Siapa bilang menjadi sugar baby itu enak?.
Bergelimang kemewahan, bisa membeli tas mahal, perhiasan dan gadget terbaru dengan mudah. Bisa memiliki apartemen dan mobil seharga milyaran, segampang membalikkan telapak tangan.
Lea Michella dan teman-temannya, menempuh jalur instan agar bisa hidup enak. Mereka rela menjual kehormatan demi mengumpulkan pundi-pundi uang.
Namun ternyata, kehidupan sugar baby tak seindah dan semudah yang sering diceritakan oleh penulis di novel-novel online. Nyatanya ada banyak hal serius yang harus mereka hadapi.
Sanggupkah mereka bertahan atas pilihan yang mereka ambil?. Ikuti saja kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Handphone 11 Juta
Hari ini Lea bangun agak kesiangan, ia buru-buru mandi dan berpakaian. Gadis itu tak sempat memasak seperti hari kemarin. Namun ketika ia keluar dari kamar, ia mendapati dua buah gelas berisi seperti biji selasih yang dicampur santan atau susu. Diatasnya terdapat toping seperti buah strawberry dan blueberry.
Daniel lalu muncul dan duduk di hadapan Lea. Tak lama Lea pun kemudian menarik kursi dan duduk pula di hadapan Daniel.
Ia melihat Daniel menyendok biji selasih tersebut dan memakannya. Lea turut melakukan hal serupa. Ia mengambil sendok yang ada disisi kanan gelas, lalu memakan biji selasih tersebut.
"Koq kita sarapannya biji selasih doang, om?"
"Uhuk."
Daniel tersedak akibat menahan tawa, ia lalu mereguk air putih yang ada didekatnya sambil berusaha mendamaikan tenggorokan.
"Lea, kamu nggak tau chia seeds?" tanya Daniel sambil berusaha menyembunyikan kegeliannya. Ia tak ingin tertawa didepan gadis itu.
"Apaan tuh ciasit?" tanya Lea kemudian.
"Ya ini yang kamu makan, ini biji chia dari Meksiko. Banyak digunakan sebagai sarapan sehat. Daripada kamu makan nasi uduk, mending makan ini."
"Kalau saya sih, lebih milih nasi uduk. Seandainya didepan saya sekarang ada nasi uduk. Berhubung nggak ada aja." ujar Lea.
Ia lalu menghabiskan chia seeds puding tersebut, sementara Daniel menahan kedongkolan. Lea memang sulit diberitahu mengenai sesuatu yang lebih baik. Ia tak terbiasa memakan superfood atau makanan sehat lainnya. Daniel sendiri tak begitu heran, karena Lea bukan berasal dari kalangan menengah ke atas, yang sadar akan kesehatan dan nutrisi penting bagi tubuh.
Seperti hari kemarin, Daniel pun kembali mengantar Lea ke sekolah. Lagi-lagi ia memberi Lea uang sebesar 500ribu rupiah.
"Wah kalau gini, cepet kaya nih gue." gumam Lea.
"Om, berangkat ya." ujarnya lalu membuka pintu mobil.
"Hmm." Daniel bersikap seperti biasa. Ia memang om-om yang sangat pelit beramah-tamah, terutama pada Lea. Gadis itu tak ambil pusing, ia lalu melangkah memasuki pelataran sekolah.
***
"Heh, sini lo."
Sharon, Maya dan Tasya tiba-tiba menyusul ke dalam toilet. Saat Lea baru saja selesai mencuci mukanya yang berminyak, di jam istirahat.
"Apaan sih?" tanya Lea kemudian.
"Oh, udah berani ngelawan." ujar Maya pada Sharon. Mereka kini mendekat dengan tatapan yang sangat mengintimidasi. Kebetulan di toilet tersebut hanya ada mereka berempat.
Tiba-tiba terdengar notifikasi panggilan di handphone Lea. Sharon mengambil paksa handphone tersebut, meski Lea berusaha keras menghalanginya.
"Rangga?"
Sharon menatap handphone tersebut, lalu kembali menatap Lea. Lea sendiri tak tahu mengapa Rangga tiba-tiba menelponnya. Sebab selama beberapa waktu belakangan ini, Rangga bahkan tak pernah menghubunginya sekalipun.
"Lo masih berhubungan sama Rangga?" tanya Sharon dengan mata memerah. Ia sudah siap menumpahkan segala kemarahannya kepada Lea.
"Gue nggak ada hubungan apa-apa lagi sama dia."
"Ngejawab lagi lo." Sharon meremas pipi dan dagu Lea dengan kasar, lalu menoyor kepala gadis itu.
"Ini buktinya apa?. Ngapain Rangga masih nelponin elo."
"Gue nggak tau." ujar Lea seraya membuang pandangan.
"Pasti elo kan yang ngemis-ngemis ke Rangga, minta balikan. Dasar nggak tau diri."
"Siniin handphone gue."
Lea masih berusaha merebut handphonenya, namun Sharon tak memberi kesempatan.
"Berapa kode handphone lo?" tanya Sharon.
Lea tak menjawab dan lagi-lagi berusaha merebut handphonenya, meski Maya dan Tasya berusaha menghalangi.
"Siniin...!"
"Kasih tau dulu kodenya berapa, gue mau liat ada pesan Rangga atau nggak."
