NovelToon NovelToon
Pewaris Kembar

Pewaris Kembar

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Dikelilingi wanita cantik / Identitas Tersembunyi / Harem / Anak Lelaki/Pria Miskin
Popularitas:10.5k
Nilai: 5
Nama Author: Desau

Semua orang mengira Zayan adalah anak tunggal. Namun nyatanya dia punya saudara kembar bernama Zidan. Saudara yang sengaja disembunyikan dari dunia karena dirinya berbeda.

Sampai suatu hari Zidan mendadak disuruh menjadi pewaris dan menggantikan posisi Zayan!

Perang antar saudara lantas dimulai. Hingga kesepakatan antar Zidan dan Zayan muncul ketika sebuah kejadian tak terduga menimpa mereka. Bagaimana kisah mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 29 - Terasa Bukan Bos

Zayan mengemudi seperti orang kehilangan kendali. Mobil sport hitamnya melaju di jalanan malam dengan kecepatan tinggi, menembus angin dan cahaya lampu kota yang berlarian di kaca depan. Tangannya menggenggam setir begitu kuat hingga buku jarinya memutih. Napasnya memburu, rahangnya mengeras.

Tamparan Niken masih terasa di pipinya, tapi yang lebih menyakitkan adalah kata-kata terakhir gadis itu, kalimat sederhana yang menghancurkan egonya.

"Aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa ikut dalam kebohonganmu."

Zayan menghantam setir keras-keras. “Sial! SIAL!” teriaknya dalam mobil yang sepi.

Ia berhenti mendadak di bahu jalan, keluar dari mobil dan menendang ban dengan keras. “Kenapa semuanya harus jadi begini?! Aku sudah berlutut, Nik! Aku sudah minta maaf! Apa lagi yang harus kulakukan?!”

Rasa frustasinya menumpuk, berubah jadi amarah buta. Ia melempar ponselnya ke kursi penumpang, lalu mengacak rambutnya sendiri. Dalam benaknya, bayangan wajah Niken muncul terus-menerus, senyum lembutnya, tatapan marahnya, dan air matanya.

Ia mencintai gadis itu. Tidak seperti semua perempuan yang pernah ia kencani sebelumnya. Niken membuatnya merasa hidup, membuatnya ingin menjadi lebih baik. Tapi sekarang, semua berantakan.

Zayan kembali masuk ke mobil dan bersandar di kursi, menatap langit-langit dengan dada naik turun. “Aku tidak akan biarkan ini berakhir begitu saja,” gumamnya, suaranya serak.

Ponselnya tiba-tiba berbunyi. Ia menoleh malas, tapi saat melihat nama pengirim di layar, Niken! matanya langsung membesar.

Tangannya bergetar sedikit saat membuka pesan itu.

“Terima kasih sudah bantu aku tadi. Aku salah paham, tapi aku lega kamu tetap peduli. Bisakah kita bertemu besok sore? Aku ingin bicara.”

Beberapa detik, Zayan hanya terdiam. Lalu, perlahan, bibirnya membentuk senyum kecil.

“Dia… mau ketemu lagi.”

Rasa amarah yang tadi membara seketika mereda. Ia menyandarkan kepala di jok, menatap layar ponselnya seperti anak remaja yang baru saja mendapat pesan dari gebetannya.

“Besok sore, ya?” gumamnya. “Baiklah, Nik. Kau akan lihat, aku akan pastikan semuanya baik lagi antara kita.”

Ia menghela napas panjang dan menyalakan mobil kembali, kali ini dengan kecepatan normal. Dalam hatinya, ada harapan kecil yang tumbuh, mungkin, hanya mungkin, ia masih punya kesempatan memperbaiki semuanya.

...***...

Zidan menjalani hari keduanya sebagai karyawan baru di perusahaan keluarga Nugroho. Ia mengenakan seragam biasa, duduk di ruangan staf keuangan yang sederhana, jauh dari kantor direksi yang penuh kemewahan. Meski begitu, matanya berbinar. Dunia ini baru baginya.

“Mas Zidan, tolong bantu input data invoice ini ke sistem ya,” kata salah satu rekan kerja, Sinta, seorang perempuan berkacamata yang tampak ramah.

Zidan tersenyum. “Baik, Mbak Sinta.”

Ia menatap layar komputer dan mulai mengetik dengan teliti. Meskipun salah satu tangannya tidak sempurna, ia terbiasa menyesuaikan diri. Gerakannya agak lambat, tapi akurat.

Sinta sempat memperhatikan sebentar, lalu tersenyum kagum. “Mas cepat juga, ya. Biasanya anak baru suka bingung lihat tabel sebanyak itu.”

Zidan terkekeh. “Hehe, saya cuma berusaha tidak bikin malu, Mbak.”

Sinta tertawa kecil. “Wah, rendah hati sekali.”

Sehari penuh Zidan belajar hal-hal baru, cara mengatur laporan keuangan, mengarsipkan data, bahkan berurusan dengan supplier yang rewel. Meski terkadang canggung, ia menikmati prosesnya. Ada sesuatu yang damai bekerja sebagai orang biasa, tidak ada tatapan kasihan, tidak ada tekanan untuk sempurna.

