Novel ini hasil collab antara Siti H dan Mom Young penulis novel 'Santet Pitung Dino'.
Sumber: Mbah Tainah, Desa Tiga Sari, kecamatan Jatenegara. Tegal-Jawa Tengah.
Diangkat dari sebuah kisah nyata. Kejadian ini terjadi sekitar tahun 1968 silam, dimana seorang pemuda miskin harus terjebak oleh sesosok makhluk ghaib Ratu Ular bernama Nyi Arum Lopa.
Tanpa sengaja, ia bertemu dengan Nyi Arum Lopa dibawah pohon Gintung yang tumbuh tinggi menjulang dan berusia ratusan tahun.
Dibawah pohon Gintung itu juga terdapat sumber mata air yang membentuk sebuah telaga kecil dengan airnya yang sangat jernih.
Karena persekutuannya itu, membuat pemuda bernama Saryat mendapatkan wajah tampan dan tidak pernah tua, serta harta yang melimpah. ia memulai usahanya dengan menyewakan gamelan saat setiap ada hajatan, dan harus dikembalikan sebelum pukul 12 malam..
Ada apa dengan gamelan tersebut, dan bagaimana kisa Saryat dengan sang Ratu Ular Nyi Arum Lopa?
ikuti novel ini selan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mendatangkan Pekerja
Suketi tersadar dari pingsannya saat mentari mencoba menerobos masuk dari celah jendela.
Ia mengerjapkan kesua matanya. Kepalanya masih terasa cukup pusing. Wanita itu mencoba untuk bangkit, dengan menggapai tepian ranjang. Oa merasakan malamnya sangat sial.
Dimana seharusnya ia menjadikan malam bulan madu, tetapi kali ini, justru harus bertemu makhluk ghaib dengan wajah menyeramkan.
"Bukannya enak-enakkan dengan Kang Saryat, kok aku justru di apelin setan jelek," sungut Suketi, dengan perasaan campur aduk.
Perlahan ia mengendus aroma pesing yang menguar cukup kuat. Ia menutup hidungnya, dan merasa mual dengan bau kencingnya sendiri.
Ia bergegas bangkit, dan ingin cepat-cepat mandi, sebelum ketahuan oleh Saryat, yang tampaknya masih tertidur, meski hari sudah cukup siang.
Ia setengah berlari menuju tepian sungai, dan ketika melewati pohon pisang, tanpa sengaja ia melihat noda darah dibagian pelepahnya.
Karena merasa pensaran, ia mencoba menghampirinya, dan merasakan bulu kuduknya meremang.
Ia melihat pohon itu mengeluarkan cairan pekat darah, dan mmebuat Suketi merasa penasaran, ingin menyentuhnya.
"Kenapa pohonnya berdarah? Baru kali ini liat pohon pisang berdarah," ujarnya dengan bergidik ngeri. Ia merasakan buku kuduknya meremang, dan sesuatu seperti ada yang hidup dibaliknya.
Wanita itu mengarahkan telunjuk jemarinya untuk menyentuh darah tersebut.
Akan tetapi, niatnya terhenti karena Saryat memergokinya dan berdiri diambang pintu dapur.
"Hentikan!" cegah Saryat dengan cepat dan bernada menghardik.
"Hah!" Suketi terkejut, dan menoleh ke arah Saryat yang sedang menatapnya tajam. "Pergi dari tempat tersebut!" perintahnya dengan tatapan yang tajam.
Rasa takut akan hardikan Saryat, mengalahkan rasa penasarannya.
Ia melangkah mundur, lalu berbalik arah dan menuju ke tepian sungai untuk mandi.
Sementara itu, Saryat kembali ke dapur, menyeduh kopi hitam dan membawa sebuah kaleng biskuit untuk ia nikmati didepan teras.
Setibanya didepan, ia duduk dengan perasaan yang hampa. Ia memiliki kekayaan melimpah, tetapi hatinya begitu kosong. Ia merindukan si Mbok yang setiap paginya selalu memasakkannya singkong rebus.
Tetapi wanita itu tak mau ia ajak tinggal bersama, sehingga membuatnya merasa kesepian.
Saat dalam kebimbangannya, tampak pedati yang ditarik oleh dua ekor kerbau memasuki halaman rumahnya.
Didalam gerobak, terdapat puluhan kambing kendit dan tiga orang pekerja yang nantinya akan membantunya mengurus ternak kambing dan juga gamelan.
Saryat menyeruput kopinya. Lalu menghampiri penarik pedati, dan mengarahkannya kebelakang. Disana sudah ada kandang kambing yang disediakan sebelumnya, dan nantinya mereka akan bekerja padanya.
Sat bersamaan, Suketi baru saja selesai mandi. Handuk yang melilit tubuhnya dari pangkal dada dan diatas lutut, membuat ketiga pekerja itu membeliakkan mata mereka.
Bagaimana tidak, tubuh sintal Suketi yang sangat menggiurkan, membangkitkan hasrat mereka saat disuguhkan pemandangan yang begitu sangat melemahkan iman.
