Novel ini menekankan pada janji yg dibuat sebagai dasar pengungkit,
bisa karna janji yg tidak ditepati atau karna ungkapan rasa yg tidak diterima karna janji tersebut
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nova Sarii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
"Assalamu'alaikum pa, " salamku memasuki ruangan papa, "Wa'alaikumussalam, " jawab paman. ini hari ketujuh aku membesuk papa, dan selama itu juga Iyan gak mau pulang ke rumah. Papa gak bisa ngomong beliau menatapku dengan sayu. Nayla duduk dekat papa berbaring, "gimana keadaan papa? " Beliau berusaha bicara walaupun kami gak ngerti. "Nay nikah lah nak, kalau belom ada jodohnya biar paman carikan, " Nayla menundukkan kepala air matanya berjatuhan, "kenapa harus pernikahan yg selalu dibahas?" ucapku dalam hati. Jujur Nayla masih takut untuk membuka hati dan menerima laki laki untuk menjadi pendampingnya. Beban anak pertama itu memang berat apalagi di usia yg sudah dua puluh delapan tahun.
Rasanya masih pengen sendiri tapi desakan dari orang tua dan keluarga bagaikan teror. "untuk waktunya man, " jawab Nayla. "Pa, sudah makan? " suara gadis memasuki ruangan, dia melihat Nayla dan membuang muka.
"Ana ini kak Nayla, anak pertama papa kalian dari istri pertamanya, " paman mengenalkan ku padanya. "Nay ini adekmu namanya Yuliana dia sudah menikah dan mempunyai anak, " Nayla diam mendengarkan paman menjelaskan.
"Dia seorang guru, " tambah paman lagi.
Dalam hati aku bergumam, "dia guru? berarti papa menanggung pendidikan mereka selama ini, sedangkan kami? papa gak mempedulikan pendidikan kami, mama yg berjuang sendiri, selama ini aku dapat kabar papa mendapatkan uang dari penjualan tanah tapi kami gak dikasih, papa pernah berjanji akan memberi aku dan adek adek uang sepuluh juta per orang tapi kami gak mendapatkan juga. "
Nayla kesini bersama Ami, Ana duduk tempat Nayla duduk tadi dia gak mau bersalaman apalagi menyapa. Nayla duduk di kasur yg kosong. Ami melihatnya dan berbisik. "suapin papa mu bubur Nay, " Ami menunjuk kotak yg kami bawa. Aku hampir lupa kalau aku membawakan papa bubur. Nayla membukanya dan papa melirik Nayla.
"papa mau bubur? " Nayla mendekat dan menyuapi beliau. Ana sepertinya kesal padaku. Dia menghentakkan kakinya.
"Pa........ kami pamit ya, Nay mau ngajar les, " ucapku mencium papa, mata beliau berkaca kaca, "papa jangan sedih besok Nay kesini lagi, " ucap Nayla lagi.
"Man kami pulang ya, " Nayla mencium tangan pamannya. "hati hati nak, "
Nayla dan Ami berjalan beriringan sambil mengobrol, "Nayla, " kami mendengar suara panggilan, kami menoleh, ternyata Bayu sama istrinya, kami bersalaman, "apa kabar Nay? kamu dari dalam? " tanyanya memperhatikan ku. "Ya Yu kami mau balik, " jelas Nayla. "Buru buru amat Nay, baru juga aku datang kamu pergi, " ucapnya senyum. "Aku ada kerjaan Yu, " jawab Nayla. "Hem, kapan kapan boleh gak kami main ke rumahmu Nay? " tanyanya. "Boleh kok jangan lupa bawa makanan wkwkwk, " canda Nayla tersenyum. "Kalau soal itu aman aku bawain satu gerobak sekalian dengan penjualnya hahaha, " ledek nya. "Ide bagus biar aku kaya hehe, " balas ku.
Kami berpamitan dan berjalan lagi, "Mi jadikan kita beli meja belajar? " tanyaku memakai helm. "jadi dong Nay, " "Gas kun, " kataku.
