"KALIAN BERBUAT TIDAK PANTAS DI SINI?"
Kesalahpahaman membuat status keduanya berubah.
Gaby berusia 17 tahun sementara Madava berusia 25 tahun merupakan bodyguard Gaby sendiri.
Keduanya di nikahkan oleh para warga karena kesalahpahaman.
"Kalian harus di nikahkan."
"A-apa, di nikahan?"
......
"Sudah aku bilang kan om, di antara kita tidak ada ikatan apapun atau setatus yang tidak jelas itu. Kejadian satu Minggu lalu lebih baik kita lupakan, dan anggap saja tidak terjadi apapun." Tegas Gaby dengan mata merah menahan amarah dan air mata.
...
Bagaimana Madava dan Gaby menjalankan pernikahan itu? Pernikahan yang tidak mereka inginkan, bahkan ditutupi dari orang tua mereka.
Madava sudah bertunangan sementara Gaby memiliki kekasih yang ternyata sepupu Madava.
.....
AYOOO!! ikuti cerita MY POSESIF BODYGUARD
jangan lupa like komen dan ikuti akun author ☺️
terimakasih🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tatatu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sakit parah
...Like and komen, ikuti akun author...
...makasih yg udh membaca!!!...
...***...
"Om dokter, aku nggak mau dijahit!!"
Saat ini Gaby sedang duduk di brankar, menatap dokter laki-laki yang sedang membuka perban di kakinya.
Sementara Madava hanya diam bersedekap dada, berdiri tidak jauh dari mereka.
Dokter laki-laki itu menatap Gaby sambil tersenyum ramah. Usianya lebih tua dua tahun dari Madava.
Terlihat dari nama tag si dokter bernama. Dr, Riko. Salah satu teman dekat Madava.
"Biar saya liat dulu ya nona, apa kah lukanya perlu dijahit." Ucap Dokter Riko.
Wajah Gaby terlihat gelisah. Bayang-bayang dijahit terus berputar di otaknya. Apakah dijahit seperti baju? Menggunakan jarum dan benang?
Madava tersenyum tipis melihat raut wajah Gaby yang seperti ingin menangis. Entah mengapa itu terlihat lucu di matanya.
Kini dokter memeriksa kaki Gaby, kira-kira seberapa dalam lukanya.
"Nona, ternyata lukanya besar, ini memang perlu dijahit."
Degh.
Mata Gaby langsung membulat sempurna, menelan ludahnya susah payah.
Apa lukanya memang sebesar itu? Gaby tidak berani melihat.
Madava menaikan sebelah alis. Sudah ia duga lukanya pasti perlu dijahit.
"Ta-tapi om dokter, i-itu pasti sangat menyakitkan?"
Dokter Riko tersenyum, menggeleng pelan.
"Tidak nona, tidak akan terasa sakit. Setelah lukanya dijahit pasti akan segera sembuh." Berusaha menenangkan Gaby yang terlihat ketakutan.
Gaby hanya mengangguk kaku.
Dokter Riko berjalan ingin mengambil alatnya.
"Heeh, kau apakan noma Gaby? Kenapa bisa terluka seperti itu? Apa kau benar-benar menjaganya?" Tanya dokter Riko saat berpapasan dengan Madava.
Tentu saja Riko tau Madava bekerja sebagai bodyguard Gaby.
Madava menghela nafas berat, menatap Riko.
"Tentu saja aku menjaganya."
Riko tersenyum miring. "Jika kau menjaganya tidak mungkin Nona Gaby terluka, dan bersyukurlah karena tidak ada tuan Frederick, jika tuan ada, aku tidak yakin kau akan baik-baik saja!!" Ujar Riko sambil terkekeh.
Merasa terhibur melihat raut wajah bersalah temannya ini.
Madava hanya diam tidak menanggapi ucapan Riko yang memang benar.
.....
"Om dokter hati-hati ya."
Gaby menyentuh tangan dokter Riko memperingati agar berhati-hati saat menjahit lukanya.
Dokter Rio tersenyum, menepuk-nepuk tangan Gaby yang ada di atas tangannya.
"Nona tenang saja, saya akan berhati-hati!!"
Madava saat ini duduk di brankar sebelah Gaby, menatap tajam tangan keduanya yang saling bersentuhan.
Sudah Madava bilang, tidak suka melihat Gaby bersentuhan dengan pria lain.
Melirik Gaby sekilas, lalu menepis tangan dokter Riko dari atas tangan Gaby, membuat dokter muda itu langsung menatapnya terkejut, namun Madava hanya melongos tak perduli.
"Tidak perlu diperingati, Nona. Dokter akan berhati-hati!!" Ucap Madava sambil menarik tangan Gaby yang masih ada di tangan Riko.
