NovelToon NovelToon
CEO To Husband

CEO To Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Crazy Rich/Konglomerat / Beda Usia / Enemy to Lovers
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: BabyCaca

Alaska Arnolda, CEO terkenal Arnolda, terpaksa menanggalkan jas mewahnya. Misinya kini: menyamar diam-diam sebagai guru di sebuah SMA demi mencari informasi tentang pesaing yang mengancam keluarganya. Niat hati fokus pada misi, ia malah bertemu Sekar Arum Lestari. Gadis cantik, jahil, dan nakal itu sukses memenuhi hari-hari seriusnya. Alaska selalu mengatainya 'bocah nakal'. Namun, karena suatu peristiwa tak terduga, sang CEO dingin itu harus terus terikat pada gadis yang selalu ia anggap pengganggu. Mampukah Alaska menjaga rahasia penyamarannya, sementara hatinya mulai ditarik oleh 'bocah nakal' yang seharusnya ia hindari?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BabyCaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29 - Tingkah Konyol Arum

Gadis itu tentu sontak memeluk Alaska, tubuh mungilnya melompat tanpa pikir panjang seperti seekor anak monyet yang menggelantung pada tubuh induknya karena takut. Pelukannya begitu erat, hampir mencekik leher pria itu. Alaska, yang tidak menyangka Arum akan bereaksi seberlebihan itu, refleks menahan pinggang gadis tersebut agar tidak terjatuh. Nafasnya terhenti sesaat karena kaget, namun detik berikutnya tawa kecil lolos dari bibirnya melihat bagaimana wajah Arum memucat panik.

“Bapak kenapa malah lempar cicak nya ke saya!” teriak Arum dengan emosi, masih enggan melepaskan pegangan.

Alaska terkekeh kecil, menikmati momen itu. Namun sebelum dia sempat menjawab, suara langkah dan teriakan kecil terdengar dari lorong di luar rak.

“Arum?” panggil Amanda kepada sahabatnya itu.

Arum tersentak seperti maling tertangkap basah. “Amanda, pak lepasin,” ucap Arum cepat, langsung mendorong Alaska menjauh dengan gerakan canggung. Tubuhnya jatuh sedikit ke depan karena refleks melepaskan genggaman, namun ia buru-buru menunduk memungut buku-buku yang berserakan di lantai.

“Arum kau kenapa tadi aku dengar suara mu berteriak?” tanya Amanda dengan heran, langkahnya cepat mendekat.

Amanda baru saja sampai di sana. Untung saja sebelum mencapai rak tempat Arum dan Alaska berada, ada satu rak tinggi yang menghalangi pandangan mereka. Arum merasa jantungnya melesat bak roket. Gadis itu mengangkat wajah dengan gugup, pipinya merah, napasnya belum sepenuhnya stabil.

“Ini buku nya jatuh makanya aku teriak, bantuin dong!” kesal Arum sambil terus menunduk, berharap Amanda tidak melihat betapa kacau dirinya tadi.

“Eh iya iya,” sahut Amanda, ikut jongkok memungut buku itu.

Saat Amanda mengambil satu buku, pandangannya tidak sengaja bergerak ke arah rak lain. Di dekat jendela, Alaska berdiri santai sambil membalik halaman buku. Rambutnya sedikit berantakan, kemeja putihnya rapi, dan sorot matanya terlihat tenang. Tentu saja dia memerhatikan mereka atau lebih tepatnya, memerhatikan Arum. Mata Amanda sedikit membesar. Gadis itu langsung menepuk bahu Arum cukup keras.

“Ada apa Man?” kesal Arum karena tepukan itu nyaris membuatnya menjatuhkan buku lagi.

“Itu ada pak Aska, ih diam aja ganteng banget loh. Dia ga nyapa kamu kah? Semenjak ngajar di sini bapak Aska banyak fans nya bahkan anak kelas IPA terang terangan ngasih gift sialan, besok aku kasih coklat deh,” bisik Amanda dengan nada penuh kagum dan iri.

“Hah serius?” tanya Arum kaget, meski ada sedikit nada tidak suka dalam suaranya.

“Kau mana tau ya, soalnya pas kau ga sekolah cuman beberapa hari setelah pak Aska ngajar kau ga sekolah lagi sih,” jelas Amanda.

Arum mengangguk pelan tanpa ekspresi. Ada sesuatu yang ia rasakan sesuatu yang aneh, menggelitik, membuat dadanya menghangat namun juga jengkel.

Setelah selesai mengumpulkan buku, mereka akhirnya melangkah keluar dari perpustakaan. Alaska yang tadinya berpura-pura sibuk membaca buku itu sebenarnya memperhatikan mereka sejak awal. Pria itu menutup bukunya, mendongakkan kepala, dan melihat punggung Arum yang semakin menjauh. Tiba-tiba bibirnya melengkung.

“Hah lama lama aku bisa gila,” gumam Alaska pelan, setengah kesal setengah terhibur dengan tingkah gadis itu.

“Pantesan ya, lagian ga salah sih dia kan ganteng bahkan kayak guru muda seperti pak Aska siapa yang gamau deketin,” kekeh Amanda.

“Begitu ya,” gumam Arum sambil mengangguk, meski entah kenapa ada sedikit rasa tidak nyaman.

“Pasti dia sangat kesenangan selama ini di puji puji gadis lain,” gumam Arum lirih kepada dirinya sendiri, tidak sadar bahwa ia mengatakannya sedikit lebih keras.

