Dalam dunia korporasi yang berputar terlalu cepat, Ethan Solomon Montgomery, Presiden Direktur Montgomery Group, hidup dengan ketenangan yang dirancang oleh keluarga yang membentuknya. Ia tumbuh untuk memimpin, bukan untuk diperintah. Sejak kecil Celine Mattea selalu berdiri di sisinya, perempuan yang mampu masuk ke semua pintu keluarga Montgomery. Celine mencintai Ethan dengan keyakinan yang tidak pernah goyah, bahkan ketika Ethan sendiri tidak pernah memberikan kepastian. Hubungan mereka bukan hubungan lembut yang manis, melainkan keterikatan panjang yang sulit dilepaskan. Persahabatan, warisan masa kecil, ketergantungan, dan cinta yang Celine perjuangkan sendirian. Ketika Cantika, staf keuangan sederhana memasuki orbit Ethan, sesuatu di dalam diri Ethan bergeser. Sebuah celah kecil yang Celine rasakan lebih tajam daripada pengkhianatan apa pun. Ethan dan Celine bergerak dalam tarian berbahaya: antara memilih kenyamanan masa lalu atau menantang dirinya sendiri untuk merasakan sesuatu yang tidak pernah ia izinkan. Ini adalah kisah dua orang yang seharusnya ditakdirkan bersama, tetapi cinta yang bertahan terlalu lama tidak selalu berarti cinta yang benar. Disclaimer: Novel ini adalah season 2 dari karya Author, “Falling in Love Again After Divorce.”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Demar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seolah Tidak Terjadi Apa-apa
Bunyi sensor sidik jari memecah ketegangan di ruangan. Keempat anggota Amox menoleh hampir bersamaan ke arah pintu. Pintu otomatis terbuka perlahan. Celine muncul dari pintu dengan gaun hitam jatuh sempurna membingkai tubuhnya. Lipstik merah menyala kontras dengan kulitnya yang pucat, memberi kesan dingin sekaligus memikat. Heels ramping melingkari kakinya, setiap langkahnya menarik perhatian.
“Hai,” sapanya ringan.
Tidak ada satu pun yang langsung menjawab.
Celine mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Rega dengan tangan mengepal, Raga dan Sambo yang tegang, lalu berhenti pada Ethan. Pipi pria itu terlihat merah, napasnya tidak stabil.
Alis Celine terangkat sedikit.
“Sepertinya sedang terjadi sesuatu,” katanya polos, seolah tidak tahu apa-apa. “Kenapa kalian terlihat seperti baru saja bertarung?”
Celine masuk lebih jauh, meletakkan tasnya di atas meja dengan gerakan santai. Seolah luka dan ledakan tidak pernah ada di hari pernikahan yang ia impikan.
Rega mendekat tanpa ragu dan langsung memeluknya erat.
“Kau baik?” tanyanya rendah, ada kecemasan yang tulus di sana.
Celine mengangguk pelan. “Sangat.”
Raga dan Sambo menyusul, bergantian memeluknya singkat. Cara khas menyambut satu-satunya anggota inti paling cantik yang Amox miliki.
Tatapan Celine bertemu dengan Ethan. Pria itu menatapnya tajam tapi Celine menanggapinya dengan acuh. Tak ada sapaan, tak ada tatapan cinta, tak ada pelukan, tak ada sentuhan manja seperti dulu.
Rega menarik tangan Celine dan mendudukkannya di kursi yang sebelumnya diduduki Ethan.
“Bantu aku mengerjakan ini,” kata Rega tanpa basa-basi.
Celine menatap layar. “Apa ini?”
“Barlex,” jawab Rega. “Kami sudah dapat kodenya, tapi sistemnya menolak.”
Celine tersenyum anggun. Ia mengambil tisu basah dari tasnya, membersihkan permukaan meja dan perangkat yang akan ia sentuh dengan teliti. Jemarinya tidak suka debu, tidak suka noda, bahkan dalam dunia gelap sekalipun ia tetap menjaga kelasnya.
“Oh ayolah Princess Celine Attea. Waktunya terbatas…” gerutu Rega tak sabar.
“Baiklah, Prince Rega.” Celine tersenyum manis.
