NovelToon NovelToon
A Promise Between Us

A Promise Between Us

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers
Popularitas:743
Nilai: 5
Nama Author: Faustina Maretta

Seorang wanita muda dengan ambisinya menjadi seorang manager marketing di perusahaan besar. Tasya harus bersaing dengan Revan Aditya, seorang pemuda tampan dan cerdas. Saat mereka sedang mempresentasikan strategi marketing tiba-tiba data Tasya ada yang menyabotase. Tasya menuduh Revan yang sudah merusak datanya karena mengingat mereka adalah rivalitas. Apakah Revan yang merusak semua data milik Tasya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bisakah?

Sore itu, langit sudah mulai meremang ketika Tasya dan Revan melangkah keluar dari gedung kantor. Keduanya berjalan berdampingan menuju mobil yang terparkir tak jauh dari pintu masuk. Revan dengan sigap mengambil alih tas laptop Tasya, seolah tak membiarkan wanita itu kelelahan sedikit pun.

"Biar aku aja yang bawain," ucap Revan singkat sambil melirik sekilas, senyumnya menenangkan.

Tasya hanya mengangguk kecil. Ada sesuatu dalam sikap Revan yang selalu membuatnya merasa aman, meski ia enggan menunjukkannya terang-terangan.

Begitu masuk mobil dan pintu tertutup rapat, Revan bersiap menginjak pedal gas. Namun, baru saja mobil hendak melaju, Tasya tiba-tiba menengadahkan kepalanya, merasakan hangat yang tak biasa di bawah hidungnya.

"Revan …" suaranya lirih.

Revan menoleh cepat, matanya membesar ketika melihat darah mengalir tipis dari hidung Tasya. "Tasya!"

Tanpa panik berlebihan, ia segera meraih tisu dari dashboard, menarik beberapa lembar dan dengan hati-hati mengusap darah itu. Tatapannya tetap lembut, meski jelas-jelas khawatir.

"Nggak apa-apa … ini cuma kecapekan," bisiknya pelan, seolah ingin menenangkan sekaligus meyakinkan. "Jangan mikir yang aneh-aneh, ya?"

Tasya memejamkan mata, menahan air mata yang hampir tumpah. Ucapan Revan terasa sederhana, tapi justru itu yang membuat hatinya bergetar. Ia mencoba tersenyum, meski suaranya nyaris pecah, "Iya … aku nggak apa-apa."

Revan menatapnya beberapa detik lebih lama, seakan berusaha membaca isi hatinya yang sebenarnya. Tapi akhirnya ia hanya menghela napas, menyelipkan tisu baru ke tangan Tasya. "Tenang aja, aku di sini kok."

Di balik senyum tipis Tasya, ada pertempuran yang ia sembunyikan rapat-rapat. Dan di balik ketenangan Revan, ada keteguhan hati untuk selalu menjaga wanita yang ia cintai, meski ia tahu, badai sebenarnya baru akan datang.

---

Tepat pukul tujuh malam, Tasya turun dari lantai dua menuju ruang makan. Alisnya berkerut saat melihat meja masih kosong tanpa masakan.

"Loh, biasanya jam segini Bi Ijah udah siapin makanan …" gumam Tasya pelan.

Belum sempat ia bertanya lebih jauh, aroma hangus samar-samar tercium dari arah dapur. Tasya menoleh cepat, dan mendapati Revan muncul dengan celemek yang ukurannya sedikit kebesaran, wajahnya penuh keseriusan, meski ada sedikit noda saus di pipinya.

"Aku yang masak," ucap Revan singkat, seolah itu hal yang sangat wajar.

Tasya terbelalak. "Kamu … masak?"

Revan hanya mengangguk mantap. "Iya, biar kamu nggak capek mikirin makan malam. Duduk aja, bentar lagi siap."

Namun, suara cessss yang terlalu nyaring dari wajan membuat Tasya spontan bangkit. Ia berlari kecil ke dapur dan menemukan sayur tumis yang agak gosong di pinggir wajan.

"Revannn …" suara Tasya terdengar setengah menahan tawa.

Revan buru-buru menutup kompor. Ia menoleh, lalu nyengir tanpa rasa bersalah. "Oke, mungkin agak sedikit … overcooked. Tapi masih bisa dimakan kok."

Tasya memandangnya dengan geli. "Kamu yakin ini nggak bikin aku keracunan?"

Revan pura-pura tersinggung. "Hei, aku udah kasih seluruh jiwa raga di masakan ini."

Tasya terkekeh sambil menggeleng. "Udahlah, daripada besok aku harus masuk rumah sakit gara-gara masakanmu, mending pesan online aja, ya?"

