Jodoh itu unik.
Yang selalu diimpikan, tak berujung pernikahan. Yang awalnya tak pernah dipikirkan, justru bersanding di pelaminan.
Lintang Jelita Sutedjo dan Alan Prawira menikah atas dasar perjodohan kedua orang tuanya. Selisih usia 10 tahun tak menghalangi niat dua keluarga untuk menyatukan anak-anak mereka.
Lintang berasal dari keluarga ningrat yang kaya dan terpandang. Sedangkan Alan berprofesi sebagai dokter spesialis anak, berasal dari keluarga biasa bukan ningrat atau konglomerat.
Pernikahan mereka dilakukan sekitar empat bulan sebelum Lintang lulus SMA. Pernikahan itu dilakukan secara tertutup dan hanya keluarga yang tau.
Alan adalah cinta pertama Lintang secara diam-diam. Namun tidak dengan Alan yang mencintai wanita lain.
"Kak Alan, mohon bimbing aku."
"Aku bukan kakakmu, apalagi guru bimbelmu yang harus membimbingmu!" ketus Alan.
"Kak Alan, aku cinta kakak."
"Cintaku bukan kamu!"
"Siapa ??"
Mampukah Lintang membuat Alan mencintainya? Simak kisahnya.💋
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 - Usaha Alan Membujuk Lintang
Seketika Lintang menjauhkan tubuhnya dari Alan. Kini posisi Lintang berada di sisi ranjang tempat biasa Alan tidur. Bahkan selimutnya ia tutup sampai kepalanya nyaris tak terlihat.
Alan tak marah melihat tingkah Lintang yang seperti ini. Entah mengapa ia justru tersenyum. Begitu menggemaskan, pikir Alan.
"Kamu kan belum makan. Apa enggak lapar?" pancing Alan.
Hening.
Tak ada sahutan sama sekali dari Lintang guna menjawab pertanyaan Alan. Namun sayangnya tak lama terdengar bunyi sesuatu di mana perutnya tak bisa diajak berkompromi.
Krucuk...krucuk...
Alan pun tersenyum mendengar bunyi perut Lintang yang keronc0ngan.
"Ishh !! Kenapa pakai bunyi segala? Bikin malu ajah!" gerutu Lintang dalam hatinya.
"Lin, ayo keluar. Kita jalan-jalan sekalian makan malam," ajak Alan.
Lintang masih tak merespon apapun ucapannya. Alan harus memperbanyak stok sabarnya mengahadapi istri kecilnya yang sedang ngambek tersebut. Alan pun sabar karena ia merasa bersalah pada Lintang.
Tanpa aba-aba dan tanpa diduga, tiba-tiba Alan naik ke atas ranjang serta masuk ke dalam selimut yang sama dengan Lintang. Lelaki itu tanpa basa-basi mendekap erat tubuh istri kecilnya itu dari arah belakang.
Alan juga membuka selimut bagian atas agar Lintang tak kesusahan bernafas.
"Lin, ayo..." ajak Alan kembali terdengar merengek. "Kakak lapar nih," sambungnya.
"Bodo amat!" umpat Lintang dalam hatinya yang masih kesal dengan Alan. Namun, ia tak mampu berucap lantang hal itu.
Lintang masih tak memiliki banyak nyali untuk memaki Alan secara terbuka sehingga ia memilih untuk mogok bicara.
"Tega kamu, Lin. Nanti kalau kakak mati kelaparan, gimana coba?" rayu Alan.
Pria ini terus memeluk tubuh Lintang. Bahkan Alan mendu_sel-du_selkan hidung dan bibirnya ke ceruk leher sang istri.
Lintang yang sedang melakukan aksi mogok, berusaha menepis pelukan Alan. Walaupun ada sejumput bagian hatinya merasa senang karena dipeluk suami yang sedang dirindunya.
"Fokus lintang. Ingat, kamu sedang melakukan aksi mogok sama kakak," batin Lintang berusaha menyadarkan dirinya sendiri agar tidak terlena dengan bujuk rayu Alan.
"Lin, kakak beneran lapar. Kakak enggak bohong. Kakak tadi enggak makan apapun di rumah Gendhis," ucap Alan apa adanya.
"Jangan sebut namanya!" seru Lintang refleks bibirnya buka suara setelah sebelumnya mogok bicara.
Sungguh, hatinya sedang kesal dengan satu nama wanita yang baru saja disebut oleh bibir suaminya. Gendhis.
Bagi Lintang, Gendhis serupa kuman berbahaya yang terus menempel pada tubuh suaminya. Ia begitu ingin menghilangkan kuman itu serta jejaknya agar pergi jauh dari kehidupan rumah tangga kecilnya yang baru saja dibina.
"Ah, akhirnya aku bisa mendengar suara istri kecilku yang lagi ngambek enggak ketulungan ini." Alan terkekeh di ujung kalimatnya sendiri seraya semakin memeluk erat tubuh Lintang.
