NovelToon NovelToon
Sang Bunga Kekaisaran

Sang Bunga Kekaisaran

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Fantasi Wanita
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Celestyola

Lady Seraphine Valmont adalah gadis paling mempesona di Kekaisaran, tapi di kehidupan pertamanya, kecantikannya justru menjadi kutukan. Ia dijodohkan dengan Pangeran Pertama, hanya untuk dikhianati oleh orang terdekatnya, dituduh berkhianat pada Kekaisaran, keluarganya dihancurkan sampai ke akar, dan ia dieksekusi di hadapan seluruh rakyat.

Namun, ketika membuka mata, ia terbangun ke 5 tahun sebelum kematiannya, tepat sehari sebelum pesta debutnya sebagai bangsawan akan digelar. Saat dirinya diberikan kesempatan hidup kembali oleh Tuhan, mampukah Seraphine mengubah masa depannya yang kelam?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Celestyola, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Suasana Pagi yang Bertolak Belakang

...**✿❀♛❀✿**...

"Selamat pagi Virrel."

Lagi dan lagi. Virrel mengernyit melihat keanehan yang ditampilkan oleh sang Junjungan. Jika dulu, pada saat setelah melamar Lady Seraphine Pria itu hanya tersenyum sepanjang hari, kini ia bahkan menyapanya dengan senyum manis.

Virrel otomatis bergidik ngeri, karena selama mereka menjalin hubungan pertemanan kurang lebih sepuluh belas tahun, Virrel jarang sekali melihat sosok itu tersenyum hangat.

Jika tersenyum pun ia hanya akan menampilkan senyum dingin, senyum menyeringai, atau senyum yang mengartikan bahwa ia telah merencanakan sesuatu yang tidak baik.

Perlu digaris bawahi, bahwa Pangeran Frederick hanya tersenyum hangat pada Kaisar dan mendiang ibundanya.

"Yang Mulia, apakah ada hal baik yang terjadi?" tanya Virrel basa-basi.

Pria itu mengangguk, namun ia hanya diam saja, tak ingin membagikan apa hal yang telah membuatnya bahagia.

Virrel memperhatikan majikannya itu dengan pandangan penuh tanya. Pangeran Frederick duduk di kursi kayu berukir dekat jendela, senyum itu masih bertahan di bibirnya.

"Aku melihatmu menatapku seperti aku sudah berubah menjadi orang lain, Virrel," ucap Frederick akhirnya, nada suaranya ringan, nyaris mengandung gurauan.

Virrel tercekat. Jarang sekali Frederick berbicara dengan nada semacam itu. "Bukan begitu, Yang Mulia," katanya hati-hati.

"Hanya saja, saya tidak terbiasa melihat Anda dalam keadaan sebaik ini."

Frederick menoleh. Tatapannya tajam, namun tidak lagi sedingin biasanya. Ada sesuatu di matanya, seperti cahaya samar yang tidak pernah Virrel lihat sejak mereka dewasa.

"Kau benar," Frederick berujar pelan. "Sudah terlalu lama aku tidak membiarkan diriku bersikap seperti ini."

Virrel mengangkat alis. "Apakah itu artinya Yang Mulia akhirnya menemukan alasan untuk tersenyum?"

Senyum Frederick merekah, dan untuk pertama kalinya sejak pagi itu, Virrel bisa melihat ketulusan yang sama sekali tidak dibuat-buat.

"Aku rasa begitu," jawabnya singkat.

Virrel menghela napas. "Saya jadi penasaran, apakah Lady Seraphine ada hubungannya dengan ini?"

Frederick terdiam sejenak. Jemarinya yang besar mengetuk pelan permukaan meja di samping kursinya. Ia tidak menoleh, hanya menatap keluar jendela, ke arah halaman istana di mana burung-burung kecil berterbangan.

"Aku tidak akan menyangkal," katanya akhirnya.

 "Ada sesuatu tentang dirinya, sesuatu yang membuat dadaku tidak lagi terasa hampa."

