Setelah kemenangannya melawan keluarga Ashcroft, Xander menyadari bahwa kejayaan hanyalah gerbang menuju badai yang lebih besar.
Musuh-musuh lama bangkit dengan kekuatan baru, sekutu berpotensi menjadi pengkhianat, dan ancaman dari masa lalu muncul lewat nama misterius: Evan Krest, prajurit rahasia dari negara Vistoria yang memegang kunci pelatihan paling mematikan.
Di saat Xander berlomba dengan waktu untuk memperkuat diri demi melindungi keluarganya, para musuh juga membentuk aliansi gelap. Caesar, pemimpin keluarga Graham, turun langsung ke medan pertempuran demi membalas kehinaan anaknya, Edward.
Di sisi lain, Ruby membawa rahasia yang bisa mengguncang keseimbangan dua dinasti.
Antara dendam, cinta, dan takdir pewaris… siapa yang benar-benar akan bertahan di puncak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Kalian bertiga memang lemah!" bentak Franklin di sofa tempatnya dan dua gadis muda duduk. Ia meneguk minuman yang diberikan seorang gadis, menatap tajam. "Untuk mengalahkan seekor banteng saja kalian harus menghabiskan waktu nyaris satu jam, padahal kalian sudah kuberikan pisau dan jumlah kalian bertiga."
Franklin memberi tanda pada dua gadis tadi untuk meninggalkan ruangan. "Kalian bertiga benar-benar membuat malu Caesar dan Theo Lennox. Mereka akan sangat malu memiliki putra dan keponakan seperti kalian."
Edward, Troy, dan Tyler menatap seekor banteng yang terbaring di lantai. Ketiganya berusaha mengendalikan nafas yang terengah-engah. Mereka nyaris gagal dalam ujian untuk menumbangkan hewan besar itu. Sekujur tubuh mereka terasa kesakitan, tetapi tidak lebih sakit dibanding perkataan Franklin barusan.
Franklin berlari dengan cepat, menendang Edward, Troy, dan Tyler hingga ketiga pria itu terbaring di lantai. Ketika akan bangkit, Franklin menendang punggung Edward, Troy, dan Tyler bergantian hingga tubuh mereka kembali menempel di lantai.
"Kalian memang berhasil menyelesaikan ujian, tapi kalian nyaris gagal karena kehabisan waktu. Saat aku seumur kalian, aku bisa bertarung dengan banteng dan mengalahkannya dalam satu waktu setengah jam bermodalkan sebuah ranting. Kalian benar-benar menyedihkan."
Franklin kembali duduk di sofa, menghidupkan rokok. "Saat kalian terbaring di sini, musuh kalian bisa saja sudah bertambah kuat berkali-kali lipat."
Edward, Troy, dan Felix mulai berdiri. Mereka tampak kesal mendengar penghinaan Franklin, tetapi mereka tidak bisa melakukan apa pun.
"Kelemahan terbesar kalian adalah kalian terlalu percaya diri dengan kemampuan kalian, terutama kemampuan fisik kalian. Selain itu, kalian terlalu lambat dalam mengambil keputusan. Dalam pertarungan sungguhan, kalian akan langsung kalah di menit-menit pertama." Franklin menghembuskan asap rokok ke arah Edward, Troy, dan Tyler. "Aku memberi kalian kesempatan sekali lagi. Di ujian kedua bulan depan, kalian harus bisa membuatku terkesan. Jika kalian membuatku muak seperti sekarang, aku tidak akan segan-segan menendang kalian dari tempatku atau mungkin saja menghabisi kalian."
"Sekarang, pergi dari hadapanku!" usir Franklin.
Edward, Troy, dan Tyler keluar dari ruangan dengan wajah kesal. Ketiga pria itu berjalan menuju lorong, keluar melewati pintu hingga akhirnya berada di sebuah balkon luas. Hamparan hutan dan pemandangan kota LittleTown terlihat jelas dari tempat mereka berada sekarang.
"Sialan! Kita nyaris gagal dalam ujian dan justru mendapatkan penghinaan dari Franklin!" geram Troy.
"Tenanglah, Troy. Meski aku juga merasa sangat kesal, kita harus mengakui kelemahan kita. Memaki Franklin tidak membuat kita menjadi kuat, yang ada kita justru terlihat semakin lemah. Franklin adalah orang yang diakui kehebatannya oleh Ayahmu dan pamanku, begitupun dengan Tuan Caesar. Dia bukan sosok sembarangan," sahut Tyler.
Edward berdecak, menghembus napas panjang. Pertempuran tadi benar-benar menguras tenaganya. Meski jengkel dan merasa terhina, ia harus mengakui jika perkataan Franklin sesuai dengan fakta. Ia merasa yakin bisa mengalahkan banteng tadi karena perbedaan jumlah dan memiliki senjata. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semudah yang dibayangkan. Ia, Troy, dan Tyler cukup kesulitan hingga nyaris kalah.
Edward mengepal tangan erat-erat, menatap lurus ke depan. Selama sebulan lamanya, ia bekerja di bawah perintah Franklin. Pekerjaan yang diperintahkan tidak jauh dari hal-hal berbau kriminal. Meski sudah terbiasa, nyatanya ia perlu beradaptasi karena harus bekerja sama dengan yang lain. Ia, Troy, dan Tyler tak ubahnya sebagai penjahat kelas teri lainnya.
Seorang pria datang menghampiri Edward, Troy, dan Tyler. "Tuan Edward, aku baru saja mendapatkan informasi jika Dalton dan Jasper mengirimkan pesan pada kita. Mereka dan beberapa anggota Ashcroft sepakat untuk bekerja sama dengan pihak kita.”