Aku cuma boncengan di belakang, "Nay maaf aku bertanya, istri papamu berapa? " "Hem, yg aku tau baru tiga sama mama Mi, " jawabku. "Wah seru dong Nay punya banyak adek, sedangkan aku sendiri, " ujarnya. "Seru darimana Mi? yg ada aku pusing memikirkannya, dan tadi kamu libatkan anak dari istri kedua papa sudah nikah dan guru lagi, pendidikan mereka terjamin." Ami tersenyum dari kaca spion, "kamu iri Nay? " "Bukan Mi tapi sedih saja papa gak adil, " "Belajarlah untuk berlapang dada Nay, karna Allah lah yg maha tau apa yg terbaik untuk hambanya, kami bersyukur masih memiliki keluarga dan adek adekmu juga sudah kerja, nanti kalau kamu punya anak jangan pernah membedakan karna anak adalah amanah. Yg beliau tanya tanya sebelum sakit siapa? kamu kan? itu berarti beliau sangat sayang padamu, " nasehat Ami.
Saran ku nih, "bahagiakan orang tua selagi mereka masih ada jangan sakiti hati mereka, andai waktu bisa kembali aku menginginkan orang tua ku hidup lagi Nay, karna aku belum bisa membahagiakan mereka.
Aku menangis mendengar perkataan Ami, kami berhenti di pantai untuk merilekskan pikiran sejenak. " Ami kita janji ya untuk selalu sama sama, " kataku. "Aku gak bisa janji Nay karna perjalanan hidup kita masih panjang, "
Kami memesan dua buah kelapa muda dan mie rebus tak lupa dengan pensi 🙂
Kami membahas banyak hal dan aku banyak mendapatkan nasehat dari Ami.
Kami balik karna jadwal kami mengajar jam dua siang.
"Assalamu'alaikum, " salam kami.
"Wa'alaikumussalam, " jawab Iyan, Arfa dan Fatih, mereka lagi bermain. Iyan berlari mengejar ku "kakak pulang, " serunya. "jangan lari lari dek, "
"kak Nayla bawa apa? " tanya Fatih malu malu menunjuk meja belajar dan alat tulis yg kami pegang. "Ini meja belajar dan alat tulis untuk menulis dan melukis, " jelas ku. "Dan ini untuk kalian, " aku membagikan es krim, " "makasih kak, " "kalau makan gimana? " tanya ku tersenyum, "makan itu harus duduk, " "anak pintar, "
Iyan gak mau lagi tinggal sama ibunya, dia tinggal di sini, dengan bujukan Fikri mama mengizinkan. Iyan tidur bersama Fikri.
Dia disini juga ikutan belajar seperti yg lainnya, papa memiliki tiga orang anak dari ibu Iyan dan dia anak terakhir. "kak Ila......, " panggil Iyan dari luar. Aku lagi rebahan di kamar sebentar. Nayla berdiri dan keluar dari kamar, "ada apa dek? " tanyaku membelai rambutnya. "kakak ketemu papa? papa bilang apa kak? " Nayla terpaksa berbohong. "papa bilang Iyan gak boleh nakal, " kataku tersenyum padanya. "papa Iyan kemana? " tanya Arfa pada Iyan.
"Dirumah sakit, " jawabnya.
"Oh cepat sembuh ya papa Iyan, " Aamiin ucap kami mengaminkan.
Malam ini aku gak bisa tidur sudah pukul satu dini hari mata ini gak mau dipejamkan juga. Nayla sudah sholat masih juga gelisah. Dia memutuskan untuk membaca Al Qur'an. Sampai subuh dia gak tidur. Matanya bengkak seperti panda.
"Kakak habis nangis? " Fikri bertanya sambil mengambil air minum. Dia usai melaksanakan sholat subuh. "kakak gak nangis dek cuma semalaman gak bisa tidur, "
"Kakak banyak fikiran? curhat sama aku kak jangan dipendam, " Nayla melihat Fikri, seorang adek lelaki yg selalu baik padanya, yg menjadi teman curhat baginya. Nayla lebih dekat dan terbuka sama Fikri. Dia gak dapat membayangkan jika mereka sudah berumah tangga nantinya, mereka akan sibuk dengan keluarga masing masing.
"Fikri kakak mau ngomong tapi nanti, pagi ini kakak mau ngajar, " Ya hari ini mereka ngajar pagi karna hari libur. "Baiklah kak, aku joging ya kak, " Fikri memasang sepatunya di luar, Nayla memandangi punggung adek laki lakinya.