“Arum kau berbicara sesuatu?” tanya Amanda bingung.

“Eh ga kok, ayo ke kelas. Duh mana kelas kita di lantai tiga lagi. Besok besok aku gamau ke perpustakaan, suruh yang cowok aja. Kalau gamau cocot aja mulut nya pake sambel,” kesal Arum, menghentakkan kaki.

“Loh itu bocah kenapa dah?” gumam Amanda, bingung dengan mood swing sahabatnya itu.

Setelah sampai di kelas, mereka kembali lanjut belajar. Waktu berlalu pelan. Kebiasaan buruk Arum pun muncul lagi; ia tertidur ketika pelajaran Sosiologi berlangsung. Kepala gadis itu miring ke samping, rambut menutupi sebagian wajahnya, dan napasnya teratur sekali seolah sedang tidur di kasur empuk, bukan di kursi kayu sekolah.

“Baiklah anak anak, karena sebelum ujian kalian libur seminggu dulu dan kita ga bakal ketemu lagi. Ibu harap kalian semangat jalanin ujian semoga sukses dan bisa masuk ke universitas yang kalian impikan. Jika ibu ada salah maafin ibu ya, selamat sore,” ucap guru itu mengakhiri kelasnya.

Bel pulang berbunyi. Amanda menoleh ke arah sahabatnya yang masih dalam posisi tidur mengenaskan.

“Arum sudah bel pulang,” ucap Amanda sambil menggoyang tubuh Arum keras-keras.

“Iya, sudah pulang ya. Arghh tidur ku nyenyak hari ini,” gumam Arum sambil mengusap wajah.

“Untung jam terakhir bukan sama pak Aska, kalau tidak habis kau di lempari spidol,” cibir Amanda.

“Siapapun guru nya tidak ada yang berani dengan ku. Ayo pulang,” jawab Arum percaya diri.

Mereka menuruni tangga menuju lantai satu. Di depan gerbang, teman-teman mereka sudah berkumpul. Tia duduk di belakang motor Farel, sementara Amanda bercanda dengan Dilan.

“Kalian ngapain sih kayak tukang ojek. Udah duluan aja. Kalau rumah ku masih di sana udah aku iyain tarik dari tadi juga,” kesal Arum.

“Atau kami ke kota saja ya sekalian main. Wah ke mall yuk,” seru Tia.

“Kau gila ini udah sore mau balik jam berapa. Udah sana balik gih. Di bilangin gapapa, bentar lagi tante aku jemput. Lagian anak sekolah rame,” jawab Arum.

“Kau serius? Aku ada latihan basket juga sih bentar lagi di lapangan kampung,” timpal Farel.

“Duh gapapa nih?” tanya Amanda sekali lagi.

“Iya apaan sih kalian,” kesal Arum.

“Yaudah kami duluan ya bye!” teriak mereka sambil melambaikan tangan lalu pergi.

Setelah memastikan semua teman-temannya pergi, Arum menghembuskan napas lega panjang. Ternyata begini rasanya harus menyembunyikan sesuatu benar benar terasa seperti seorang artis yang harus menghindari paparazi.

Hingga akhirnya halaman sekolah semakin sepi. Hanya tersisa beberapa murid kelas satu yang masih bercengkerama. Arum melihat ke arah parkiran guru. Di sana Alaska berdiri sambil melambaikan tangan pelan sebagai isyarat.

Ia mendekat, menunduk sedikit agar tidak menarik perhatian.

“Jangan menunggu di luar panas, masuk ke mobil. Aku sudah mengajarkan cara nya, pencet ini,” ucap pria itu tegas tanpa banyak basa-basi.

“Tapi gimana ada yang melihat ku?” tanya Arum panik.

“Mobil ku di antara mobil guru lain. Tidak ada yang tau bodoh. Cepat sana, aku sebentar lagi akan menyusul,” kesal Alaska, lalu berjalan pergi.

Mau tidak mau Arum menggenggam kunci mobil itu. Jantungnya deg-degan. Ia mengintai kanan kiri seperti agen rahasia. Bahkan ia menempel di samping mobil-mobil lain, berjalan merunduk, padahal tidak ada yang memperhatikan. Tapi bagi Arum, ini misi hidup mati.

Sampai di dekat mobil Alaska, ia memencet tombol kunci dan dengan cepat berjongkok, membuka pintu penumpang, lalu merangkak masuk selembut mungkin.

“Ya berhasil. Huaa akhirnya,” ucap gadis itu sambil menutup pintu.

Namun suara langkah mendekat. Arum langsung menyusutkan tubuhnya ke bawah kursi penumpang, menunduk sampai dagunya menyentuh lutut.

Suara Alaska terdengar di luar, berbicara dengan seseorang.

Ternyata itu suara guru Biologi, guru muda yang cantik, dikenal ramah dan anggun. Mereka berbicara sebentar. Arum membeku, takut ketahuan.

“Baiklah bu,” ucap Alaska mengakhiri percakapan.

Ia membuka pintu mobil.

Begitu pintu tertutup, Alaska menoleh ke samping dan melihat Arum… yang berjongkok di bawah kursi bagaikan kucing ketakutan.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Alaska dengan nada datar.

...----------------...

Author senang sekali kalau kalian tinggalkan jejak seperti komentar, vote, atau like. Itu membuat author makin semangat!

1
kalea rizuky
loo siapa kah itu
kalea rizuky
lnjut donk thor
kalea rizuky
goblok sok jagoan ama ibu tiri lampir aja kalah bodoh
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!