Revan akhirnya ikut tertawa, mengangkat kedua tangannya tanda menyerah. "Deal. Tapi kamu harus janji nyobain masakanku lagi … kalau aku udah latihan lebih serius."

Suasana dapur pun dipenuhi tawa ringan mereka berdua. Tasya merasa aneh, di tengah segala kecemasan yang ia sembunyikan, kebersamaan sederhana seperti ini justru membuat hatinya hangat.

Tak lama kemudian, pesanan makanan datang. Revan sigap menata kotak-kotak makanan itu di meja kecil ruang keluarga, lalu menyalakan televisi. Tasya sudah duduk manis di sofa dengan bantal yang dipeluknya, wajahnya sedikit lebih rileks dibandingkan tadi.

"Aku udah pilih film komedi, biar kamu ketawa malam ini," ujar Revan sambil mengambil remote.

Tasya meliriknya sambil tersenyum tipis. "Kamu selalu tau gimana bikin suasana jadi enak, ya."

Revan hanya mengangkat bahu, lalu membuka salah satu kotak makanan dan menyodorkannya ke Tasya. "Makan dulu, nanti keburu dingin."

Tasya menerima dengan hati-hati. Suapan pertama membuat matanya berbinar. "Wah, enak banget. Untung bukan masakan kamu."

Revan langsung mendesah dramatis, menaruh tangan di dada seolah tersinggung. "Aku merasa diremehkan, Nona."

Tawa Tasya pecah, lalu disusul oleh tawa Revan sendiri. Seiring berjalannya film, suara gelak tawa mereka sesekali mengisi ruangan, bercampur dengan aroma makanan hangat.

Ada momen-momen kecil yang terasa manis, seperti saat Revan diam-diam menyodorkan tisu ketika saus menempel di bibir Tasya, atau saat bahu mereka tak sengaja bersentuhan dan tak ada satupun yang berusaha menjauh.

Di balik semua keriangan itu, Tasya sesekali mencuri pandang pada Revan. Ada perasaan yang sulit ia ungkapkan: takut, namun juga nyaman. Dan Revan, dengan tatapan teduhnya yang sesekali tertuju pada Tasya, tampak begitu tulus ingin menjaganya.

Malam itu terasa sederhana, tapi justru di situlah letak kehangatannya.

Film komedi yang mereka tonton awalnya penuh tawa dan adegan konyol. Tasya sampai berkali-kali menutup mulutnya agar tidak tertawa terlalu keras. Revan pun ikut terhibur, merasa usahanya memilih film tidak sia-sia.

Namun, tanpa mereka sadari, cerita film itu bergulir ke adegan lain, suasana tiba-tiba berubah lebih intim. Layar menampilkan dua karakter yang saling berciuman, lalu berlanjut ke adegan dewasa yang cukup berani.

"Loh, kenapa jadi adegan seperti ini?" gumam Revan pelan. Suasana menjadi canggung.

Namun, ketika keheningan mulai terasa berat, Revan memberanikan diri menoleh. Tatapannya jatuh pada wajah Tasya yang tampak rapuh dalam cahaya lampu temaram. Ada sesuatu dalam dirinya yang tak bisa lagi ia tahan.

Perlahan, Revan mendekat. Sebelum Tasya sempat bertanya, bibirnya sudah merasakan sentuhan singkat dari bibir Revan.

Tasya terbelalak, tubuhnya menegang karena kaget. "Revan …" bisiknya lirih, hampir tak terdengar.

Revan menahan wajah Tasya dengan lembut, matanya menatap lurus ke dalam mata wanita itu. Suaranya dalam, penuh keteguhan.

"Aku tulus sayang sama kamu, Sya. Dari dulu … aku nggak pernah main-main."

Tasya terpaku, hatinya seperti dipeluk erat oleh kata-kata itu. Air matanya sudah menggenang tanpa bisa ia cegah.

Dan sebelum ia sempat mencari alasan untuk menolak atau menghindar, Revan kembali mencium bibirnya, kali ini lebih dalam, penuh kelembutan.

Tasya memejamkan mata. Setetes air mata jatuh melewati pipinya, tapi bukan karena sedih. Ada rasa lega, ada perasaan hangat yang akhirnya ia biarkan masuk.

Di dalam ciuman rasa itu, Tasya sadar, pertahanannya perlahan runtuh. Ia luluh, tenggelam dalam ketulusan Revan yang selama ini diam-diam ia butuhkan.

"Makasih, Revan. Makasih udah sayang sama aku. Tapi ..." lirih Tasya.

Tasya belum semat menyelesaikan perkataannya, Revan sudah menyela. "Nggak ada kata tapi, Sya. Oke?"

Mereka berdua saling menatap, sesekali Revan menghapus air mata Tasya yang mengalir membasahi pipinya.

TO BE CONTINUED

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!