Istri Kecil Pak Dokter
"APA ?? Mama gak salah?"
"Enggak. Mama yakin Lintang bisa menjadi istri yang baik dan cocok denganmu," ujar Mama Dian yang sedang berbicara empat mata dengan putra tunggalnya bernama Alan Prawira (28 tahun).
Alan saat ini sedang berada di ruang keluarga, kediaman pribadi orang tuanya. Ayahnya bernama Pak Wira telah meninggal dunia sejak lima belas tahun yang lalu. Sejak itu, Alan hidup berdua dengan ibunya.
"Anak itu masih SMA, Ma!"
"Bentar lagi Lintang lulus SMA, kurang empat bulan lagi."
"Dia masih kecil, Ma."
"Apanya yang kecil? Dia sudah kedatangan tamu bulanan sejak SMP. Artinya dia wanita normal dan bukan anak kecil. Malah sudah boleh bikin anak," sel0roh Mama Dian tanpa tedheng aling-aling.
"Anak kecil mana bisa bikin anak!"
"Ya, kamu ajari dia dong cara bikin adonan anak yang pas. Kamu kan dokter. Gimana sih!"
"Usianya masih delapan belas tahun. Sedangkan aku dua puluh delapan tahun. Sepuluh tahun, Ma!" seru Alan seraya mengangkat sepuluh jarinya di depan wajah Mama Dian.
"Jodoh dan pasangan itu tidak ditentukan oleh umur, Alan!" balas Mama Dian mendesis. "Buktinya mama sama almarhum papamu juga selisih usia kami sepuluh tahun waktu menikah. Gak ada masalah," imbuhnya.
"Ya, kan mama sama papa menikah karena saling mencintai. Aku sama anak kecil itu enggak cinta. Terus, mau jadi apa nanti kalau kita berdua sampai menikah?"
"Ya jadi suami-istri lah. Kalau nanti Lintang melahirkan, ya kalian jadi orang tua. Gitu saja masa enggak ngerti! Percuma mama sekolahin kamu tinggi-tinggi jadi dokter kalau hal begini saja tak tau!" ketus Mama Dian. "Jangan-jangan pas diajarin dosen di kampus, kamu kelayapan!" tuduhnya.
"Kuliah mahal-mahal kelayapan, BIG NO MA !!" jawab Alan.
"Pokoknya kamu harus menikah sama Lintang! Garis jodoh kalian sudah kami terawang di Suhu nya dan cocok. Titik!" kekeh Mama Dian.
"Memang hasil garisnya apa?" tanya Alan dengan raut wajah ceng0k.
"Garis apanya?" Mama Dian justru balik bertanya. Ia mendadak lem0t dengan pertanyaan Alan, padahal baru saja diucapkan oleh dirinya sendiri.
"Ya, garis jodohku dengan anak kecil itu!" jawab Alan.
"Oh, iya. Maaf, mama lupa. Maklum faktor u. Hehe..."
"Kalau u nya uang pasti mama ingat. Kalau u yang lain mendadak amnesia," ledek Alan.
"Pasti itu, Lan. Di mana-mana orang menyukai uang. Kamu tanya saja sama orang di luar sana, siapa yang tidak suka uang? Tak ada lah!" seru Mama Dian. " Tapi perlu kau ingat, bahwa di dunia ini tidak semua hal bisa dibeli dengan uang."
"Hem,"
"Balik ke masalah garis tadi, ya garis jodoh kalian itu nyambung dan tidak putus-putus info dari suhu."
"Hari gini masih percaya begituan!"
"Kami ke sana juga sekalian melihat tanggal baik untuk acara pernikahan kalian,"
"Astaga makin ngadi-ngadi. Aku kan belum bilang setuju, Ma. Kenapa sudah tentuin tanggal segala?"
"Perkara yang baik itu harus disegerakan, Lan. Pamali ditunda-tunda," ucap Mama Dian.
Alan semakin kesal mendengar Mama Dian memutuskan rencana pernikahannya dengan Lintang secara sepihak tanpa menunggu persetujuannya. Ia semakin tercengang bahwa acara pernikahan tersebut akan digelar dua minggu lagi.
"Ya ampun, Ma! Secepat ini?"
"Enggak cepat kok. Mama dan keluarga Lintang sudah membicarakan hal ini sejak tiga bulan yang lalu,"
"Kenapa mama baru bilang sekarang padaku?"
"Mama enggak mau ganggu konsentrasi mu di Jakarta. Kan kamu mau lulus jadi dokter spesialis anak,"
Alan hanya mampu menghela nafas beratnya. Ya, kali ini ia pulang ke Semarang karena seminggu yang lalu dinyatakan lulus menjadi dokter spesialis anak. Sebulan lagi Alan akan diwisuda.
