Bagaimana jadinya jika seorang muslimah bertemu dengan mafia yang memiliki banyak sisi gelap?
Ketika dua hati berbeda warna dan bertemu, maka akan terjadi bentrokan. Sama seperti iman suci wanita muslimah asal Indonesia dengan keburukan hati dari monster mafia asal Las Vegas. Pertemuannya dengan Nisa membawa ancaman ke dunia gelap Dom Torricelli.
Apakah warna putih bisa menutupi noda hitam? Atau noda hitam lah yang akan mengotori warna putih tersebut? Begitulah keadaan Nisa saat dia harus menjadi sandera Dom Torricelli atas kesaksiannya yang tidak sengaja melihat pembunuhan yang para monster mafia itu lakukan.
°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°~°
Mohon Dukungannya ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Four, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LiBaW — BAB 25
TETAP BERANI
Mendengar jawaban Nisa, Dom terdiam menatap lekat istrinya yang masih enggan menatapnya.
“Campbell!” panggil Dom dengan suara tegasnya yang langsung membuat pria itu bergegas menghampirinya penuh hormat dan takut.
“I-iya Tuan?”
“Antar dia ke kamarku dan jangan ada yang mendekatinya.” Pinta Dom masih menatap tegas ke Nisa hingga menoleh ke Campbell yang nampak tertunduk dan sedikit mencuri-curi pandang.
“Ba-baik Tuan!” balas pria itu hingga Dia melangkah pergi meninggalkan Nisa di sana.
Tentu saja wanita itu menatap kepergian suaminya. Entah kenapa saat dia berada di mansion Vesper dan melihat Dom pergi meninggalkannya sejenak, Nisa merasa tidak begitu nyaman.
“Mari Nyonya, saya akan mengantar Anda.” Ucap Campbell penuh hormat namun juga perlu diingat, pria itu sangat ketus seperti arti namanya yang bermulut pedas.
Itu sebabnya, Ada menjadikan dia sebagai pelayan favorit. Berbeda dengan Ellie yang berada di mansion Dom.
Hendak mengikuti langkah Campbell, Ada mengentikan Nisa dan menatapnya tegas penuh pertanyaan.
“Kau belum memperkenalkan dirimu setelah menjadi anggota baru di keluarga kami. Setidaknya hormati yang lebih tua atau bersikap yang lebih sopan, melihat penampilan mu .... Saat ini!” jelas Ada menyeringai kecil.
Tak ingin mendengar hal konyol, Jesse memilih pergi sehingga saat ini hanya ada Sarai, Campbell dan Ada.
Nisa menatap dengan berani namun lembut. “Assalamualaikum!”
Ada berkerut alis mendengar ucapan barusan, sedangkan Sarai masih diam dengan senyum kecilnya menatap ke Nisa. Sangat berbeda dengan sifat ibunya.
“Kau bilang sesuatu?” tanya Ada yang benar-benar sengaja.
“Ini adalah bentuk kesopanan ku, dan aku memberi salam kepadamu, Bibi!” jelas Nisa tersenyum tipis, namun Ada masih menatapnya tajam.
“Jangan memanggilku bibi, panggil aku nyonya! Itu lebih baik.”
“Nyonya hanya untuk seseorang yang tidak mengenal mu ataupun yang bekerja di bawah mu. Tapi di sini aku adalah istri, Dom! Aku berharap kita bisa saling akrab. Dan namaku Nisa, sederhana dan mudah diingat!” penjelasan Nisa membuat Ada terdiam menatap lekat sedikit mendongak angkuh.
Sedangkan Campbell yang sudah tahu gerak-gerik dan watak dari nyonya besarnya itu, dia sedikit terkejut mendengar ucapan Nisa yang sangat berani memperjelas semuanya dihadapan Ada Vesper.
“Sangat berani!” balas Ada menyeringai miring.
“Boleh aku pergi?!” tanya Nisa dengan sopan seperti yang Ada minta.
“Tentu saja! Jika butuh sesuatu, kau bisa memanggil pelayan ataupun penjaga di sini!” ujar Sarai yang masih terlihat ramah, hingga wanita itu juga pamit pergi untuk melakukan bisnisnya.
Nisa kembali menatap ke Ada yang masih memperhatikan dirinya tanpa berpaling.
“Assalamualaikum!” pamitnya tak lupa memberi salam. Namun Ada yang tuli dan tak perduli, dia mengabaikan nya dan melenggang pergi begitu saja.
Terlihat ketakutan di wajah Campbell saat ini, ketika dia harus melihat kemarahan tertahan di wajah nyonya nya, Ada.
“Mari saya antar Anda.” Ucap Campbell kepada Nisa sehingga mereka berjalan bersama menuju ke kamar yang Dom maksud.
Selama berjalan menyusuri lorong Mansion yang begitu indah. Nisa tak berhenti berdzikir sembari memandangi tempat dan dekorasi rumah itu, sedangkan Campbell yang melirik sinis, pria itu dapat mendengar suara Nisa yang tengah berdzikir.