Saat istirahat makan siang, ia duduk di taman belakang gedung bersama Nova, sekretaris pribadinya yang diam-diam tetap memantau dari jauh agar bisa membantu jika ia kesulitan. Kebetulan Nova tetap bekerja di perusahaan sebagai sekretaris. Namun divisinya berbeda dengan Zidan.

“Gimana hari keduamu sebagai ‘karyawan biasa’?” tanya Nova sambil menyeruput kopi.

Zidan tersenyum, menatap langit. “Luar biasa. Aku baru sadar betapa sulitnya kerja di balik meja. Semua detail kecil ternyata penting. Orang-orang di sini bekerja keras tanpa keluhan.”

Nova menatapnya penuh kagum. “Kau kelihatan menikmati, ya?”

“Ya. Ini dunia yang selama ini tidak pernah aku lihat. Dan… entah kenapa, aku merasa berguna di sini.”

Nova ikut tersenyum. Namun hatinya terasa aneh, hangat tapi juga berat. Sejak pertama kali mengenal Zidan, ia tahu pria itu berbeda dari Zayan. Zidan lembut, penuh empati, dan tidak pernah membuat orang merasa kecil.

Saat mereka berjalan kembali ke gedung, hujan tiba-tiba turun deras. Semua orang berlarian mencari tempat berteduh. Nova hampir saja basah kuyup saat Zidan menarik pergelangan tangannya dan mengajaknya berteduh di bawah atap kecil dekat pos satpam.

“Nanti kau bisa masuk angin,” katanya sambil menepuk-nepuk bahunya yang basah.

Nova tertawa kecil. “Kau juga kehujanan tuh.”

Zidan mengusap rambutnya yang basah. “Hehe, tidak apa-apa. Aku pernah lebih basah dari ini.”

“Serius, kau selalu begini ya? Mendahulukan orang lain.” Nova menatapnya, kali ini lebih dalam.

Zidan tersenyum lembut. “Aku cuma nggak bisa diam kalau ada orang kesulitan. Mungkin karena dulu aku sering merasa sendirian juga.”

Nova tertegun. Kata-katanya sederhana, tapi mengena di hati. Ia memandangi wajah Zidan, matanya yang jernih, senyum tulusnya, bahkan bekas luka kecil di ujung jarinya. Ada sesuatu yang menenangkan setiap kali ia berbicara.

Hujan belum reda, malah semakin deras. Angin meniupkan aroma tanah basah ke arah mereka. Zidan merogoh saku jaketnya, mengeluarkan bungkus permen kecil dan menyodorkannya.

“Permen jahe. Biar nggak kedinginan,” katanya sambil tersenyum.

Nova terkekeh, mengambil satu. “Terima kasih. Aku bahkan nggak nyangka kamu bawa beginian.”

“Persiapan hidup sebagai rakyat biasa,” jawab Zidan ringan.

Nova tertawa lagi, tapi di dalam dadanya, ada perasaan yang mulai tumbuh pelan-pelan. Ia berusaha menepisnya, tapi setiap kali Zidan tersenyum padanya seperti itu, jantungnya berdebar.

“Zidan…” panggilnya pelan.

“Hm?”

“Kau sadar nggak, kalau kau itu beda dari semua pria yang pernah aku kenal?”

Zidan mengangkat alis, tampak bingung. “Beda gimana?”

“Kau nggak pernah berusaha terlihat sempurna. Kau cuma jadi dirimu sendiri, dan entah kenapa… itu justru membuatmu terlihat sempurna.”

Zidan terdiam, lalu tertawa kecil. “Wah, kalau itu pujian, aku berterima kasih. Tapi aku rasa semua orang bisa terlihat sempurna kalau mereka berhenti membandingkan diri dengan orang lain.”

Nova menatapnya, bibirnya membentuk senyum tipis. Ia ingin mengatakan sesuatu, tapi hujan yang semakin deras menenggelamkan suaranya.

Beberapa menit kemudian, Zidan melihat seorang karyawan lain berlari sambil membawa payung lebih. “Mas Zidan! Mbak Nova! Nih, payung!” teriaknya.

Zidan menerima payung itu dan membukanya. Ia berjalan di samping Nova, menahan payung agak miring ke arah gadis itu agar Nova tidak kehujanan.

“Kau bisa kena flu kalau payungnya begitu,” kata Nova khawatir.

“Tidak apa-apa,” jawab Zidan tenang. “Yang penting kamu nggak.”

"Dih! Tapi kau kan bosku!"

"Santai aja kali. Lagian aku nggak pernah menganggap diriku bos kok."

Nova menunduk, menyembunyikan wajah yang tiba-tiba panas. Saat mereka tiba di depan gedung, hujan mulai reda. Langit tampak kelabu, tapi di hati Nova, sesuatu berwarna merah muda sedang tumbuh, lembut dan hangat. Ia menatap Zidan sekali lagi sebelum masuk ke dalam.

“Makasih, Bos..." ucapnya sedikit salah tingkah.