Jarum jam seperti melambat saat jari-jari Celine menari di atas keyboard, cepat dan tanpa keraguan. Ia membuka lapisan demi lapisan keamanan, dengan elegansi. Seperti seseorang yang tahu di mana pintu rahasia diletakkan, bukan sibuk mendobrak dinding.
Kode yang Rega dan Ethan dapatkan dimasukkan. Sistem bergetar sesaat lalu terbuka tanpa basa-basi. Dalam hitungan detik, layar dipenuhi data. File demi file terunduh otomatis.
Perdagangan manusia lintas negara, penjualan organ, rute penyelundupan obat-obatan terlarang, nama-nama perusahaan cangkang, rekening gelap, hingga keterlibatan pejabat, aparat, bahkan lembaga yang seharusnya berdiri di sisi hukum negara ini. Pihak-pihak yang seharusnya melindungi negeri ini, melupakan tugasnya dan melakukan penyelewengan demi keuntungan pribadi.
Semua tercopy ke sistem Amox. Raga, Sambo, dan Ethan berdiri di belakang, terpaku karena Celine menyelesaikannya semudah itu.
“Ohoooo,” Rega bersiul pelan. “My princess, aku tidak tahu kemampuanmu berkembang secepat ini.”
“Aku membantu membangun pelindung sistem Barlex,” jawab Celine datar tanpa menoleh. “Tentu aku bisa menembusnya dengan mudah.”
Udara di ruangan itu membeku. Rega langsung kaku, senyumnya seketika lenyap.
“Kau…” suaranya merendah, berbahaya. “Jangan bilang kau bekerja sama dengan Barlex. Mengkhianati Amox hanya karena patah hati karena Ethan main hati dengan Cantika.”
"Tutup mulutmu!" Ethan menatap Raga tajam.
Celine berhenti mengetik, menoleh perlahan tanpa mempedulikan Ethan. Wajahnya berubah serius, dan dingin.
“Tidak,” katanya pelan, namun setiap katanya menghantam. “Aku bukan pengkhianat.”
Ia berdiri, menatap mereka satu per satu.
“Aku hanya menukarnya dengan kepentingan pribadiku,” lanjutnya. “Tidak ada hubungannya dengan Amox.”
“T-tapi Barlex…”
“Aku tahu,” potong Celine. “Aku juga benci karena Barlex membuatku kehilangan sebagian paru-paruku.”
“Dan ini caraku membalasnya.” lanjut Celine tersenyum licik.
Rega bangkit sembari bertepuk tangan. “Celine, kau benar-benar adikku.”
Raga dan Sambo menepuk lengan Rega kuat, “Adikku juga.” kata mereka bersamaan.
Celine mendengus, “Kita seumuran.”
“Dan kami tidak peduli,” jawab mereka serempak, membuat Celine mendesah kasar.
Raga menoleh pada Ethan yang sejak tadi diam dengan wajah memerah. Ia tahu, pria itu sedang menahan amarah.
“Selanjutnya bagaimana, Ethan?”
Ethan berdiri tegak di depan layar utama, wajahnya kembali terkunci dalam ketenangan yang dingin.
“Sebarkan file itu satu per satu,” katanya datar. “Jangan sekaligus. Buat mereka menggila.”
Rega tersenyum miring, ada kilat kejam di matanya.
“Dengan senang hati.”
Jarinya bergerak cepat di atas keyboard. Dalam hitungan detik, satu nama instansi muncul di layar lengkap dengan alur transaksi, foto, dan dokumen autentik yang tak bisa dibantah. Rega menekan unggah.
“Boom,” gumamnya puas.
Notifikasi mulai berdenting, komentar meledak dimana-mana. Semua orang sibuk membagikannya di berbagai sosial media.
“Setelah ini akan gempar,” kata Rega terkekeh, nadanya mengejek. “Mampus kalian.”
Ethan tidak ikut tersenyum.
“Jangan lengah,” katanya datar. “Untuk saat ini kita tidak terdeteksi. Tapi kemungkinan buruk selalu ada.”
Raga mengangguk setuju. “Kau benar! Barlex tidak akan tinggal diam.”