"Apa itu berarti penjagaan pasukan Alexander sudah tidak seketat dulu?" tanya Edward.
"Benar, Tuan. Dalton dan Jasper yang mengatakan hal itu. Selama dua minggu terakhir, pengawasan pasukan Alexander mengendur."
"Apa ada informasi penting mengenai Alexander yang bisa kau sampaikan?" tanya Troy.
"Menurut informasi dari Dalton dan Jasper, Alexander kemungkinan sudah memiliki seorang istri dan istrinya sedang mengandung sekarang. Selain itu, Alexander sudah tidak terlihat selama beberapa minggu."
Edward, Troy, dan Tyler saling berpandangan sesaat.
"Ini informasi yang sangat penting untuk kita. Kita bisa menyerang Alexander dengan menyerang orang-orang terdekatnya," ucap Tyler, "tapi kita harus bisa memastikan kebenaran hal itu sebelum bertindak."
"Sampai saat ini, hal itu masih sekadar dugaan, Tuan. Dalton dan Jasper juga belum bisa terlalu banyak melakukan pergerakan karena mereka masih diawasi."
Troy berdecak. “Aku yakin Alexander sedang merencanakan sesuatu. Aku benar-benar tidak sabar untuk bertemu dengannya dan menghabisinya."
"Di mana Dalton dan Jasper sekarang, Jhon?" tanya Edward.
"Dalton dan Jasper masih berada di negara Vistoria, Tuan. Mereka akan memulai pelatihan mereka sendiri." Pengawal bernama Jhon itu terdiam sejenak ketika ponselnya berbunyi. Sebaris pesan masuk dari bawahannya. "Dalton dan Jasper ingin berbicara dengan Anda secara langsung, Tuan."
"Katakan pada Dalton dan Jasper, aku akan berbicara padanya satu jam lagi."
"Baik." Jhon mengangguk, segera mengirim pesan pada bawahannya, kemudian meninggalkan Edward, Troy, dan Tyler.
"Menurutmu apa yang sedang dilakukan Alexander sekarang, Edward?" tanya Tyler.
"Aku yakin Alexander tahu mengenai kematian Theo Lennox dan dia juga tahu kalau kita akan membalaskan dendam padanya. Satu-satunya yang terpikirkan olehku adalah Alexander sedang berlatih dan mencari sekutu yang kuat untuk memperkuat sekutunya."
Edward teringat dengan kejadian kekalahannya tempo hari di kediaman Xander dan juga saat peristiwa di pantai dahulu. "Alexander, memiliki sekutu yang sangat kuat. Salah satunya adalah orang-orang yang ahli dalam penyusupan dan pertarungan jarak dekat. Kemampuan mereka benar-benar luar biasa. Alexander pernah menjelaskan mengenai sekutunya saat kejadian sekitar dua bulan lalu. Sayangnya, aku tidak bisa mendengarnya karena telingaku disumbat sesuatu. Semua rekaman yang aku miliki juga sudah dihapus pihak mereka.”
"Dengan kekayaan yang Alexander miliki dan sekutu-sekutu kuat miliknya, Alexander akan semakin sulit dikalahkan. Jika kekayaan kita bertiga dan keluarga Ashcroft digabungkan, itu masih belum cukup untuk mengimbangi kekayaan Alexander," ucap Tyler.
"Sialan! Darahku semakin mendidih karena hal itu!"
Edward, Troy, dan Tyler membubarkan diri untuk beristirahat.
Satu jam kemudian, Edward sudah siap berbicara dengan Dalton dan Jasper di kamarnya.
"Apa yang kalian ingin bicarakan padaku?" tanya Edward langsung ke inti ketika video call terhubungkan dengan Dalton dan Jasper.
"Apa bawahanmu sudah mengatakan pesan yang kukirim?" Dalton balik bertanya.
"Ya, aku sudah mendengarnya."
"Ada hal penting lain yang ingin kami sampaikan padamu, Edward."
Edward menoleh ke sisi lain sesaat. "Katakan secepatnya. Aku tidak memiliki banyak waktu untuk berbicara dengan kalian, begitupun dengan kalian. Jangan sampai pasukan Alexander mengetahui apa yang kita lakukan sekarang."
"Ini soal Ruby."
Edward langsung menoleh pada layar sesaat, kemudian mengalihkan pandangan. "Ара hubungannya Ruby denganku."
Dalton dan Jasper saling menoleh sesaat.
"Ruby sedang mengandung anakmu, Edward," ucap Dalton.
Edward seketika tercekat, membulatkan mata lebar-lebar, menoleh kembali ke layar. "Apa? Ruby sedang mengandung anakku?”
"Ya, Ruby sedang mengandung anakmu. Kami mendengar pengakuan Ruby secara langsung. Usia kandungannya menginjak dua bulan. Ruby berniat untuk memberitahumu, tapi dia mengurungkannya karena takut dengan ancaman pasukan Alexander dan juga ibunya yang tidak menyukaimu."
Edward tersenyum, terkejut dan senang di saat bersamaan. "Ruby mengandung anakku?"
"Kami memberitahumu meski Ruby melarangnya."
"Bisakah aku berbicara dengan Ruby sekarang?”
"Tidak. Ruby sama sekali tidak tahu kalau kami memberitahukan kehamilannya padamu. Untuk sekarang, jangan menghubungi Ruby terlebih dahulu. Kami akan memberitahumu mengenai perkembangan anakmu."
Edward terdiam karena masih terkejut sekaligus senang mendengar kabar tersebut. Ia tak memperdulikan ucapan Dalton dan Jasper di sana. "Bukankah ini kabar yang sangat baik?”
#✌️✌️✌️
cepat² di up nya min