mandi, langsung muntah lalu pingsan." Jawab Ayu.
"Apa kecapekan karena baru pulang penugasan?? Mana pingsan di rumah kost." Tebak Bang Rinto menerka sembari berusaha menyadarkan sahabatnya.
"Capek yang lain." Celetuk Bang Satria tidak bisa menahan perasaannya. Wajahnya sendu memendam sisa kepedihan dalam hatinya. Tidak dendam, hanya sakit itu masih kental terasa.
Seketika Bang Rinto terbungkam. Tidak bisa berkomentar jika sudah tentang hal itu.
"Apa maksud Abang?" Ayu seakan tidak terima dengan ucapan Bang Satria.
"Sudah, jangan ribut..!! Cari tau dulu kenapa Rakit sampai begini." Tegur Bang Rinto.
.
.
.
.