-‘Apa yang dia lakukan? Dia tidak berhenti berucap, apa bibirnya tidak kebas?’ Pikir Campbell yang mengingat akan bibirnya sendiri sehingga dia refleks menyentuh mulutnya yang ikut lelah sendiri mendengar suara Nisa yang tak berhenti.
“Ini kamar tuan Dom. Anda bisa menunggu nya di dalam, jika butuh sesuatu, panggil saja saya!” ujar pria itu dengan sopan.
“Terima kasih!” balas Nisa tanpa tersenyum dan langsung masuk sehingga Campbell yang masih berdiri di sana, dia sedikit cemberut ketika tidak mendapati senyuman dari wanita berhijab tadi.
“Apa semua muslim seperti itu? Para wanita nya sangat sombong bahkan tidak mau tersenyum dengan ramah. Untung saja dia istrinya tuan Dom.” Gerutu panjang lebar Campbell yang bergegas pergi.
...***...
“Apa yang sebenarnya ingin kau bahas?” tanya Dom yang saat ini duduk bersandar di sofa singel, menatap tajam dan lekat ke arah Christian yang juga duduk di sofa singel lainnya.
“Tinggallah di sini, bersama istrimu.” Pinta Christian yang kali ini dia mengatakannya dengan tulus, namun sebagaimana Dom yang sudah tahu watak ayah tirinya itu, dia sedikit membuka bibir saat lidahnya berputar menyentuh pipi dalamnya.
“Kau sedang merencanakan sesuatu? Aku tahu kau tidak menyukai keberadaan Nisa. Jika aku tinggal di sini, apa kau bisa menjamin bahwa istriku akan baik-baik saja?”
Mendengar balasan seperti itu dari Dom, tentu saja Christian berkerut alis. “Apa maksud mu? Kau tidak mempercayai ayahmu lagi?”
“Aku tidak mengatakannya, kau sendiri yang selalu mengingat aku akan hal itu.”
Entah apa yang terjadi di antara mereka berdua, namun sejak awal yang menginginkan keberadaan Dom hanyalah Amor Vesper, istri pertama Christian yang tewas terbunuh dalam sebuah ledakan di rumah kayu buatannya.
“Aku selalu meminta mu baik-baik, Dom. Dan aku merasa kau sudah mulai berubah.”
“Tidak ada perubahan apapun dariku. Aku masih tetap sama, hanya saja aku sudah menikah dan itu membuatmu terlihat semakin waspada.” Ujar Dom yang mulai bangkit dari duduknya.
“Kau belum memutuskan perintahku, Dom! Jika bukan untukku, maka turuti keinginan Amor! Dia selalu menginginkan mu tetap tinggal di rumah ini.” Tegas Christian dengan tatapan tajam dan suara seraknya sedikit lantang, sehingga langkah Dom terhenti saat dia berdiri membelakangi ayahnya.
Mengingat ibunya, membuat Dom selalu terhuyung dalam masa lalu yang menyedihkan dan menyenangkan.
“Dia sudah meninggal, begitu juga dengan keinginannya yang ikut pergi.” Balas Dom yang masih saja angkuh dan sangat sulit di bujuk.
Pria itu kembali berhenti dan menoleh ke Christian. “Dan berhentilah mengincar istriku, dia tidak ada sangkut pautnya dengan dunia kita. Biarkan itu menjadi urusanku.” Tegas pria berkaos hitam tadi lalu berjalan pergi.
Brakk!
Pintu tertutup rapat, Christian masih duduk di sofanya, dia sangat pusing saat bingung harus bagaimana lagi membujuk Dom agar kembali seperti dulu. Menjadi pria yang sangat menghormati nya dan patuh.
...***...
Berada di kamar hening dengan keadaan yang jauh dari kata cerah, membuat Nisa tak betah di sana. Walaupun tempat itu bersih dan luas.
Nisa masih menyusuri kamar milik suaminya, tidak ada foto ataupun apapun yang menarik di sana, hanya ada beberapa botol minuman yang tersedia di atas meja panjang, juga senjata api di laci nakasnya.
Namun, Nisa mulai tersenyum tipis melihat sebuah ukiran kayu yang berbentuk hati, namun sayangnya ada retakan di sisi hati tersebut.
“Siapa yang mengizinkan mu untuk menyentuhnya?”
Seketika Nisa terkaget hingga dia mundur dan menabrak tubuh depan Dom dan langsung berbalik menjauh.
“Maaf... Ak-aku tidak bermaksud— ”
Nisa mengehentikan ucapannya ketika Dom meraih benda kayu terukir tadi yang jatuh ke lantai, lalu mengembalikan nya ke atas nakas.
“Ukiran yang indah!” ucap Nisa mencoba mencairkan suasana setelah dia merasa seperti pencuri yang menyelinap dan menyentuh tanpa izin.
“Tidak seindah yang kau pikirkan.” Balas Dom tanpa senyum dan membuat Nisa terheran-heran.