Uwais menjatuhkan talak tiga kepada istrinya, Stela, setelah memergokinya pergi bersama sahabat karib Stela, Ravi, tanpa mau mendengarkan penjelasan. Setelah perpisahan itu, Uwais menyesal dan ingin kembali kepada Stela.
Stela memberitahu Uwais bahwa agar mereka bisa menikah kembali, Stela harus menikah dulu dengan pria lain.
Uwais lantas meminta sahabat karibnya, Mehmet, untuk menikahi Stela dan menjadi Muhallil.
Uwais yakin Stela akan segera kembali karena Mehmet dikenal tidak menyukai wanita, meskipun Mehmet mempunyai kekasih bernama Tasya.
Apakah Stela akan kembali ke pelukan Uwais atau memilih mempertahankan pernikahannya dengan Mehmet?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4
Mehmet duduk di ruang tamunya dimana Papa Yunisa, Mama Rani dan Stela juga duduk disana.
"Sekarang, jelaskan kepada kami tentang kamu yang mengajak nikah Stela."
Mehmet menghela nafasnya sebelum ia menjelaskan semuanya.
"Saya tidak tega melihat Uwais yang seperti itu. Dan semalam saya menemukan Uwais di diskotik Blue moon dengan keadaan mabuk."
Stela sedikit terkejut ketika mendengar perkataan dari Mehmet.
Papa Yunisa menatap wajah putrinya yang sedang duduk disampingnya.
"Stela, apa kamu setuju dengan pernikahan ini?" tanya Papa Yunisa.
Stela melihat Uwais yang duduk termenung di teras rumahnya.
"A-aku setuju, Pa. Aku akan memberikan satu kesempatan lagi kepada Mas Uwais." jawab Stela.
Papa Yunisa dan Mama Rani sedikit terkejut ketika mendengar jawaban dari putrinya.
"Kamu yakin, Nak?"
Stela menganggukkan kepalanya sambil menatap wajah Mehmet.
"Baiklah kalau itu keinginan kamu, La. Tapi papa ingin Mehmet menikah dengan kamu selama satu tahun." ucap Papa Yunisa.
Mehmet langsung terkejut ketika mendengar persyaratan yang disebut oleh Papa Yunisa.
Mehmet yang sejak tadi duduk dengan tenang tiba-tiba membelalakkan matanya.
“S-satu tahun, Pak?” tanya Mehmet memastikan, suaranya terdengar ragu.
“Iya, satu tahun. Saya ingin melihat apakah kamu benar-benar bisa menjaga Stela dengan baik selama itu. Setelah satu tahun, barulah keputusan ada di tangan kalian berdua.”
Mehmet menelan salivanya dan tiba-tiba terbayang wajah Tasya yang sudah ia janjikan hanya empat bulan pernikahannya dengan Stela.
"Satu tahun, bukan empat bulan. Bagaimana aku jelaskan ini ke Tasya?’ batin Mehmet dengan wajah yang bimbang.
Papa Yunisa memperhatikan gerak-gerik Mehmet yang tampak bimbang.
“Kenapa? Kamu keberatan dengan syarat itu?” tanyanya dengan nada tegas.
Mehmet segera menggeleng cepat, berusaha menyembunyikan keterkejutannya.
“Tidak, Pak. Saya setuju. Kalau itu syarat Bapak, saya terima.”
Papa Yunisa menyandarkan punggungnya, nadanya tetap dingin.
“Baik. Tapi ingat, kalau kamu tidak mau, saya tidak akan menyetujui pernikahan ini.”
Mehmet menundukkan kepalanya dan ia akan memenuhi persyaratan yang diajukan oleh Papa Yunisa.
“Saya mengerti, Pak.”
Ia harus menelan rasa bersalahnya kepada Tasya yang menunggu, dan kepada Stela yang kini akan menjadi istrinya.
“Kalau begitu, pernikahan akan kita laksanakan sekarang. Saya ingin semuanya jelas, tanpa ada permainan di belakang.”
“Baik, Pak.” ucap Mehmet
Tatapannya sempat bertemu dengan Stela, yang tampak menunduk, wajahnya sendu dan pasrah
Kemudian Papa Yunisa meminta istrinya untuk mendandani Stela.
"Ayo, La. Mama dandani kamu." ucap Mama Rani.
Stela menundukkan kepalanya dan masuk ke kamarnya.
Sementara itu Mehmet keluar dan menemui Uwais yang duduk di teras rumah.
"Bagaimana? Apakah Stela mau menikah denganmu?" tanya Uwais.
"Iya, Wais. Dia mau menikah denganku." jawab Mehmet sambil tersenyum tipis.
Uwais memeluk tubuh sahabatnya dan ia tidak sabar menunggu empat bulan lagi.
Dua jam kemudian penghulu telah datang ke rumah Papa Yunisa.
Mehmet dan Uwais sudah masuk kedalam dan menunggu Stela yang masih di kamar.
Ceklek!
Suara pintu yang dibuka oleh Mama Rani sambil menggenggam tangan putrinya yang memakai kebaya putih.
Mehmet menelan salivanya saat melihat kecantikan Stela.
"Aku tidak boleh tergoda dengan Stela. Dia milik Uwais." ucap Mehmet dalam hati.
Penghulu menatap Stela dan Mehmet dengan serius, lalu membuka kitab kecil di tangannya.
Suasana ruang tamu menjadi hening, hanya terdengar suara kipas angin berputar dan detak jantung masing-masing yang terasa cepat.
“Baiklah, kita akan melaksanakan akad nikah untuk Stela Arimbi binti Yunisa,” ucap penghuu yang akan mulai acaranya.
