Sivania Amelia merupakan putri dari keluarga konglomerat. Tanpa kasih sayang orang tua dan perhatian dari semua orang membuatnya menjadi sosok arogan.
Hingga suatu hari dirinya menemukan sebuah buku novel di lorong sekolahnya. Buku dimana dirinya menjadi tokoh antagonis. Seorang putri palsu yang berusaha keras untuk membunuh putri asli. Tapi berakhir dengan kematian tragis.
Anehnya, semua nama tokoh di buku itu merupakan anggota keluarganya. Satu persatu kejadian dalam buku benar-benar terjadi dalam kehidupan nyata. Sebuah buku dengan akhir cerita kematiannya yang penuh derita.
Tapi satu hal berbeda, hati Sivania telah membeku, meninggalkan keluarganya untuk diberikan pada putri asli.
Ini bukan miliknya, maka dirinya akan membuang segalanya. Tapi kenyataan lain terbongkar membuat keluarganya memohon agar Amelia kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tetaplah Menjadi Amelia
Hujan masih turun tapi tidak begitu lebat, mengingat sinar matahari masih terlihat. Pemuda yang membawanya ke klinik terdekat, kini tengah menatap tubuhnya yang diobati oleh sang dokter.
Savier, dalam novel yang ditemukan olehnya, orang ini hampir tidak ada hanya ada beberapa adegan menyatakan cinta pada Amelia. Tapi Savier tiba-tiba tidak ditampilkan hingga di bagian ending, entah kenapa.
Tapi, memang ending dari novel sedikit menggantung. Dimana Tristan dan Tiara menikah, Savier datang menghadiri pesta sembari tersenyum membawakan hadiah untuk mereka. Lalu berbalik pergi dengan senyuman yang menghilang.
Selebihnya? Adegan panas malam pertama Tristan dan Tiara menjadi penutup novel.
Amelia memincingkan matanya. Apa orang ini jahat atau baik? Jika baik tidak mungkin akan hadir dan mengucapkan selamat pada kedua pengkhianat itu. Tapi jika jahat, apa orang ini adalah sahabat Tiara, orang menyebalkan yang pura-pura tidak bersalah mengganggu tunangan orang lain.
"Kenapa melihatku seperti itu, apa karena aku tampan? Amelia sudah mulai jatuh cinta padaku?" Tanya Savier menatap penuh harap.
Amelia mengigit bagian bawah bibirnya, milin jemari tangannya sendiri. Mengatakan tidak punya uang untuk membayar biaya pengobatan klinik? Gengsi dong!
"Ada apa?" Tanyanya.
Menghela napas dengan kekuatan bulan dirinya harus menahan malu. Yang terpenting tidak dilaporkan pada polisi nantinya karena tidak dapat membayar biaya berobat, tapi kan wanita super kaya ini malu.
"Aku tidak punya uang, pinjam uangmu untuk bayar. Nanti aku ganti 10 kali lipat!" Ucap Amelia buang muka, berucap cepat. Benar-benar nona muda arogan.
"Kebetulan ibuku mengenal dokter di klinik ini. Jadi biaya pengobatannya gratis." Savier tersenyum padanya, masih tetap tersenyum. Kemudian memberikan roti murah yang mungkin dibelinya di warung, serta minuman kemasan."Kamu pasti lapar kan?"
Amelia menelan ludahnya, dirinya memang tidak sempat sarapan. Diusir dari pagi sampai malam, benar-benar keterlaluan. Dirinya akan menggunakan pengetahuan dari novel untuk merebut keluarganya kembali.
Meraih roti dengan cepat, kemudian mulai mengunyah.
"Terkadang ada hal yang harus diperjuangkan dan ada hal yang harus dilepaskan." Kalimat pelan dari Savier membuat dirinya menoleh.
Jadi sedih lagi kan?
"Aaa....aaa...sakit!" Teriaknya menangis, sebenarnya bukan karena rasa sakit. Lebih karena kenyataan perjuangannya selama ini untuk dicintai hanya akan berakhir dengan kesia-siaan."Dokter sial! Obatnya perih."
Wanita yang terlalu gengsi untuk mengakui tengah sakit hati, tapi terlanjur mengeluarkan air matanya.
"Pelan-pelan!" Perintah Savier pada sang dokter. Membuat sang dokter menelan ludahnya, mengobati Amelia lebih pelan lagi.
"Makan yang banyak, kamu cantik kalau sedang makan." Lanjutnya.
Pemuda miskin, lugu dan ramah, itulah citra yang terlihat dari pemuda ini. Untuk pertama kalinya dirinya yang cantik, kaya, pintar, super wah meminta pertolongan dari fakir miskin. Ini sumpah! Hal paling memalukan dalam hidupnya, bahkan harus mengunyah roti murah yang terasa tidak enak ini. Tapi ajaibnya rasanya tiba-tiba enak, apa karena terlalu lapar.
"Setelah ini Amelia yang cantik mau kemana? Apa pulang?" Tanya Savier.
Amelia berpikir sejenak, dirinya tidak diijinkan pulang kecuali hari sudah mulai malam. Karena itu."Ka...kamu pergi saja! Nanti supir akan menjemputku. Aku sudah menghubungi ayahku." Dustanya, kembali mengigit roti.
Harga dirinya terasa hancur lebur. Savier adalah satu-satunya pria yang menjadi penggemarnya, tapi melihat dirinya dalam keadaan seperti ini...orang ini akan berhenti menjadi fans beratnya.
"Tapi aku masih ingin berada di sini." Savier menatap penuh harap.