Zidan menatapnya sejenak, lalu mengangguk pelan. “Sama-sama! Dan jangan memanggilku bos. Nggak enak banget di dengar," sahutnya.

Nova tersenyum, ia terus berusaha menepis perasaan anehnya. Dia sadar kalau dirinya tidak boleh melanggar batas. Ia berucap, "Aku harap kau berhenti bersikap terlalu baik. Aku merasa agak aneh. Kau itu bosku. Harusnya kau kejam padaku seperti bos-bos lain di luar sana. Memerintahku melakukan banyak hal gitu."

Zidan terkekeh. "Ya udah. Kalau gitu cari saja bos lain. Yang mau bersikap kejam padamu. Tapi kalau aku, nggak akan bisa! Ya udah, aku duluan. Ada banyak kerjaan," tanggapnya sambil beranjak.

Sementara Nova terpaku menatap kepergian Zidan. Lagi-lagi cowok itu membuat jantungnya berdegup kencang.

...____...

*Aku mau tanya sama kalian. Suka cowok badboy atau goodboy? Pilih Zayan atau Zidan? 🤣

1
Kiki Handoyo
Seperti peribahasa "Senjata Makan Tuan".....🤗🤣
Orang yang menggunakan atau melakukan sesuatu yg direncanakan untuk berbuat keburukan/mencelakai namun mengena kepada dirinya sendiri.
Cindy
lanjut
Kiki Handoyo
Anda hebat tuan Jefri...👍
Tidak perlu malu untuk mengakui sebuah kebenaran yg selama ini disembunyikan.
Menyampaikan kebenaran tidak hanya mencakup teguh pada kebenaran anda, tetapi juga membantu orang lain mendengar inti dari apa yang anda katakan.
Menyampaikan kebenaran adalah cara ampuh untuk mengomunikasikan kebutuhan dan nilai-nilai anda kepada orang lain, sekaligus menjaga keterbukaan dan keanggunan.
Mempublikasikan kebenaran penting untuk membendung berkembangnya informasi palsu yang menyesatkan lalu dianggap benar.
Tiara Bella
Zoya ini niat nya apa ya sm Zayan....dia mw balas dendam tp kejebak sndiri malah dimakan sm zayan
Desau: nanti dispill ya kak. tp gk sekarang 🤭
total 1 replies
Rommy Wasini Khumaidi
kan kan kan,Zoya masih perawan.ayolah Zayyan move on dari Niken,kamu udah dapetin yang plus plus
Tiara Bella
akhirnya Zidan diperkenalkan ke semua orng....tp Zayan malah gk suka dia tkt kesaing dia mah
Rommy Wasini Khumaidi
yah nanggung,bisikin apa tuh Zidan?
Cindy
lanjut
Mari Anah
aku sih plih zidan thor🤭🤭🤭
Cindy
lanjut
Kiki Handoyo
Manusia Hebat Itu Ketika Dia Mampu Menguasai Amarah.
Amarah ibarat api, jika terkendali ia bisa menghangatkan dan menerangi. Tapi jika dibiarkan, ia bisa membakar habis segalanya termasuk hubungan, kepercayaan, bahkan masa depan kita sendiri...😡🤬🔥

Kita semua pernah marah. Itu wajar, karena marah adalah bagian dari sifat manusia.
Tapi yang membedakan manusia biasa dengan manusia hebat bukanlah apakah ia pernah marah, melainkan bagaimana ia mengendalikan amarah itu.
Kiki Handoyo
Exactly...Zidan
Alam semesta memiliki caranya sendiri untuk menyeimbangkan segala hal.
Apa yang kita tanam, itulah yang kita tuai.
Prinsip ini mengajarkan kita bahwa tindakan buruk atau ketidakadilan akan mendapatkan balasannya sendiri, tanpa perlu kita campur tangan dengan rasa dendam..☺️
Tiara Bella
mw ngapain tuh si Zayan....
Cindy
lanjut
Tiara Bella
si Zayan membuat kuburannya sndiri....dah tw mw nikah sm Zoya ehhhh malah ngaku pacar nya niken
Cindy
lanjut
Tiara Bella
wow Zidan semangat meluluhkan hati ibu Leony...😍💪
Kiki Handoyo
Kamu harus lebih bersabar Zidan...😊☺️
Meluluhkan hati seseorang yang keras atau sulit diajak berdamai adalah tantangan yang sering kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Baik dalam hubungan keluarga, pertemanan, maupun pekerjaan.

Meluluhkan hati seseorang adalah usaha yang harus diiringi dengan kesabaran, doa, dan perbuatan baik. Serahkan segala urusan kepada Allah SWT karena hanya Dia yang mampu membolak-balikkan hati manusia.

Jangan lupa untuk selalu bersikap ikhlas dan terus berbuat baik kepada orang yang bersangkutan.
Karena kebaikan adalah kunci untuk meluluhkan hati manusia.
Kiki Handoyo
Damn right...Selangkah lebih maju, darimu 🤗
Tiara Bella
siapa lg Zayan yg mukanya sm ky kamu.....
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!