Stela menundukkan kepalanya, kedua tangannya tergenggam di depan dada, sementara Mehmet berdiri tegak, menatap Stela dengan mata serius.
Mehmet menghela napas panjang, menelan rasa bersalahnya, lalu menjawab dengan suara mantap:
“Saya terima nikahnya Stela Arimbi binti Yunisa dengan mas kawin berupa seratus juta rupiah, dibayar tunai.”
"Bagaimana para saksi?" tanya Penghulu.
"SAH!"
Setelah itu Mehmet menandatangani surat pernikahan mereka berdua.
Kemudian Penghulu menatap kedua mempelai dengan serius setelah akad selesai.
“Selamat, Mehmet dan Stela sudah sah menjadi suami istri. Ingatlah, pernikahan bukan sekadar ikatan di atas kertas. Ini adalah tanggung jawab, kesabaran, dan saling menghormati. Jangan sekali-kali menyakiti hati pasangan. Jagalah komunikasi, kejujuran, dan cinta kalian. Jika salah satu tersakiti, maka kedamaian rumah tangga akan terganggu. Pernikahan bukan permainan, tapi sebuah perjalanan seumur hidup yang harus dijalani bersama.”
Stela menunduk, mendengarkan nasihat itu dengan mata berkaca-kaca. Mehmet mengangguk tipis, wajahnya tetap serius dan tenang.
Setelah itu, Mehmet membungkuk sedikit kepada Papa Yunisa dan Mama Rani.
“Pak, Bu, saya akan membawa Stela ke rumah saya. Saya jaga dia dengan baik,” ucapnya dengan nada sopan.
Papa Yunisa menatap putrinya yang kini menunduk di sampingnya.
“Stela, anakku… jaga dirimu baik-baik,” ucap Papa Yunisa sambil memeluk putrinya.
Mama Rani juga ikut memeluk putrinya yang akan meninggalkan rumah.
“Nak, ingat selalu, kamu masih punya Papa dan Mama. Jangan takut menghadapi apapun,” ucapnya pelan.
Stela menitikkan air mata, memeluk tubuh kedua orang tuanya lebih erat.
“Terima kasih, Pa, Ma. Aku akan berusaha." gumam Stela sambil menangis sesenggukan.
Uwais tersenyum tipis dan ia akan menunggu Stela.
Tanpa menunggu lagi, Mehmet membuka pintu dan meminta Stela masuk kedalam mobil.
"Silakan duduk, Stela,” ucap Mehmet singkat, lalu menutup pintu mobil.
Mehmet mulai melajukan mobilnya menuju ke rumahnya.
Stela menatap wajah Mehmet yang sedang fokus menyetir.
"Mehmet, terima kasih sudah...,"
"Diam dan jangan berisik. Aku sedang menyetir." potong Mehmet dengan aura yang berbeda.
Stela menundukkan wajahnya dengan air matanya yang mengalir.
Ia tidak menyangka jika Mehmet sama seperti Uwais yang hanya mempermainkan perasaannya.
Di sepanjang perjalanan mereka berdua tidak bicara sama sekali.
Stela menggenggam kedua tangannya sambil merasakan dadanya yang sangat sakit.
Satu jam kemudian mereka telah sampai di rumah Mehmet.
Mobil berhenti di depan rumah besar bergaya modern minimalis milik Mehmet.
"Ayo, lekas turun." ucap Mehmet.
Stela menganggukkan kepalanya dan turun dari mobil.
Mehmet berjalan lebih dulu memasuki rumahnya yang luas dan dingin
Stela mengikuti dari belakang dengan langkah pelan, matanya berkeliling menatap ruangan yang terasa asing baginya.
Ruang tamu rumah itu rapi, modern, namun sepi dan terasa begitu dingin.
Mehmet berhenti di depan sebuah pintu di lantai bawah.
Ia membuka pintu itu perlahan, lalu menatap Stela dengan sorot mata tajam.
“Mulai malam ini, kamu tidur di kamar tamu. Jangan sekali pun masuk ke kamarku tanpa izin.”
Stela menatap wajah suaminya yang baru itu dengan tatapan bingung.
“Tapi, Mehmet… aku—”
“Tidak ada tapi! Aku tidak suka kamu banyak bicara, Stela. Di rumah ini, cukup patuhi aturan yang aku buat.”potong Mehmet dengan nada tegas, membuat Stela spontan terdiam.
Kemudian Mehmet mengajak Stela menuju ke arah dapur.
Disana Stela melihat wanita yang sepertinya pelayan di rumah ini.
"Kalau kamu butuh sesuatu, bilang saja ke Mbak Rini. Dia asisten rumah tangga di sini. Dia yang akan bantu kamu.”
Stela hanya mengangguk pelan saat mendengar perkataan dari suaminya.
“Baik, Mehmet,” jawabnya dengan suara lirih.
Mehmet menarik napas panjang, kemudian mengambil kunci mobilnya di atas meja.
"Malam ini aku mau ke rumah kekasihku. Jangan hubungi aku atau mencoba mencariku.”
Stela menatap punggung Mehmet yang kini berbalik menuju pintu keluar.
“Kamu,.mau ke rumah kekasihmu?”
Mehmet menoleh sekilas, tatapannya dingin seperti es.
“Ya. Dan kamu tidak perlu tahu siapa dia. Mengerti?”
Stela menggigit bibir bawahnya, menahan air mata yang mulai menggenang di pelupuk matanya.
“Iya, aku mengerti." jawabnya lirih.
“Bagus,” ucap Mehmet singkat lalu melangkah keluar.
Stela menghela nafasnya saat mendengar suara mobil Mehmet yang kembali keluar.