Plak!
" Percuma aku menikahi mu, tapi sampai sekarang kamu belum juga memiliki anak. Kamu sibuk dengan anak orang lain itu!"
" Itu pekerjaanku, Mas. Kamu tahu aku ini baby sitter. Memang mengurus anak orang lain adalah pekerjaanku."
Lagi dan lagi, Raina mendapatkan cap lima jari dari Rusman di pipinya. Dan yang dibahas adalah hal yang sama yakni kenapa dia tak kunjung bisa hamil padahal pernikahan mereka sudah berjalan 3 tahun lamanya.
Raina Puspita, usianya 25 tahun sekarang. Dia menikah dengan Rusman Pambudi, pria yang dulu lembut namun kini berubah setelah mereka menikah.
Pernikahan yang ia harap menjadi sebuah rumah baginya, nyatanya menjadi sebuah gubuk derita. Beruntung hari-harinya diwarnai oleh wajah lucu dan tingkah menggemaskan dari Chandran Akash Dwiangga.
" Sus, abis nanis ya? Janan sedih Sus, kalau ada yang nakal sama Sus, nanti Chan bilang ke Yayah. Bial Yayah yang ulus."
Bagaimana nasib pernikahan Raina kedepannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baby sitter 30
Beberapa hari berlalu, Bagus selalu terngiang dengan ucapan Chan. Dan pagi ini dia keluar selepas subuh untuk pergi ke tempat dimana pembaringan terakhir namira berada.
"Assalamualaikum sayang, lagi apa kamu hmmm? Aku kangen sama kamu. Anak kita udah besar. Dia pinter kayak kamu. Namira, apa kau tahu. Saat ini Chan beneran pengen punya ibu. Dan yang paling dia inginkan adalah Raina. Aku pernah bercerita bukan, Raina adalah baby sitter yang paling lama mengasuh Chan. Dan anak kita itu sungguh menginginkan baby sitter nya untuk jadi bundanya. Apakah aku harus menyetujuinya? Aku bingung harus bagaimana sekarang. Hatiku belum siap, tapi putra kita sangat menginginkannya."
Bagus membuang nafasnya kasar. Dia akui dirinya saat ini tengah kebingungan. Bukan hanya dari sisi dirinya. Dari sisi Raina pun ia pasti tidak akan langsung menerima jika Bagus memintanya.
Wanita itu memiliki luka yang menganga. Luka itu harus tertutup dulu kemudian sembuh, baru bisa dia menerima kembali sebuah hubungan.
"Haah, entahlah. Biarkan semua ini berjalan dengan semestinya. Bukankah jodoh adalah rahasia Allah? Jadi mari kita ikuti alurnya saja."
Bagus bangkit dari sisi pusara sang istri. Dia melenggang pergi, bukan kembali ke rumah melainkan menuju ke kantor. Pikirannya sedikit kalut, jika kembali ke rumah maka suasana yang dirasakan akan canggung.
"Buseeet, ngapain heh pak presdir udah duduk di mari," pekik Ridwan. Dia yang memang datang lebih awal karena ada yang harus buru-buru di kerjakan terkejut melihat sosok Bagus. Atasannya itu sedang duduk sambil menyantap bubur ayam kesukaannya.
"Kenapa? salah emang?"
"Waduh, sensi amat yak? kayak gadis lagi PMS."
Ridwan terkekeh geli. Dia sebenarnya tahu apa sebab Bagus datang pagi. Tentu saja pria itu tengah merasa gelisah. Ridwan mengenal Bagus sudah sangat lama, jadi paham betul sikap dan kebiasaan Bagus.
"Antum kenape lagi. Hari ini Ane harus nganterin jamaah buat manasik. Kalau mau ngobrol, kayaknya nggak bisa."
"Aku nggak butuh ngobrol sama ente."
Jika sudah begini, berarti Bagus butuh waktu sendiri. Dan Ridwan tidak akan mengganggunya. Terkadang memang ada hal yang butuh di sharing tapi ada juga yang tidak. Lalu saat ini, Bagus mungkin sedang tidak ingin membagikan apa yang jadi pemikiran dan perasaanya.
"Oke kalau gitu. Inget Allah, sholat istikharah buat minta petunjuk. Galau terus nggak akan buat kamu mentas dari masalahmu."
"Iye wan, ane ngarti. Makasih ye buat wejangannya."
Hahahaha
Ridwan melenggang pergi. Dia yakin Bagus punya keputusan yang bijak terkait apapun itu masalahnya.