Gaby langsung menatap Madava. Seketika keningnya mengerut heran, merasa ada yang aneh dengan pria ini, Madava terlihat kesal.
"Ehemm. Nona tenang saja saya akan berhati-hati!!" Ujat dokter Riko sambil berdehem pelan, juga merasa ada yang aneh dengan Madava setelah dirinya menyentuh tangan Gaby.
"Iya dokter."
Kini dokter mulai menjahit, Gaby tidak berani melihat, wajahnya bersembunyi di tangan besar Madava.
****
"Ishhh, om jalanya pelan-pelan dong!!"
Gaby kesal, Madava berjalan cepat di depan sana, sementara Gaby tertinggal jauh karena kakinya yang sakit berjalan pun tertatih-tatih.
Gaby menolak menggunakan tongkat atau kursi roda, karena menurutnya itu sangat ribet.
Madava menghela nafas, memelankan langkahnya untuk menunggu Nona-nya.
Masih kesal dengan Gaby yang menyentuh tangan dokter Riko. Madava juga tidak tau kenapa, mungkin karena Gaby sudah menjadi istrinya?
Wajah Gaby di tekuk setelah sampai di sisi Madava, menatap pria itu kesal.
"Udah tau kaki aku sakit, tapi om jalannya cepat banget!!" Omel Gaby sambil meraih tangan Madava di cekalnya, agar memudahkannya untuk berjalan.
Madava tidak menyahut.
Gaby berdengus sebal ketika Madava mengacuhkannya.
****
"Om Azka, om di sini?"
Sebenarnya Gaby sangat sedih karena Omnya yang satu lagi yaitu Marvin tidak pulang, tapi Gaby juga mengerti Marvin punya tanggung jawab besar yaitu mengurus istrinya yang baru melahirkan anak pertama mereka, belum lagi pekerjaannya.
Tapi Marvin sudah berjanji, secepatnya akan pulang untuk melihat keadaan Frederick.
Azka, Mahendra dan David sedang duduk di kursi tunggu depan ruangan Frederick, langsung melihat ke sumber suara.
Kening ketiga pria itu mengerut ketika melihat Gaby berjalan terpincang-pincang, terlihat kaki gadis itu di balut perban.
Ketiganya langsung bangkit berdiri.
Gaby dan Madava berdiri di hadapan mereka.
"Gaby, ada apa dengan kakimu?" Azka langsung bertanya.
Ada apa dengan kaki keponakannya ini.
"Iya Nona kenapa dengan kakinya?" David terlihat khawatir.
"Apa yang terjadi nak? Kenapa kakinya di perban?" Kali ini Mahendra yang bertanya.
Gaby menatap kakinya. Seketika bibirnya mengerucut, kembali mengingat si pelaku yang sudah membuat kakinya terluka.
"Tadi ada insiden di rumah, kaki aku kena pecahan kaca." Jawab Gaby.
Mata ketiga pria itu mengerjap terkejut. Insiden apa yang menimpa Gaby sampai terluka seperti itu?
David maju lalu berjongkok di hadapan Gaby untuk memeriksa luka yang sudah di balut perban.
"Apa ini sudah di periksa oleh dokter?" Tanya David.
"Udah kak." Jawab Gaby menatap David yang masih berjongkok di hadapannya.
"Itu ulah wanita pilihanmu untuk bekerja di rumah tuan Frederick." Ucap Madava dengan nada dingin.
Gara-gara David Nona-nya terluka, ya Madava kesal dengannya.
David langsung mendongak menatap Madava, Pria itu bangkit berdiri.
Jadi kaki Gaby terluka karena Laras?
"Sialan, jadi dia yang membuat nona terluka?" Gram David langsung dikuasai amarah.
Ya, David memiliki sifat pemarah, kesabarannya setipis tisu, walaupun begitu sebenarnya David sangat baik dan perduli.
Gaby mengangguk.
"Iya, mbak Laras di pecat sama si om"
Tatapan David yang semula penuh amarah berubah melembut saat menatap Gaby.
Madava yang melihat itu berdengkus.
"Saya minta maaf nona, gara-gara saya Nona terluka!!"
David langsung di liputi rasa bersalah.
Ya, ini salahnya. Jika saja tidak membiarkan Laras bekerja di rumah Frederick, mungkin Gaby tidak akan terluka.
Gaby mengangguk sambil tersenyum.
"Iya gapapa kak, itu bukan salah kakak juga."
Gaby tidak marah sedikitpun kepada David, karena menurutnya itu bukan salah David
Pria itu tersenyum merasa lega, syukurlah Gaby tidak marah kepadanya.
Sementara Mahendra dan Azka nampak kebingungan. Siapa wanita yang mereka maksud.