Virrel terperangah. Selama bertahun-tahun, ia tidak pernah mendengar Frederick berbicara dengan nada seromantis ini. Biasanya, setiap pembicaraan soal perasaan hanya akan ditanggapi Frederick dengan nada dingin, bahkan sinis.

"Rick," bisik Virrel.

"Apakah Kau benar-benar yakin dengan perasaan ini? Aku hanya tidak ingin Kau terluka lagi." Kali ini Virrel berbicara pada Frederick sebagai teman, bukan sebagai bawahan.

Frederick menoleh lagi, kali ini tatapannya begitu tegas hingga membuat Virrel tertegun.

"Aku lebih dari sekadar yakin, Virr," ucap Frederick, nada suaranya tenang tapi tegas.

"Jika ada yang berani menghalangiku... maka mereka harus bersiap kehilangan segalanya."

Virrel membeku. Ucapan itu bukan ancaman kosong. Ia tahu, jika Frederick sudah memutuskan sesuatu, tidak ada satu pun yang bisa menggoyahkannya.

Namun yang membuat Virrel lebih ngeri adalah Frederick tersenyum hangat saat mengatakannya. Senyum yang bagi orang lain tampak menawan, namun bagi Virrel yang sudah lama berada di sisinya, ia tahu senyum itu adalah pertanda bahwa Frederick siap mempertaruhkan segalanya.

..........

Seraphine terbangun ketika matahari telah bersinar terik. Mungkin karena semalam ia mengobrol dengan Frederick hingga fajar menjelang, makanya ia jadi begitu mengantuk.

Ia mengucek mata perlahan, duduk di tepi ranjang yang masih berantakan. Gaun tidur tipisnya melorot sedikit dari bahu, memperlihatkan kulitnya yang pucat seakan tak pernah terkena matahari. Sesaat ia hanya duduk diam, membiarkan kepalanya tertunduk, rambut panjangnya jatuh kusut menutupi wajah.

Hening. Hanya suara detik jam antik di sudut ruangan.

Dengan gerakan lemah, ia berdiri dan berjalan menuju meja rias. Jemarinya yang ramping meraih sisir, lalu menyisir rambutnya perlahan. Dari pantulan cermin, ia melihat wajahnya sendiri, lalu tatapan matanya berubah kosong.

Apakah tidak apa-apa jika seperti ini?

Apakah tidak masalah jika ia bersikap seolah dirinya tak pernah meracuni pria itu?

Apa tidak masalah jika ia bersikap seolah dirinya tak pernah menikamnya dengan sebuah belati?

Awalnya ia hanya ingin memanfaatkan pria itu. Namun, kini perasaannya malah berkembang ke arah lain. Ada perasaan yang ia sadari telah tumbuh dihatinya.

Hatinya terasa bergetar.

Bukan karena rasa takut akan apa yang mungkin terjadi, melainkan karena rasa bersalah yang semakin menusuk.

"Frederick…", bisiknya pelan, hampir tak terdengar.

Dalam kehidupan pertamanya, ia telah mengkhianatinya. Ia ingat jelas bagaimana tatapan Frederick kala itu. Tatapannya dingin tetapi penuh luka, karena kepercayaannya yang hancur.

Tatapan terakhir itu terpatri selamanya di kepalanya, menghantui setiap kali ia mencoba memejamkan mata.

Seraphine menunduk, menatapi jemari tangannya yang bergetar.

"Aku meracuni dan menikamnya dengan tanganku sendiri, lalu sekarang aku malah berani memiliki perasaan seperti ini padanya?" gumam Seraphine lirih.

Air mata kecil jatuh begitu saja, meluncur di pipinya tanpa ia sadari. Hanya satu tetes, lalu menghilang cepat saat ia buru-buru menyekanya dengan punggung tangan. Ia tidak suka terlihat rapuh, bahkan di hadapan dirinya sendiri.

Namun, semakin ia menolak, semakin keras pula suara hatinya berbisik. Bahwa apa yang ia rasakan sekarang bukan lagi sekadar tipu muslihat atau permainan strategi.

Ada perasaan hangat yang tumbuh di dadanya. Ada kerinduan setiap kali Frederick pergi, ada rasa tenang setiap kali pria itu menatapnya, ada… rasa takut kehilangan yang kembali ia rasakan.