Lea memberontak pada Maya dan juga Tasya. Ia kini menghampiri Sharon dan berusaha merebut, apa yang menjadi haknya. Pergumulan pun terjadi, Sharon yang enggan menyerahkan handphone tersebut terus memberikan perlawanan. Sementara Maya dan Tasya membantu teman mereka.
"Siniin...!"
"Nggak."
"Siniin...!"
"Braaak."
Handphone tersebut terlempar, menghantam dinding lalu jatuh ke lantai. Menyebabkan layarnya retak dan handphone tersebut mati mendadak. Lea terkejut dan merasakan sesak di dadanya, sementara Sharon kini tersenyum.
"Itulah akibatnya kalau masih ganggu pacar orang."
Sharon dan kedua temannya pergi menjauh, sementara kini Lea berjongkok dan melihat lesu ke arah handphonenya. Itu adalah satu-satunya benda yang ia punya, ia bahkan belum punya cukup uang untuk membeli yang baru.
Ia juga tak mungkin melaporkan hal tersebut kepada pihak sekolah, karena sudah barang tentu Sharon ngeles. Tak ada CCTV di dalam toilet dan kalaupun tertangkap CCTV, sudah pasti pihak sekolah tak akan memenangkan dirinya.
Karena ia hanyalah siswa yang dibiayai, semester Sharon masuk ke dalam daftar siswa yang membiayai sekolah. Orang tua gadis itu juga aktif memberikan dana kepada pihak sekolah, agar ia selalu mendapat peringkat serta dimudahkan dalam segala hal.
Siang itu Lea pulang dengan perasaan hati yang kacau, handphone satu-satunya kini tak lagi berfungsi. Semua akibat ulah Rangga yang entah mengapa tiba-tiba menelponnya.
Rangga sendiri sudah dibebaskan dan telah boleh menggunakan gadget, karena ia kini ia telah berpacaran dengan Sharon.
"Lea, kenapa tadi saya WA nggak dibales?"
Daniel bertanya pada Lea ketika ia telah kembali dari kantor pada sore hari.
"Handphone saya, rusak om." ujar Lea yang saat itu tengah berada di depan televisi.
"Rusak kenapa?"tanya Daniel lagi.
"Mmm, jatuh om." dusta Lea.
"Mana liat?"
Lea menunjukkan handphone nya yang sudah mengenaskan.
"Ya sudah, nanti beli handphone baru." ujar Daniel lalu melangkah menuju lift, sementara Lea kini tersentak.
"Beli handphone baru?" gumamnya dalam hati. Gadis itu pun seketika sumringah, dan Daniel telah naik ke lantai atas.
***
"Hah, Se, sebelas juta?" Lea terkejut ketika Daniel membayarnya handphone yang dipilih olehnya pada keesokan hari, setelah Daniel pulang kerja.
Ia benar-benar tidak menyangka, jika harga handphone tersebut akan semahal itu. Ia hanya melihat pilihan warna lucu dan memilih salah satu diantaranya.
"Om, serius harganya segitu?" tanya Lea seakan masih tak rela, Daniel membayar sebanyak itu. Meskipun menggunakan card, namun Lea yakin jika 11 juta itu adalah jumlah yang tak sedikit.
"Om, ngapain coba beliin aku handphone semahal ini?" ujar Lea, ketika ia dan Daniel telah berada di dalam mobil dan bersiap untuk pulang.
Daniel tak menanggapi, ia hanya diam dan menghidupkan mesin mobil.
"Handphone saya yang lama aja cuma 1 jutaan. Mending om beliin itu, terus sisanya kasih ke saya."
Mobil mulai merayap, dan Daniel masih enggan membuka mulut. Tiba-tiba Richard menelpon.
"Dan."
"Iya."
"Lo jadi dateng kan ke acara resepsi pernikahannya Sam malem ini?" Richard menyebut nama salah satu rekan mereka yang sesama pebisnis. Kebetulan rekan mereka itu akan mengadakan resepsi pernikahan malam ini.
"Oh iya ya, lupa gue." ujar Daniel kemudian.
"Makanya gue ingetin ini, jangan lupa bokap lo sama Grace juga pasti dateng. Sebelum bokap lo mencemburui elo dengan Grace, lo juga harus siapkan amunisi. Bapak lo tertarik kan sama si Lea."
Daniel menoleh ke arah Lea yang berada di sampingnya. Gadis itu tengah menatap jauh kedepan.
"E, iya." jawab Daniel.
"Lo bawa dia. Jadi kalau bokap lo berusaha bikin lo sakit hati, lo bisa balas. Jangan pernah lo terusir lagi dari pesta atau acara manapun, cuma gara-gara ulah bapak lo. Kalau lo balik, gue sama Ellio juga bakalan terpaksa ikut balik. Sementara gue sama dia kadang belum makan rendang, gara-gara ulah bokap lo."
Daniel terdiam sejenak dan kembali memperhatikan Lea.
"Gue tunggu, bro." ujar Richard.
"Ok, ok, bro. Ntar gue kabarin." ujar Daniel.
Richard pun lalu menutup sambungan telpon tersebut. Sementara kini Daniel berfikir, apakah tidak masalah mengajak Lea yang norak dan kampungan ini kesebuah pesta kelas atas.
and yes, kurang suka bagian daniel nyingkat nama lea, apaan banget dipanggil "le"? ubur² ikan lele?? 🤭
masih nunggu ya lanjutannya thor