"Tristan tidak akan suka melihatmu. Jadi jangan dekat-dekat denganku, oke? Besok uangmu akan aku ganti 10 kali lipat." Amelia yang telah diobati tersenyum arogan, menyentuh pipi Savier.
Pemuda yang segera mengangguk dengan cepat."Sampai jumpa besok, bintangku." Benar-benar rupawan, tapi miskin.
Amelia melambaikan tangannya sembari tersenyum. Menjaga citra wanita kuat dihadapan fans satu-satunya. Walaupun dirinya tidak mengetahui Savier baik atau jahat. Apa akan berpihak pada Tristan?
Tapi yang terpenting saat ini, apa yang akan dilakukannya setelah ini."Dompet, handphone, semuanya ada di rumah. Sial." Gumamnya yang telah selesai diobati. Raut wajah jahat yang begitu santai berubah menjadi penuh kecemasan. Dirinya benar-benar bodoh.
Namun, ini berbeda dari buku aneh yang dibaca olehnya bukan? Seharusnya Amelia menunggu di pintu depan. Tubuh yang basah dan luka terbuka, mengetuk pintu putus asa. Hanya karena menampar Tiara dan kakaknya.
"Orang tua gila! Kenapa mereka begitu mudah menyukai makhluk pick me, gumpalan beban." Komat-kamit dirinya mengomel.
Menghela napas melangkah turun dari ranjang. Namun kala hendak keluar salah seorang perawat tersenyum padanya."Nona, anda pasien ke 100.000 kami. Karena itu anda mendapatkan hadiah menginap 3 hari 3 malam di JH hotel. Lengkap dengan makanan, minuman dan transportasi." Ucapnya.
"Tapi, aku berobat gratis." Amelia mengangkat sebelah alisnya, tidak mengerti.
"Tetap berlaku." Sang perawat tersenyum, membuat hatinya lega bukan kepalang. Memang hal yang terbaik adalah meninggalkan rumah. Buat apa tetap menunggu di depan rumah.
"Aku benar-benar hoki." Gadis yang mencium vocer miliknya berkali-kali. Tapi memang sedikit aneh, vocer ini terbuat dari kertas biasa. Bahkan seperti kertas yang baru di print, masih terasa hangat. Apa ini asli?
Masa bodoh! Yang terpenting tidak berkeliaran di jalanan.
Berjalan keluar dari klinik, sebuah mobil porsche dilengkapi seorang supir berseragam pakaian resmi telah menyambutnya."Kami dari pihak hotel akan menjemput nona."
"Aku hoki!" Amelia berteriak, kemudian naik dengan cepat. Mobil melaju meninggalkan area klinik, menuju hotel.
Tidak menyadari Savier masih berdiri di dekat rumah sakit membawa payungnya. Tersenyum menatap kearah Amelia yang berteriak penuh kegembiraan.
"Selidiki tetang hal yang terjadi di keluarga Amelia." Perintahnya pada orang yang berdiri di belakangnya.
"Baik..."
***
Liburan di hotel berbintang memang yang terbaik. Walaupun hanya setengah hari, tidak disangka vocer itu bukanlah sebuah kebohongan. Bahkan dirinya mendapatkan hadiah set pakaian ganti.
Walaupun waktu menginap 3 hari, tapi Amelia memutuskan untuk kembali sesuai hukuman ayahnya.
Tetap saja, ini adalah keluarnya, tidak akan ada tempat lain untuk pulang.
Buku novel juga masih tertinggal di kamar. Dirinya harus membaca detail peristiwa dari buku novel yang aneh tersebut.
Melangkah penuh semangat, mengingat-ingat peristiwa dalam novel setelah dirinya diperbolehkan masuk.
Dalam buku novel, Amelia memendam dendam kemudian mengumpat ke arah Tiara. Kemudian mendorong Tiara hingga jatuh ke lantai. Ayahnya marah besar, mengurungnya di gudang semalaman tanpa makanan.
Tapi memang benar-benar sial. Haruskah dirinya ikut-ikutan menyanjung Tiara hanya untuk bertahan hidup? Menjadi pembantu Tiara seumur hidupnya? Benar-benar menjijikkan.
Pelayan membukakan pintu untuknya. Tiara terlihat di sana berada di samping ayah dan ibunya.
"Ini untukku? Tapi ini kalung warisan turun-temurun." Ucap Tiara pelan."Aku tidak bisa menerimanya, ini terlalu mewah."
"Tiara, kamu adalah putri yang kami cintai. Kakakmu juga setuju dengan hal ini." Sang ibu membelai rambutnya.
"Apa yang tidak untuk putri ayah yang paling cantik?" Tawa dari sang ayah terdengar.
Kakaknya membiarkannya mendapatkan kalung warisan nenek? Dulu dirinya merengek memohon pada ibunya, tapi ibunya acuh. Kakaknya bahkan mengatainya cengeng, kemudian pamer memakai kalung itu kemana-mana.
Dan sekarang semuanya menjadi milik Tiara?
"Kamu sudah intropeksi diri? Mulai sekarang kamarmu akan ditempati Tiara. Kamu tidur di lantai satu saja." Ucap sang ayah dingin.
Amelia berusaha keras untuk tersenyum, kemudian mengacungkan jari tengah tanda cinta. Villain tetaplah villain, tergantung bagaimana dirinya menjadi villain.
masa cuman gitu
bagaimana ini,nanggung bet🤣🤣🤣
sayang melewati kesempatan ini
cabut euy,kita pulang
mau liat keributan ini
upps...ga ya aku kan kakak perempuan yg Budiman 🤣