NovelToon NovelToon
Masa Lalu Pilihan Mertua

Masa Lalu Pilihan Mertua

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Poligami / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:12.6k
Nilai: 5
Nama Author: Thida_Rak

Aku, Diva, seorang ibu rumah tangga yang telah menikah selama tujuh tahun dengan suamiku, Arman, seorang pegawai negeri di kota kecil. Pernikahan kami seharusnya menjadi tempat aku menemukan kebahagiaan, tetapi bayang-bayang ketidaksetujuan mertua selalu menghantui.

Sejak awal, ibu mertua tidak pernah menerimaku. Baginya, aku bukan menantu idaman, bukan perempuan yang ia pilih untuk anaknya. Setiap hari, sikap dinginnya terasa seperti tembok tinggi yang memisahkanku dari keluarga suamiku.

Aku juga memiliki seorang ipar perempuan, Rina, yang sedang berkuliah di luar kota. Hubunganku dengannya tak seburuk hubunganku dengan mertuaku, tapi jarak membuat kami tak terlalu dekat.

Ketidakberadaan seorang anak dalam rumah tanggaku menjadi bahan perbincangan yang tak pernah habis. Mertuaku selalu mengungkitnya, seakan-akan aku satu-satunya yang harus disalahkan. Aku mulai bertanya-tanya, apakah ini takdirku? Apakah aku harus terus bertahan dalam perni

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Thida_Rak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29 Masa Lalu Pilihan Mertua

Malam itu terasa hangat, berbeda dari malam-malam sebelumnya. Setelah makan malam, Diva duduk bersama Kak Dira dan Bang Reza di ruang tengah. Obrolan mereka ringan namun penuh makna.

“Bang, aku kepikiran buat kembangkan toko peninggalan orang tua,” ucap Diva mantap, matanya bersinar dengan semangat baru.

“Iya Div, kamu atur aja semaunya. Kalau kewalahan, bilang aja ke abang atau Kak Dira, ya,” jawab Bang Reza dengan senyum mendukung.

Kak Dira ikut menimpali, “Div, terus gimana urusan perceraianmu?”

“Sabar ya Kak, tunggu satu atau dua minggu ini. Semuanya sudah diurus sama pengacaraku, biar aku nggak ribet,” jawab Diva tenang, tapi tegas.

Bang Reza mengangguk penuh bangga. “Anak cerdas. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan. Kamu selalu punya abang di sini.”

“Iya dong, kan adik kesayangan,” tambah Dira sambil tertawa ringan.

Diva hanya tersenyum. Dalam diamnya, ia meresapi suasana hangat yang begitu lama ia rindukan. Akhirnya… ini rumah. Ini ketenangan.

Diva menatap langit malam dari balik jendela, cahaya bulan menyusup lembut ke sela tirai. Hening. Hanya suara angin pelan dan detak jarum jam yang menemaninya. Ia menarik napas panjang, lalu membuka buku diarinya yang sudah beberapa hari tak disentuh. Dengan tangan pelan namun pasti, ia mulai menulis…

---

**“Malam ini aku tidak menangis. Bukan karena hatiku tak lagi sakit, tapi karena aku mulai belajar menerima. Menerima bahwa tidak semua yang kita perjuangkan akan menjadi milik kita selamanya.

Dulu aku pikir rumah adalah tempat di mana aku bisa merasa aman, tapi ternyata aku tinggal di dalam dinding yang penuh tekanan dan luka. Aku telah cukup kuat menelan segala kata yang menyakitkan, cukup sabar untuk menunggu cinta yang seringkali terasa sepihak.

Kini, aku berdiri untuk diriku sendiri. Aku memilih tenang daripada dipuja tapi tak dihargai. Aku memilih pulang ke diriku sendiri, karena ternyata itu rumah paling damai yang bisa aku miliki.

Terima kasih untuk setiap luka, karena tanpanya aku takkan tahu seberapa besar aku mencintai diriku sendiri.

Diva.”**

---

Setelah menulis, Diva menutup bukunya perlahan. Ada perasaan lega yang menyelinap dalam dada. Malam itu, ia akhirnya bisa tertidur dalam damai tanpa bayangan masa lalu yang menghantuinya.

Pagi itu rumah dipenuhi suara omelan Bu Susan yang menggema ke seluruh sudut rumah. Suara sandalnya menghentak lantai keras-keras, duduk dengan kasar di kursi ruang tengah, tepat di depan kamar Arman.

"Punya menantu dua, tapi nggak ada satupun yang bisa diandalkan! Satu kabur, satu lagi cuma bisa tidur sampai siang! Rumah nggak keurus, dapur kosong, enak-enakan aja!" omelnya sambil melempar pandangan kesal ke arah pintu kamar Arman.

Di dalam kamar, Raya masih meringkuk di balik selimut, tubuhnya lelah setelah semalam dipenuhi ‘ronde-ronde’ bersama Arman. Ia menarik napas panjang, mencoba mengabaikan suara mertuanya yang tak henti-henti.

Arman mengelus pelan bahu Raya, lalu membisik,

"Sayang, udah ya... jangan diambil hati. Ibu memang gitu orangnya. Nanti abang bantu beresin sedikit, kamu istirahat dulu aja."

Raya hanya mengangguk pelan, namun dalam hatinya mulai terasa ganjalan hidup bersama Arman ternyata tak semudah yang ia bayangkan. Di luar, suara Bu Susan masih menggema, dan Raya sadar... posisi sebagai menantu pilihan pun tak membuatnya kebal dari amarah mertua.