Dor, Silvi mengagetkan Nayla, "Kamu kebiasaan deh, " kesal Nayla menjewer kuping Silvi. "Aduh sakit kak, siapa suruh kakak pagi pagi sudah bengong ntar kesambet lho, " Nayla berdiri melemparkan Silvi dengan bantal.
"Fikri bangun, " teriak Silvi depan pintu kamar Fikri. "Telat orangnya sudah kabur, kamu tidur kayak kebo subuh kesiangan, " ucap Nayla, Silvi cengengesan.
"Menikmati masa sendiri kak, nanti kalau sudah berumah tangga mana bisa bangun kesiangan siapin ini itulah ribet, " gerutunya.
Ami cuma senyum senyum melihat Silvi ngomel ngomel, gitulah rumah kalau sudah libur ramai.
"Kamu gak kerumah sakit Nay? " tanya mama meletakkan sarapan di meja. "Gak ma besok saja, " jawab ku.
"Fikri mana Nay kok gak kelihatan? "
"Dia joging ma, "
"Modus palingan cuci mata, " sahut Silvi. "Cuci mata pakai deterjen Sil hehe, " Ami menimpali.
"Kasihan kak adek cowokku cuma satu paling imut dan tampan haha, "
"Mulai deh kalau sudah muji gini pasti ada maunya, ayo ngaku, " Nayla menatap Silvi.
"Hehe kakak jangan jujur gitu aku jadi malu, " Nayla cuma diam. Kami sarapan dan membereskan rumah, karna jam sembilan waktu kami ngajar.
"Assalamu'alaikum, " salam Fikri.
"Wa'alaikumussalam pangeran kodok, " jawab Silvi. "oh ratu kebo sudah bangun haha, " Fikri mengambil air dingin. Silvi manyun, "mulutnya kenapa kak? sariawan? " tanya Fikri usil. "lagi mager, " jawab Silvi. "ada ya mulut mager bisa ngomong, " "Gak ke rumah sakit kamu? " tanya Silvi. "Gak kak besok pulang kerja mampir, kakak kapan? "
"Belum tau malas saja ke sana, "
"Fikri pinjam motor ya kak mau pergi sama teman, " bujuknya. "Hem motor kakak kan ada,? " "hehe bannya motor dan olinya belum diganti, tolong ya, " dia memelas kepada Fikri.
"Giliran minta tolong baiknya gak ketulungan, aku lagi malas kemana kak aku mau melanjutkan tidur, "
"Ya deh biar aku ganti sendiri, " Silvi meninggalkan Fikri. "hahaha kakakku merajuk, " gelak Fikri.
"Yan ikut sama abang yuk, " Fikri memanggil Iyan yg lagi bermain.
"Yan mau ngaji bang, "
"oh kita perginya pulang kamu ngaji aja, " ujar Fikri. "oke bang, "
"Mau pergi kemana dek?" tanya Nayla.
"Adek cewek kakak itu merajuk minta tambal ban dan ganti oli motornya, "
"Ya sudah kamu bantuin kamu kan cowok, " ucap Nayla menepuk pundak Fikri. "Ya kakak ku sayang, " jawab Fikri.
Anak anak kami sudah pada datang, kami siap siap untuk mengajari mereka.
"MasyaAllah adek adek ustadzah ganteng ganteng dan cantik cantik pagi ini, " ucap Ami menyalami mereka.
"Ustadzah ini kado buat ustadzah dan kak Nayla, " mereka memberikan kami kado kebetulan hari ini hari guru.
"makasih sayang, " kami mengusap kepala mereka.
"Ustadzah Ami, kak Nayla ajarin aku doa kedua orang tua dong, " ujar Agung.
"Baik sayang nanti kita belajar doa ya, "
Kami mengajar hari ini dengan penuh semangat dan usai belajar kami membagikan puding yg kami buat tadi pagi. Mereka senang menerima puding dari kami,"
"Kak aku tambal ban dulu, " ucap Fikri mendorong motor dan diikuti Iyan. Silvi sudah pergi sedari tadi. Mama menjahit di ruangan tamu. "sudah ngajarnya Nay?" "sudah ma, "
Ami masih di ruangan belajar mengajari mereka les, Nayla berbaring di kamar, matanya terasa berat sekali mungkin karna gak bisa tidur semalam. Nayla memeluk guling dan tertidur.