Alan tentu tau Lintang cemburu dengan Gendhis. Alan pernah muda, jadi ia paham jiwa muda seperti Lintang. Terlebih Lintang belum pernah berteman dekat atau pacaran dengan lawan jenis.
"Ishh !! Kenapa aku makin bodoh?" batin Lintang merutuki dirinya sendiri karena ucapannya berhasil membuat Alan berbunga-bunga di atas awan.
"Kakak enggak mau kamu sakit. Kamu kan belum makan. Nanti kalau kamu kamu sakit, papi-mami di Jogja pasti sedih."
"Terus, kakak enggak sedih kalau aku sakit?" ketus Lintang.
"Ya ampun, mana ada suami enggak sedih melihat istrinya sakit?"
"Ada. Banyak malahan!" sungut Lintang.
"Siapa?"
"Yang di berita viral-viral itu. Suami enggak sayang istri. Huft !!"
"Jangan terlalu banyak nonton berita gosip di sosmed yang enggak penting. Bisa membuat otak kita mudah negatif thinking dengan pasangan," tutur Alan seraya menasehati Lintang.
"Kakak enggak termasuk dong di dalamnya," goda Alan yang tetap berusaha meredakan kemarahan Lintang.
"Nyebelin!"
☘️☘️
Beberapa menit kemudian.
Sepasang suami-istri itu masih bergelut di atas ranjang dalam posisi yang sama yakni Alan memeluk tubuh Lintang.
"Maafin kakak ya,"
"Memang kakak salah apa?" ketus Lintang.
"Kakak banyak salah sama kamu,"
"Sebutin salah kakak apa?"
"Astaga apakah aku harus list satu per satu kesalahanku kayak daftar antrian pasien di rumah sakit?" batin Alan.
Alan menghela nafas beratnya sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Lintang tersebut.
"Kakak salah karena tak izin kamu dulu kalau mau ke rumah Gendhis,"
"Cuma itu?"
"Terus, salah kakak yang lain apa?"
"Pikir aja sendiri!" ketus Lintang.
Begitulah wanita. Ras terkuat di muka bumi ini. Jangan coba-coba melawan terutama saat taringnya keluar.
Wanita yang terlihat lemah lembut pun jika tersulut maka bisa berubah jadi dede_mit yang mematikan.
Tapi, wanita juga terlupa jika pria bukanlah seorang cenayang atau mbah dukun. Tidak semua pria bisa menebak isi pikiran wanita secara menyeluruh.
Alan pun akhirnya berusaha menjelaskan sebisanya pada Lintang perihal kedatangannya ke rumah Gendhis mulai dari A sampai Z agar sang istri tidak salah paham.
"Kakak sebenarnya enggak pengin datang ke sana,"
"Terus, kenapa datang?" sungut Lintang yang sedang malas menatap wajah tampan sang suami. Lintang masih setia memunggungi Alan.
"Dia hanya minta bantuan ke kakak sebagai sahabatnya,"
"Iya, sahabat rasa cinta. Huft !!" omel Lintang di hatinya.
Sampai detik ini Alan tak tau perihal Lintang yang sudah mengetahui isi hatinya jika Gendhis adalah cinta pertama sejak duduk di bangku SMA.
Alan berusaha menjelaskan tentang Gendhis yang meminta bantuannya pada acara syukuran kehamilan empat bulanan yang begitu mendadak.
"Maaf, kakak enggak sampai hati menolaknya. Galih juga sahabat kakak sejak SMA. Setelah Gendhis telepon kakak tadi, ternyata Galih mengirim pesan berisi hal yang sama. Kakak melakukannya bukan untuk Gendhis saja, tapi juga buat bantu Galih."
"Kenapa Mbak Gendhis bisa pegang ponsel kakak? Bahkan dia angkat teleponku juga!" cecar Lintang. "Aku aja enggak pernah dan gak berani pegang ponsel kakak apalagi sampai angkat telepon!" imbuhnya.
Terdengar isak tangis di ujung kalimat Lintang barusan. Air mata yang sejak tadi ditahan akhirnya jatuh menetes juga membasahi wajahnya. Alan semakin didera rasa bersalah pada istri kecilnya itu.
"Kakak tadi ke toilet. Sama sekali kakak enggak nyuruh Gendhis buat angkat telepon di ponsel kakak. Sumpah, Lin!" Alan berkata jujur dan berusaha meyakinkan Lintang.
"Apa selama ini teman-teman yang lain bisa bebas pegang ponsel kakak?" tanya Lintang dengan suara sesenggukan.
"Enggak,"
"Mbak Gendhis tadi bisa angkat teleponku, kakak marahin dia apa enggak?"
Deg...
Alan pun seketika terdiam. Ia bingung menjawabnya.
Jujur atau enggak ?
Pikiran Alan otomatis berkecamuk resah.
"Kenapa kakak diam? Kakak tegur dia apa enggak?" desak Lintang yang melihat reaksi diam dari Alan.
Bersambung...
🍁🍁🍁
gemes sm si lintang jdnya