Arman menarik napas panjang, mencoba menahan emosi. Ia berdiri tegak di hadapan ibunya yang masih terus mengomel di ruang tengah.

"Bu, sudah ya. Raya lagi capek, nanti Arman yang beresin semuanya," ujarnya tenang namun tegas.

Bu Susan langsung bangkit dari duduknya, nadanya makin naik,

"Lo  gimana sih, Man! Laki-laki kok ngebela istri sampai segitunya. Nggak pantas tahu! Dari dulu juga kamu tuh terlalu nurut sama Diva, sekarang sama Raya. Laki-laki itu kepala rumah tangga, bukan pembantu istri!"

Arman menggertakkan giginya, lalu menunduk sebentar untuk mengontrol diri.

"Arman bantu bukan karena disuruh, tapi karena Arman tahu tanggung jawab. Lagipula Arman juga yang bikin dia capek semalam," balasnya lirih namun jelas, membuat Bu Susan mendengus keras.

"Huh, dasar! Ibu ini ya, cuma mau yang terbaik buat kamu. Tapi makin ke sini, kamu malah makin nggak bisa diatur!"

Arman tak menjawab, hanya berjalan ke dapur, mulai membereskan piring-piring yang tertumpuk. Dalam hatinya, lelah sudah tak hanya dari pekerjaan... tapi dari rumah yang tak pernah tenang juga.

Raya menyender manja ke pundak Arman, sambil tertawa kecil.

"Iya dong, masa cuma abang yang hebat, aku juga harus bisa bikin abang betah," ucapnya genit.

Arman tersenyum tipis, walau dalam hatinya masih ada sisa beban dari ucapan ibunya tadi.

"Iya... makasih ya, Ray. Tapi hari ini bantuin dikit ya, biar rumah nggak kayak kapal pecah," sahut Arman sambil membilas piring terakhir.

Raya mengerucutkan bibir, setengah malas.

"Ih... padahal kan lagi libur, enaknya santai-santai sama abang."

Arman menoleh dan mengusap kepala Raya.

"Nanti kita santai, sekarang bantu dulu ya, sebentar aja. Ibu juga udah mulai sensi tuh," ujarnya setengah bercanda, setengah serius.

Raya pun mengangguk pelan, meski dalam hatinya ogah, ia tahu mau tak mau harus menjaga citra di depan ibu Arman. Toh, posisi sebagai istri kedua belum sepenuhnya aman menurutnya.

POV Raya

Sabar... aku harus sabar.

Sikap ibu mertua memang bikin darah naik ke kepala, tapi aku nggak boleh gegabah. Diva, kakak maduku itu,pake acara nggak mau balik bagus sih, satu saingan hilang. Tapi ibu malah jadi makin cerewet ke aku, seolah-olah rumah ini punya dia selamanya.

Belum lagi tiap hari aku harus pasang muka manis, padahal hatiku muak. Tapi tak apa, tunggu semua gaji Arman aku yang pegang. Sedikit demi sedikit, aku ambil alih kendali. Rumah ini, keuangan ini, bahkan hatinya.

Tunggu saja, bu Susan... tunggu saatnya. Akan ada waktunya wanita tua sepertimu merasakan pembalasan. Aku akan jadi satu-satunya ratu di rumah ini.

---

Arman tampak sibuk menyapu dan mengepel rumah, memastikan tiap sudut bersih tanpa cela. Sementara itu, di dapur, Raya sedang memasak, sesekali mengecek bumbu dan menyesap kuah. Aroma masakan menyebar ke seluruh rumah, menciptakan suasana hangat.

Setelah semua pekerjaan rumah selesai, mereka bergantian membersihkan diri. Bu Susan yang sedari tadi memperhatikan dari ruang tengah, akhirnya tersenyum kecil.

“Nah, gitu dong,” ucapnya lega, lalu kembali duduk santai di sofa depan sambil menunggu anak dan menantunya selesai mandi. Momen langka ini membuatnya sedikit tenang setidaknya untuk sekarang.

Setelah semua bersih dan rapi, mereka pun duduk bersama untuk sarapan. Suasana tampak tenang, namun tak berlangsung lama. Bu Susan, dengan tatapan serius, mulai membuka pembicaraan.

“Man, ibu nggak mau tahu. Pokoknya Diva harus pulang ke rumah ini. Terserah kamu mau gimana caranya,” tegas Bu Susan sambil menatap tajam anaknya.

Arman menghela napas berat. “Aduh, gimana ya, Bu… Diva itu keras kepala banget. Susah banget dibujuk.”

“Ibu nggak peduli. Ibu maunya kamu sama Raya fokus kasih ibu cucu. Ibu udah nggak sabar,” jawab Bu Susan penuh tekanan.

Dalam hati, Raya tersenyum sinis. Nah ini… makin jelas jalanku. Pokoknya harus bisa bikin si mandul itu pulang lagi, biar aku tetap jadi ratu di rumah ini.

1
Uli Mafrudoh
amit2 punya mertua kaya gitu
Thida_Rak: rata2 mertua kan begini kak😊
total 1 replies
Lin
ceritanya bagus lanjut Thor
Thida_Rak: baik kak
total 1 replies
Lin
Luar biasa
Thida_Rak: terima kasih kak
total 1 replies
Sun Flower
senang kalau Arman anak Mama di pecat😊
lanjut author..💪💪
Thida_Rak: di tunggu ya kak🙏🏻
total 1 replies
Pudji hegawan
cerita yg bagus
Thida_Rak: Terima kasih kak🙏🏻🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!