Seraphine menggenggam sisir erat-erat.

"Bodoh! Kau seharusnya tahu diri, Seraphine."

Tapi apa yang bisa ia lakukan? Hatinya telah bergerak sendiri, melawan logika dan semua kehati-hatiannya.

Ia berdiri dari kursi rias, melangkah menuju jendela besar yang terbuka, membiarkan sinar matahari masuk memenuhi kamar.

Dari sini, ia bisa melihat taman keluarga Valmont yang hijau dan rapi dengan bunga mawar yang baru mekar, dan suara burung kecil yang bernyanyi.

Semua tampak begitu damai, membuat pikirannya menjadi sedikit segar.

Seraphine menyentuh dada kirinya perlahan, seakan ingin memastikan bahwa perasaan yang bergejolak ini nyata. Rasa bersalah dan perasaan cinta yang baru tumbuh bercampur jadi satu, menciptakan beban yang nyaris tak tertahankan.

"Aku tidak bisa terus begini…" bisiknya pada dirinya sendiri.

Ia menutup mata, membayangkan kembali sosok Frederick. Senyum dingin yang jarang ia lihat, mata hitam yang selalu tampak dalam, dan suara rendahnya yang bisa menenangkan sekaligus menggetarkan. Semua itu kini menjadi hal yang menakutkan baginya. Bukan karena ia membenci, tapi justru karena ia terlalu menyukai.

"Jika ia tahu kebenarannya, jika ia mengingat masa lalu itu... akankah ia kembali menatapku dengan mata yang sama seperti dulu?"

Seraphine menggigit bibirnya, menahan rasa getir yang ingin pecah.

Ia ingin memperbaiki segalanya, namun ia juga takut jika kesempatan kedua ini hanya akan mengulang tragedi.

Seraphine menarik napas dalam-dalam.

Ia tahu ia tidak bisa terus larut dalam penyesalan. Hidup memberinya satu kesempatan lagi, kesempatan untuk memilih jalan berbeda dari masa lalu.

Meski hatinya diliputi rasa bersalah, ia tidak bisa memungkiri bahwa keinginannya untuk melindungi Frederick, untuk tetap berada di sisinya, semakin kuat dari hari ke hari.

"Jika dulu Aku menusukmu, maka di kehidupan kali ini, aku akan menjadi perisai yang melindungimu, Frederick," batinnya bertekad.

Namun bahkan saat tekad itu terucap dalam hati, Seraphine tahu betul bahwa perasaan bersalah itu tidak akan pernah hilang.

Ia hanya bisa mencoba menebusnya, setetes demi setetes, karena ia sendiri tak yakin apakah rasa bersalah itu mungkin akan hilang suatu hari nanti.

...**✿❀♛❀✿**...

...TBC...

...Pagi yang berbanding terbalik, satunya senyum-senyum, satunya malah murung wkwk...

...Btw, Happy Reading all, janlup dukungannya ya...

...♡´・ᴗ・`♡...

1
Ita Xiaomi
Apakah Frederick jg mengalami hal yg sama hidup kembali setelah kematiannya?
Ita Xiaomi: Sama-sama kk.
total 4 replies
Ita Xiaomi
Jgn nak mengarang bebas Virrel😁.
Ita Xiaomi
Setuju.
Ita Xiaomi
Keren ceritanya. Mulai adu kecerdikan dan strategi. Semangat berkarya kk. Berkah&Sukses selalu.
Ita Xiaomi: Sama-sama kk.
total 2 replies
Celestyola
aciyeeee
kleponn
Kata² keramat ini
Celestyola: Real haha
total 1 replies
kleponn
typo kah?
Celestyola: iyaaa ih typoo rupanyaa, aku nggak sadar klo typo😭
total 1 replies
Ateya Fikri
seraphine ini hobi bgt di taman🗿
Ateya Fikri
tiba-tiba banget ngajak nikah sdh kaya ngakak makan bakso
Ateya Fikri
ada benih-benih cinta ni yeee
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!