Saryat melihat tatapan liar dari ketiga laki-laki tersebut. Namun, entah apa yang membuatnya begitu tak memiliki rasa cemburu, dan ia terlihat biasa saja.
"Turunkan kambing-kambing itu, dan naikkan ke kandang. Setelah sarapan, kalian carikan pakannya, dan aku akan membayar mahal jika kalian bekerja dengan baik," ucap Saryat pada ketiganya.
Para pekerja itu menganggukkan kepalanya, dan Suketi sudah menghilang dari pandangan mereka, tetapi masih menyisakan khayalan kotor dibenak mereka.
Suketi menggunakan kemben dan kain jarik dengan motif lintah sebagai bawahannya.
Pakaiannya sangat ketat membentuk lekuk tubuhnya. Rambutnya ia gelung dengan sanggul yang menyerupai rumah siput. Sebuah tusuk konde ia sematkan diatasnya, sebagai tambahan untuk sebuah validasi, jika ia sangat cantik pagi ini.
Ia menuju dapur, dan ingin memasak sarapan. Saryat tiba-tiba saja masuk ke dapur. "Buatkan ketiga pekerja itu sarapan dan juga kopi," titahnya dengan wajah dingin dan nada yang cukup datar.
Suketi terkejut, dan hanya menganggukan kepalanya. "Iya, Kang. Nanti aku buatin," sahutnya dengan patuh. Lalu mulai menyalakan kompor minya enam belas sumbu dan dua puluh empat sumbu.
Ia merebus air, dan juga memasak nasi goreng sisa nasi semalam.
Saryat kembali ke teras, dan menikmati sarapannya. Sedangkan Suketi berjibaku menyelesaikan tugasnya, bagaimanapun, Pria itu membayarnya dengan janji upah yang cukup besar.
Ketiga pekerja itu baru selesai membawa kambing-kambing yang berjumlah sepuluh pasang ke atas kandang.
"Rumah si Bos besar sekali, ya. Bener-benr wong sugih," ucap perjaka tua yang saat ini baru duduk diatas bongkahan kayu.
"Iya, kabarnya lahan jagung dan tamaman padinya juga sangat luas," yang satunya menimpali.
"Kalau ini bener wong sugih. Ditambah punya istri yang cantik dan bahenol, apa gak sempurna urip-pe?" pria bernama Kemis itu menyahut.
Mendengar ucapan Kemis, Setu dan Seloso saling pandang. Ternyata otak mereka satu tujuan, mengagumi Suketi yang sudah mempersatukan isi benak mereka.
"Iya, mana mulus, lagi," sahut Seloso dengan berbisik, takut terdengar oleh Saryat, dan nantinya akan berakibat fatal pada pekerjaan mereka.
"Iya, iki manuk gak iso diajak kompromi. Yo kok malah ngadek iya, ini kok senjata pamungkas gak bisa diajak kompromi, kenapa justru bangun," sahut Setu dengan wajah memerah menahan sesak hasratnya, sembari melirik pangkal selangkanya.
Seketika mereka tertawa terbahak, sebab hal itu tentu saja membuat mereka merasakan hal hang sama, berfantasi terhadap Suketi.
Sesaat tawa mereka terhenti, saat melihat wanita yang sedang mereka bicarakan datang menuju ke arah mereka dengan sebuah nampan yang diatasnya terdapat teko berbahan kaleng yang berisi kopi hitam, dengan cangkir yang sama motifnya, disertai tiga porsi nasi goreng yang ia hidangkan untuk ketiganya.
Sebuah balai kecil yang terbuat dati bilah pohon pinang, menjadi tempat ketiganya untuk memakan sarapan, apalagi mereka datang cukup jauh dari desa tetangga.
"Kang, kemari, ini sarapannya," ajak Suketi dengan nada ramah dan terkesan manja.
Ketiganya seilah terhipnotis, dan bergegas menghampiri wanita yang saat ini sungguh terlihat menggairahkan.
Seloso sudah beristri dan memiliki satu orang anak, sedangkan Setu dan juga Rebo merupakan perjaka yang sudah berusia dua puluh lima tahun.
Mereka naik ketas balai, dan tepatnya berada tak jauh dari pohon pisang yang ditanam oleh Saryat.
Suketi menghidangkannya dengan membungkuk, sehingga membuat dua buah melonnya yang berukuran cukup besar, seolah ingin tertumpah dari sarangnya.
Seketika ketiganya menelan salivanya, seolah tak sanggup untuk menahan gejolak yang menggebu.
Buuugh
Tanpa sengaja, siku Rebo menyentuh sisi kiri melon Suketi, dan wanita itu tampak meringis.
"Aaw, sakit, Kang. Jangan kasar atuh," ucapnya dengan genit, lalu berbalik arah dan meninggalkan ketiganya, tanpa rasa marah.
Setelah kepergian Suketi, seketika ketiganya saling pandang, dan entah apa yang sedang mereka rencanakan, meski tanpa diungkapkan.
Kemudian mereka menyantap sarapannya, sebab tadi Saryat memerintahkan untuk mencari rumput sebagai pakan kambing.
itu pedati bisa berubah jd ulaarrrr..