Drtzzz
Ponsel Bagus berbunyi. Ia melihat di layar, ternyata nama sang kakak. Sudah lama dia tidak berbincang dengan kakaknya itu. Dan mungkin akan menyenangkan jika bicara sekarang.
"Ada apa Mbak?"
"Aku lagi on the way ke kantor kamu. Mau dibawain apa hmm?"
"Apa aja boleeeh."
Bagus jika berhadapan dengan sang kakak maka akan berubah menjadi seorang adik kecil. Mereka tumbuh bersama dan dekat, jadi meskipun sekarang sudah dewasa dan kemudian tinggal masing-masing, tapi tetap saja ketika bertemu mereka akan seperti dulu lagi.
"Assalamualaikum."
"Waalikumsalam."
Bagus bangkit dari duduknya. Mengambil barang bawaan Gendis, meraih tangannya lalu mencium punggung tangan sang kakak. Sebaliknya, Gendis juga memeluk erat adiknya itu.
"Ughhh kangen,"ucap Gendis.'
"Halah, baru ge sebulan yang lalu ketemu."
Hahahah
Keduanya tertawa bersama. Mereka duduk, makan makanan yang dibawa lalu lanjut berbincang.
Banyak sekali perbincangan yang mereka lakukan. Dan yang terakhir membuat Bagus mengerutkan keningnya. Bagaimana bisa kakaknya itu mengetahui hal tersebut.
"Ibu ya yang cerita?"
"Gus, kalau Chan memang butuh ibu. Tidak ada salahnya kamu membuka hatimu lagi. Dia masih sangat kecil, dan sosok ibu memang diperlukan untuk anak segitu. Kita tidak bisa menutup mata, kasih sayang ibu dangat dibutuhkan. Hanya saja, kamu juga nggak bisa sembarangan memilih wanita. Usahakan dia yang sangat tulus mencintai Chan dan kamu nantinya. Oh iya Gus, memiliki istri lagi bukan berarti kamu mengkhianati Namira. Tapi, Mbak juga nggak bisa maksa kamu. Semua keputusan itu ada di kamu karena kamu yang akan ngejalaninya, bukan Mbak, bukan Ibu dan juga bukan siapapun."
"Iya Mbak, aku paham akan hal itu."
Bagus tentu sangat mengerti. Hanya saja dia tidak menyangka bahwa Gendis akan datang secepat ini untuk bicara terhadapnya.
Namun di sisi lain dia merasa senang. Sang kakak ternyata masih sangat memerhatikannya.
"Makasih ya Mbak. Mbak jauh-jauh kemari buat ngobrolin itu sama aku."
"Haish, kamu ini."
Gendis mengusap lembut kepala sang adik. Sebenarnya dia sangat sedih melihat kondisi Bagus. Siapa yang menyangka adiknya itu akan jadi duda di usia muda. istri yang begitu dicintainya itu pergi dengan sangat cepat.
Betapa terpukul dan kehilangannya Bagus waktu itu. tapi hebatnya, dia sama sekali tidak pernah menunjukkan perasaannya. Dia tidak pernah menunjukkan isi hatinya. Ya, Bagus memang orang yang seperti itu. Maka dari itu Asri meminta Gendis untuk berbicara. Jika dengan Gendis, bagus bisa terbuka.
"Mbak, Chan sebenernya minta Raina buat jadi Ibu nya. Mbak tau kan Raina, baby sitter Chan?"
"Iya tau, Ibu juga ngomong soal itu. Mbak sih nggak mau banyak komen ya. Intinya semua kembali ke kamu. Siapapun wanitanya, asal dia baik, cinta sama Chan dan kamu, itu udah cukup. Tulus, itu juga poin yang perlu kamu pertimbangkan."
Bukan iya atau tidak jawaban yang Gendis berikan. Karena Gendis menyerahkan semuanya kepada dirinya. Itu membuat Bagus berpikir bahwa segala hal tentang apa yang akan dia lakukan ke depannya adalah sepenuhnya atas keputusannya.
"Iya Mbak aku ngerti."
TBC
Aku nggak baper ya manteman. Asli, aku nggak apa", hanya saja please. Kalau ang kalian ada yang ga suka baca karya ku yang mana aja jangan tinggalin komen buruk ya. Kalau nggak suka sila di skip. Aku nggak apa-apa. Tapi kalau ninggalin komen kayak gini, asli sih bikin mood jelek. Semoga yang komen gini selalu sehat ya dilapangkan rejekinya.
👍👍👍👍👍
💪💪💪💪💪
♥️♥️♥️♥️♥️
makan tu susah...