Sudah enam tahun Alan tinggal di Jakarta. Ia melanjutkan kuliah agar bisa menjadi dokter spesialis anak. Sedangkan kuliah jenjang sarjana di jurusan kedokteran, Alan tempuh di salah satu universitas negeri ternama di Jogja.
☘️☘️
Alan termasuk anak yang cerdas soal pendidikan di sekolah dan kampus. Alhasil dia bisa lulus dengan cepat sejak SMP maupun SMA melalui jalur akselerasi atau kelas percepatan.
Namun untuk perkara cinta, Alan termasuk pria yang kurang cerdas. Punya sisi penakut yakni takut ditolak, otaknya sering lem0t, tidak peka dan kurang gesit alias lambat.
Hal ini membuat wanita yang namanya selalu memenuhi ruang hatinya, seketika ditikung orang lain. Bukan salah siapapun. Dalam hidup tentu setiap orang punya garis takdir masing-masing termasuk jodoh.
Wanita itu bukanlah mantan kekasih Alan karena calon suami Lintang tersebut belum sempat mengutarakan rasa cintanya pada si objek.
Ketika ada pria lain yang datang melamar dan menikahi wanita yang didamba, Alan seketika patah hati. Alan sempat marah pada takdir cintanya karena ia sudah lama menyukai sang gadis yang kini sudah berstatus sebagai istri orang.
Belum pulih hatinya atas rasa perih itu, sang ibu menjodohkan dengan Lintang yang baginya hanya anak bau kencur. Dalam benak Alan, Lintang adalah tipe anak orang kaya yang manja dan suka hidup glamor.
Padahal Alan belum mengenal calon istrinya itu luar dalam. Tapi, ia sudah terlanjur membenci Lintang.
Sejak kegagalan perkara cintanya yang lalu, Alan cukup dingin dengan yang namanya lawan jenis.
Paras Alan yang begitu tampan, pendidikan yang tinggi dan pekerjaan menjanjikan sebagai seorang dokter dengan pundi-pundi penghasilan yang berlimpah, tentunya banyak wanita yang menyukainya.
Akan tetapi, Alan tak pernah terlihat pacaran dengan wanita mana pun. Alhasil di tempatnya bekerja sekaligus di kampus, Alan sering digosipkan penyuka sesama jenis.
"Kenapa enggak nunggu Lintang lulus SMA atau kuliah dulu?" tawar Alan.
"Kelamaan!" jawab Mama Dian. "Lagi pula Lintang juga enggak mau kuliah. Katanya mau langsung nikah saja. Nikah sama kamu," sambungnya.
"Hah, bukankah keluarga Sutedjo itu orang kaya dan terpandang. Kenapa putri bungsunya cuma lulusan SMA?"
"Ya, katanya Lintang itu memang kurang jago soal pelajaran sekolah. Sejak kecil dia sekolah privat di rumahnya. Baru masuk sekolah umum saat SMA,"
"Kenapa? Apa karena dia anak orang kaya jadi punya penyakit malas bersinggungan dengan orang miskin atau orang yang level ekonominya berada di bawahnya?" cecar Alan yang mendadak didera rasa penasaran menggelitik kalbunya.
"Bukan karena itu. Lintang tak pernah mengukur seseorang dari tingkat kekayaan maupun kasta. Jangan berpikiran buruk tentang calon istrimu. Kasihan Lintang, kamu fitnah yang bukan-bukan!" desis Mama Dian tak terima putra kandungnya menjelekkan calon menantunya.
"Terus, kenapa dia sampai begitu?" Alan terus mendesak jawaban dari Mama Dian.
Bersambung...
🍁🍁🍁
*Assalammualaikum...
Jumpa kembali di novel baru Safira (Othor Solehot) belum tobat jadi solehah.😄
Semua tokoh di sini baru dan bukan keturunan novel-novelku sebelumnya ya. Konfliknya tidak berat kok, ringan mirip bulu bebek, baper-baper, lucu, menggemaskan, nyeseknya ada tapi tidak banyak.
Semoga suka sampai tamat ya.💋💋
Mohon dukungannya🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Sugiharti Rusli
apa mama Dian sudah sangat mengenal keluarga Lintang dari dulu yah, dan Alan apa juga sudah kenal Lintang walo ga tahu karakternya seperti apa🤔🤔🤔
2025-09-10
1
Sugiharti Rusli
kira" apa yah yang jadi bahan pertimbangan mama Dian mau menjodohkan putranya dengan si Lintang itu yang bahkan belum lulus sekolahnya,,,
2025-09-10
1
As Lamiah
ikutan nih pokoknya jangan sampai g dan sampai tamat lah ditungguin terus update nya semoga sehat selalu tour
2025-09-09
2