"Laras? Siapa wanita itu?" Tanya Mahendra minta penjelasan.
"Biar saya jelaskan." Ucap David.
"Satu bulan lalu Laras minta tolong kepada saya untuk mencarikannya pekerjaan. Sebenarnya Laras sepupu saya. Laras membutuhkan pekerjaan karena adiknya sedang sakit parah, tidak ada yang membiayai pengobatannya selain Laras sendiri, sementara orangtua mereka sudah tiada. Dan kebetulan, waktu itu di rumah tuan Frederick sedang membutuhkan satu pekerja lagi, jadi saya memasukan Laras ke sana." Jelas David.
Sebenarnya David masih tidak percaya jika Laras tega melukai Gaby. Karena selama mengenalnya, gadis itu begitu baik dan lembut, selain itu Laras juga pekerja keras.
Gaby merasa gelisah. Ternyata Laras memiliki adik yang sedang sakit parah. Jika Laras tidak bekerja, dari mana perempuan itu mendapatkan uang untuk pengobatan adiknya.
"Jadi mbak Laras memiliki adik yang sedang sakit?" Tanya Gaby.
David mengangguk. "Iya nona, sekarang adiknya di rawat dirumah sakit ini."
Mata Gaby mengerjap. Ternyata adiknya Laras di rawat dirumah sakit ini. Gaby semakin gelisah, biayai rumah sakit tentu tidak sedikit.
"Lalu bagaimana dengan pengobatannya jika mbak Laras tidak bekerja."
Madava dan David menatap Gaby yang terlihat bersedih.
Ada rasa kagum di hati keduanya, walaupun Gaby anak orang kaya dan sangat manja, tapi hatinya begitu lembut baik dan tidak sombong.
"Tidak perlu memikirkan orang lain nona." Ujar Madava.
Menurutnya orang seperti Laras tidak perlu di kasihani.
Gaby menatap Madava. "Tapi Om, aku kasian dengan adiknya."
Gaby kasihan dengan adik Laras.
"Laras pasti akan mencari pekerjaan lain, tidak perlu khawatir."
Tapi tetap saja Gaby tidak tenang. Karena mencari pekerjaan itu tidak muda.
"Emmm, Gaby kamu tau?" Tanya Azka tiba-tiba,
Pria itu mengalihkan pembicaraan karena keponakannya mulai bersedih.
Gaby mendongak menatap Azka.
"Apa om?"
Azka tersenyum.
"Rencananya om sama Tante kamu akan pinda ke kota ini"
Mata Gaby membulat, seketika tersenyum lebar.
"Serius om? Mau pindah ke kota ini?"
Gaby terlihat bahagia kesedihannya langsung menghilang.
Azka mengangguk. "Iya, om akan pindah ke sini"
"Yeeey, jadi kita deket lagi!!" Sorak Gaby senang lalu berhamburan memeluk Azka
Mahendra dan David hanya tersenyum melihat tingkah Gaby. Bersyukur setidaknya gadis itu tidak bersedih lagi.
Sementara Madava melongos ketika Gaby memeluk Azka.
Lagi dan lagi Madava tidak suka melihat Gaby bersentuhan dengan pria lain, walaupun Azka om-nya sendiri.
Sebenarnya perasaan apa ini? Cemburu? Rasanya tidak mungkin, karena Madava tidak mencintai gadis itu.
Gaby melepaskan pelukannya dari Azka, lalu menatap pintu ruangan Frederick.
"Bagaimana dengan kondisi Daddy? Apa ada kemajuan." Tanya Gaby.
"Dokter baru memeriksa dan mengatakan kondisi tuan masih sama, belum ada tanda-tanda akan siuman." Jawab Mahendra.
Wajah Gaby kembali berubah sedih.
Entah sampai kapan Daddy-nya koma. Gaby sangat merindukannya.
"Aku mau liat Daddy."
"Sama om ya!!" Ujar Azka yang juga ingin melihat kondisi Frederick.
Gaby mengangguk setuju.
....
Cklk.
Azka membuka ruangan Frederick, lalu keduanya masuk kedalam.
"Daddy aku---"
Degh.
Langkah Gaby dan Azka tiba-tiba terhenti, keduanya terpaku di tempat dengan wajah terkejut.
"DADDY!!"
Teriak Gaby menggema di dalam ruangan, membuat Madava, David dan Mahendra yang ada di luar terkejut mendengar teriakan gadis itu.
....
Ikuti akun author!!!!!!
Viaa ....
Kalau setelah Di adalah kata kerja, maka disambung, ya, contohnya: dipanggil, dinikahkan, dan didengar.
Sedangkan kalau setelah Di adalah kata benda atau tempat, maka dipisah, contohnya: di meja, di sekolah dan di dapur.
Semangat! Semoga membantu🤗