Sambo berdiri di sisi layar, menyilangkan tangan. “Pejabat publik akan panik, dan orang panik selalu membuat kesalahan. Semoga masyarakat sudah cerdas dan tidak terprovokasi dengan buzzer.”
Diskusi berlanjut dengan strategi, interval unggahan, jalur aman, dan langkah antisipasi jika sistem diserang balik. Suasana ruang inti Amox kembali seperti medan perang sunyi: dingin, presisi, mematikan.
Di tengah itu semua, Celine bersandar santai di kursi. Ia sibuk mengangkat tangannya, memandangi kuku-kukunya yang rapi, berkilau sempurna. Ia baru saja membuatnya sebelum berangkat ke sini. Sangat cantik, dan ia menyukainya.
“Aku lelah,” katanya ringan, menengadah sedikit.
Raga spontan mendekat, mengelus rambut Celine dengan gestur protektif.
“Pergilah ke ruanganmu, Celine. Aku akan minta mereka menyiapkan cemilan kesukaanmu.”
Celine tersenyum manja.
“Kau yang terbaik,” katanya, lalu tiba-tiba mengecup pipi Raga.
Detik itu juga udara di ruangan langsung berubah. Oksigen tiba-tiba tiba menipis, membuat setiap tarikan napas terasa lebih sulit.
Raga memucat, tak berani melirik Ethan. Rega berhenti mengetik. Sambo berdehem canggung, memalingkan wajah.
Satu orang menegang sepenuhnya… Ethan. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat di sisi tubuh, urat-uratnya menonjol jelas. Tatapannya menancap ke arah Celine dan Raga, begitu gelap dan panas.
Celine tak peduli apa pun. Ia melangkah pergi, seolah tak menyadari badai kecil yang baru saja ia tinggalkan. Atau mungkin ia menyadarinya sepenuhnya tapi memilih untuk tak peduli.
“E-Ethan…” suara Raga terbata.
Ethan menoleh perlahan. Tatapan itu tajam dan menerkam, membuat udara di ruangan terasa menipis. Ia melangkah mendekat tanpa berkata apa pun. Tangannya membuka jas dengan gerakan kasar, lalu tanpa peringatan menggosok pipi Raga asal-asalan. Jas itu dilempar sembarang arah, jatuh di lantai dengan bunyi kuat.
“Pantau perkembangan berita,” kata Ethan. Suaranya kembali terkunci datar, seolah ledakan barusan tak pernah ada.
Ia berbalik dan meninggalkan ruangan dengan langkah lebar.
Rega mendecih pelan, memecah keheningan dengan tawa pendek yang sinis.
“Dia bertingkah seperti pecemburu berat,” katanya sambil bersandar di kursi. “Padahal baru saja membela wanita lain habis-habisan.”
Raga mengusap pipinya, menghela napas panjang. “Ethan memang selalu begitu. Tidak pernah jujur pada dirinya sendiri.”
Sambo melirik ke arah pintu yang sudah tertutup rapat. “Dia selalu kehilangan kendali atas Celine tapi tak pernah menyadarinya.”
Rega tersenyum tipis. “Untung Celine pintar,”
celine apapun yg terjadi jangan goyah.
tetap cuek,dingin dan jangan noleh² lagi kemasa lalu.
tak stabil suka naik turun tensi..
dokter bidan tak sanggup obati..
masalahnya cintaku yang kurang gizi..
💃💃💃💃💃 aseeek.. lanjutkan ethan..
pengorbanan celine terlalu besar hy untuk se ekor ethan...
cepatlah bangkit dan move on celine dan jauh jauh celine jangan terlibat apapun dgn amox apalagi yg didalamnya ada ethan² nya...
mungkin si SEthan merasa bersslah dan ingin bertanggung jawab atas kematian ayahnya Cantika, karna mungkin salah sasaran dan itupun sudah di jekaskan Raga & Rega.
tapi dadar si SEthan emang sengaja cari perkara, segala alasan Cantika punya adik, preettt...🤮🤮🤮
Balas dendam kah?
Siapa Barlex?
Berhubungan dengan ortunya Cantika kah?
Haiisz.. makin penisiriin iihh.. 😅😅🤣🤣
Thanks kk Demar 🤌🏻🤌🏻