Novel ini akan mengisahkan tentang perjuangan Lucas Alarik yang menunggu sang kekasih untuk pulang kepelukannya. Mereka berjarak terhalang begitulah sampai mungkin Lucas sudah mulai ragu dengan cintanya.
Akankah Mereka bertemu kembali dengan rasa yang sama atau malah asing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lee_jmjnfxjk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Keseimbangan dan Pengakuan part 2
Setelah kekacauan kecil di kafe dan pengakuan Gio, suasana di kantor Athaya berubah drastis. Meja rapat yang kemarin penuh slide dan strategi kini menjadi ruang diskusi yang lebih serius—bukan hanya soal proyek, tapi juga soal kehidupan manusia di antara rencana dan tanggung jawab.
Danu duduk di kursi, tangan masih menggenggam gelas air. Perasaannya campur aduk: lega, panik, dan sedikit takut. “Jadi… ini anak gw?” gumamnya pelan, hampir tak terdengar. Lucas di sampingnya menatap Gio dengan mata yang belum bisa menyembunyikan kekhawatiran.
Gio duduk di kursi dekat jendela, coat menutupi sebagian tubuhnya. Perutnya terlihat jelas sekarang—sekitar empat bulan—dan setiap gerakan kecil membuatnya meringis pelan. Nafsu makannya masih sulit diatur, tubuhnya cepat lelah, tapi ekspresinya mencoba tegar.
Danu menelan ludah. “Gio… kita bakal hadapin ini sama-sama,” katanya akhirnya, suara rendah tapi tegas. “Gw janji.”
Gio menatapnya, mata basah, dan mengangguk pelan. “Gw tau… gw cuma takut jadi beban,” ucapnya lirih.
Lucas mencondongkan badan, meletakkan tangan di meja. “Gw juga ikut tanggung jawab. Kita semua akan atur. Tapi gw ingin lo sehat, Gio. Semua harus aman.”
Athaya mengamati mereka berdua, matanya menembus setiap keraguan dan ketegangan yang muncul. Ia menarik napas panjang, lalu berbicara tegas, tapi lembut. “Ini bukan sekadar soal proyek. Ini soal kalian—Gio, Danu, Lucas. Gw harus pastiin semuanya berjalan aman. Gw akan ubah beberapa strategi proyek supaya lo, Gio, gak terlalu tertekan. Prioritas sekarang kesehatanmu.”
Gio menatap Athaya, sedikit lega tapi juga cemas. “Terima kasih… Aya,” bisiknya, tangannya menekan perutnya pelan.
Athaya menunduk, menatap mereka semua. “Gio, jangan merasa harus menahan semuanya sendiri. Kita ada tim, dan tim ini termasuk keluarga.”
Danu menatap Athaya, kagum sekaligus sedikit lega. “Gw gak bakal biarin lo sendirian,” ucapnya tegas.
Lucas menambahkan, “Dan proyek tetap harus jalan, tapi kita sesuaikan. Tidak ada yang lebih penting selain kesehatan Gio.”
Setelah beberapa menit, suasana agak tenang. Athaya berdiri, menata coat-nya, lalu menatap Lucas langsung. Pandangan itu dalam, pribadi, berbeda dari sikap profesional yang biasanya ia tunjukkan.
“Lucas…” katanya, suaranya lebih lembut. “Gw… harus jujur. Selama ini gw mencoba tegas, mengatur, menjaga semua orang… tapi ada sesuatu yang selalu gw simpan.”
Lucas menatapnya, ragu tapi penasaran.
“Athaya…” Lucas mulai.
“Dengerin dulu,” potong Athaya cepat tapi lembut. “Gw… gw amat mencintai lo, Lucas. Lebih dari yang bisa gw ucapin. Selama ini, setiap langkah gw, setiap keputusan gw… selalu ada lo di pikiranku. Tapi gw takut itu akan mengganggu semua rencana ini. Sekarang, setelah semua terungkap—Gio hamil, rencana proyek harus disesuaikan—gw gak bisa lagi pura-pura. Gw harus jujur.”
Lucas menelan ludah, perasaan campur aduk—lega, kaget, tapi juga hangat. Ia menatap Athaya, pandangannya bertemu tatapan tulus itu.
Athaya menghela napas panjang, menunduk sebentar, lalu tersenyum tipis. “Sekarang, kita selesaikan semuanya dengan benar. Proyek, tanggung jawab, dan… perasaan. Gw gak mau salah satu dari kalian terluka lagi.”
Gio menatap mereka berdua, hatinya sedikit lebih ringan. Danu juga. Bahkan Lucas, yang biasanya terlalu fokus pada tugas, merasakan ketenangan yang aneh, tapi jelas.
Athaya duduk kembali, menatap ketiganya. “Kita akan jalani ini langkah demi langkah. Strategi proyek disesuaikan, kesehatan Gio prioritas, dan perasaan… kita urus bersamaan. Tapi sekarang, santai sebentar. Minum air, makan sesuatu yang aman. Kita mulai babak baru dari sini.”
Gio menatap perutnya, mengusap lembut, lalu tersenyum tipis. “Baik…”
Danu menatapnya, tegas tapi lembut. “Kita akan hadapi semua ini, Gio. Bersama.”
Lucas menambahkan dengan suara rendah tapi mantap. “Dan… gw di sini juga, Aya.”
Athaya menatap Lucas, senyum tipis kembali muncul di wajahnya. “Gw tau. Dan itu… lebih dari cukup.”
Di ruangan itu, mereka bertiga dan Athaya menemukan keseimbangan baru—antara proyek, tanggung jawab, dan perasaan yang akhirnya mulai diungkapkan.
-bersambung-