Sosok gadis manja dan ceria berubah menjadi gadis yang bersikap sangat dingin saat ayah yang begitu dia sayangi menyakiti hati ibunda tercinta. Ara menjadi gadis yang dewasa, bertanggung jawab pada keluarga dan sangat menyayangi keluarganya. Itu sebabnya Ara berusaha melakukan apapun untuk membahagiakan ibu dan kedua adiknya, termasuk menjadi wanita simpanan dari seorang bule tajir.
Seorang Bule yang Ara sendiri tidak tahu siapa namanya, karena yang Ara tahu hanya nama panggilan pria itu, yaitu Al.
"Jangan tanya namaku! Dan jangan mencoba mencari tahu siapa aku! Hubungan antara kita hanya sebatas ranjang, selebihnya aku tidak mengenalmu dan kau tidak mengenalku."
Ucapan bule tajir itu saat dulu membuat kesepakatan dengan Ara, menjadi hal yang selalu Ara ingat untuk membentengi hatinya.
Bagaimana kelanjutan kisah Ara?
Masukan buku ini ke rak baca kalian, ikuti ceritanya dan dukung selalu authornya. Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nona Fi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bule 30
Penerbangan itu memakan waktu hampir delapan jam. Hari beranjak fajar ketika Ara tiba di tempat antah berantah yang tidak dia kenal. Ara kira, setelah dijemput dari Bandara dia akan tiba di tempat tujuan, tapi ternyata dia salah. Orang yang menjemputnya hilang, jika dia harus naik speed boat untuk sampai di tempat.
"Apa ini?" tanya Ara ketika seseorang memberikan kain hitam padanya.
"Penutup mata, Anda harus menutup mata Anda selama perjalanan ini," kata orang yang akan mengantar Ara itu.
"Ini bahkan malam, aku juga tak akan lihat dan hafal jalur yang kamu lewati," keluh Ara kesal seolah tidak mau memakai benda tersebut.
"Maaf, Nona, tapi ini perintah. Anda bisa terkena hukuman jika tak menurut."
Ancaman orang itu membuat Ara yakin, jika itu adalah permintaan Al. Entah apa yang diinginkan lelaki itu, Ara benar-benar tak bisa menebak. Akhirnya dengan terpaksa, dia memakai penutup mata itu meskipun dengan cemberut.
Angin berhembus kencang, dan Ara hanya bisa menggigil ketika rasa dingin menerpa tubuhnya. Wanita itu hanya bisa diam tanpa bisa mengeluh apapun. Jantung berdegup kencang merasa takut tanpa bisa melihat apa yang tengah terjadi pada perjalanannya di atas laut.
Sampai akhirnya, Ara bisa mendengar jika mesin itu terhenti. Sedetik kemudian, sebuah tangan menariknya untuk turun dan langsung membuka penutup matanya.
"Al." Ara tersenyum melihatnya, dan langsung menerjang tubuh Al dalam pelukan.
"Aku sudah menunggumu sejak tadi," kata Al, mencium kening Ara sekilas. "Ayo."
Dia melepaskan pelukan itu lalu mengajak Ara menjauh dari dermaga. Di malam yang beranjak pagi itu, hanya ada mereka berdua saja yang berjalan di bawah sinar rembulan.
Ara melihat sekitarnya dengan rasa takjub. Meskipun terlihat samar karena cahaya yang masih gelap, tapi dia bisa membayangkan kecantikan tempat ini. Benar-benar begitu indah, dan membuatnya tak sabar untuk bermain.
"Di mana ini, Al?" tanya Ara tiba-tiba setelah kembali memusatkan perhatiannya pada lelaki bule itu.
"Rahasia," jawab Al seperti biasa. "Kita akan sampai sebentar lagi," imbuhnya sambil menunjuk ke arah depan.
Kepala Ara langsung mengikuti arah tangan Al, dan dia tercengang saat melihat bangunan mewah di depannya yang didominasi kaca. "Apa itu rumahmu?" tanyanya penasaran.
"Bukan, Ara." Al terkekeh. "Hanya saja aku sering ke sini untuk menenangkan diri. Di sini sunyi tak ada kebisingan, benar-benar membuat nyaman."
"Apa kita hanya berdua di sini?" tanya Ara lagi.
"Bertiga, satu orang lagi yang menjemputmu tadi. Dia penjaga di villa ini."
Ara hanya mengangguk mendengar jawaban Al. Dia terus melanjutkan langkahnya melewati pohon-pohon kelapa yang rindang menuju satu-satunya bangunan yang ada di depannya.
Dia ingin menjelajahi tempat ini, tapi rasa lelah membuat tubuhnya lemas tak bertenaga. Dia juga mengantuk, karena perjalanan yang membutuhkan waktu lama itu tidak dia gunakan untuk beristirahat, malah untuk memikirkan tentang ayahnya.
"Bisakah kita langsung istirahat saja, Al? Aku lelah," kata Ara begitu masuk ke dalam villa itu.
"Ya, tentu saja, aku juga merasa lelah. Ayo!" ajak Al, kembali menarik tangan Ara dan membawanya naik ke lantai atas. Al mengajak Ara ke kamarnya.
Ara hanya membasuh wajahnya, bahkan tanpa mengganti bajunya. Dia yang terlalu lelah, langsung menjatuhkan diri di ranjang. Ara bahkan tak peduli bagaimana Al berpikir tentangnya. Yang dia inginkan saat ini hanyalah beristirahat, sebelum meminta kehangatan dari Al esok hari.
Al terkekeh melihat sikap Ara. Dia menyelimuti tubuh wanita itu. Bukannya menyusul untuk tidur, lelaki itu malah keluar kamar dan kembali turun di bawah.
Dia berjaga di pintu, kedua tangannya bertolak pinggang. Al terdiam, menunggu kedatangan satu-satunya penjaga villa yang selama ini menemaninya.
Hampir sepuluh menit kemudian, penjaga itu pulang sambil menyeret koper milik Ara. "Tuan," sapanya saat melihat sang majikan
Al mengangguk, wajahnya terlihat serius. "Bekerjalah dengan baik, Charlie. Tutup mata dan telingamu beberapa hari kedepan sampai wanita yang bersamaku itu nanti pergi. Aku ingin kamu menjahit mulutmu rapat-rapat."
"Siap, Tuan," jawab penjaga yang bernama Charlie itu dengan lugas.
Setelahnya, Al kembali ke kamar untuk menyusul Ara. Dia menyusup di balik selimut, dan tidur sambil memeluk wanita itu.