NovelToon NovelToon
Paman, Aku Mencintaimu

Paman, Aku Mencintaimu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Enemy to Lovers
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Tari Sukma Dara (24 Tahun) tidak tahu kalau sebuah kunjungan dari seseorang akan merubah nasibnya. Kehidupannya di Bandung sangat tenang dan damai, Ia tinggal di rumah tua dan membuka “Toko Bunga Dara”. Namun hari itu semua berubah, seorang perempuan bernama Tirtamarta Kertanegara mengatakan bahwa Ia adalah cucu kandungnya. Ia harus ikut ke Jakarta dan belajar dengan pamannya untuk menjadi penerusnya.
Gilang Adiyaksa (30 Tahun) tentu saja marah saat Tirtamarta yang Ia anggap seperti Ibunya sendiri mengatakan telah menemukan darah dagingnya. Tapi Ia tak bisa melakukan apapun, Ia hanya seorang anak angkat dan sekarang Gilang membimbing Tari agar menjadi cukup pantas dan apabila Tari tak cukup pantas maka Gilang akan menjadi penerus Kertanegara Beauty. Gilang membuat rencana membuat Tari percaya padanya lalu membuatnya hancur.

Hanya satu yang Gilang tidak rencanakan, bahwa Ia jatuh cinta pada keponakannya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29 - Diantara Tak Ada

Keesokan paginya, rumah itu terasa sangat sunyi.

Bukan sunyi yang damai, bukan juga sunyi yang nyaman. Tapi sunyi yang mengiris, menembus hingga ke tulang-tulang. Seolah setiap sudut rumah menyimpan keheningan yang berat, menekan napas, membuat dunia seakan berhenti berputar.

Tak ada suara langkah kaki Gilang di lorong.

Tak ada bunyi pintu kamar mandi dibuka.

Tak ada aroma kopi hangat yang biasa memenuhi dapur dan mengisi pagi-pagi mereka.

Tari berdiri beberapa detik di ambang dapur, membiarkan dirinya tenggelam dalam sepi itu.

Lalu perlahan, ia menarik kursi dan duduk di meja makan. Kursi itu berderit kecil, suara yang biasanya tak pernah ia hiraukan, tapi pagi ini terasa terlalu keras.

Tangannya gemetar sedikit saat meraih secarik kertas kecil yang tergeletak di meja.

Tulisannya rapi. Sedikit miring ke kiri. Persis seperti semua kenangan mereka—tak sempurna, tapi nyata.

“Tari, aku nggak tahu ini benar atau salah. Tapi aku harus pergi. Jaga dirimu, Tar.”

Satu kalimat.

Satu pengakuan kecil yang menghancurkan begitu banyak harapan.

Tari menatap kertas itu lama.

Hingga huruf-hurufnya kabur di matanya yang basah.

Air matanya hampir jatuh, hampir membanjiri pipi, tapi ia menahannya. Dengan seluruh tenaga yang tersisa.

Bukan sekarang. Bukan pagi ini.

Ia masih harus bertahan.

Di kantor, suasana juga tidak jauh berbeda.

Tari mencoba mengerjakan tugas-tugasnya. Tapi semuanya terasa hampa. Ia tidak benar-benar membaca email yang masuk. Ia tidak benar-benar mendengar apa yang dibicarakan di meeting.

Dan di tengah kekacauan kecil itu, Harri muncul lagi. Dengan senyum santai, dengan tatapan yang hangat.

"Ngopi yuk, Tari. Butuh yang manis-manis nih buat nenangin pikiran," ajaknya sambil mengangkat sekotak kopi dingin favorit Tari.

Tari tertawa kecil. Membiarkan dirinya untuk sejenak lupa.

Mereka duduk di kafe kecil. Bicara tentang Bandung. Tentang masa kecil. Tentang impian yang tertunda.

Tapi di hati Tari, ada ruang kosong yang Harri tidak bisa isi.

Saat Harri tertawa, Tari tersenyum. Tapi di dalam hatinya, ia bertanya: "Kenapa aku nggak bisa bahagia?"

Sore itu, Rahma mendekatinya.

“Mbak Tari, sore ini Bu Tirta ada meeting sama Mas Harri. Kayaknya bahas tentang Mbak Tari.”

Tari merasa darahnya berhenti mengalir.

Sesuatu yang berat menekan dadanya.

Pulang ke rumah, Tari langsung menemui Bu Tirta.

"Kenapa ketemu Harri tanpa bilang aku?"

Bu Tirta menatapnya lama, seakan memilih kata-kata.

"Kamu butuh stabilitas, Tar. Seseorang yang bisa menjaga kamu."

Tari menahan emosinya, menarik nafas panjang. "Bu Tirta tahu kalau aku sebetulnya tak menginginkan hal ini bukan? Aku sudah cukup dengan situasiku di Bandung. Mengurus Toko Bunga, dan bersama dengan teman-temanku. Aku kesini demi masa lalu, demi Ibuku yang bahkan meninggalkan semua kekayaan hanya untuk menikah seorang guru SMA yang bahkan menumpang dirumah orangtuanya. Tapi aku tahu apa yang Ibuku vari, kehangatan. Disini aku merasa sangat dingin".

Bu Tirta memutar matanya, "Aku berharap kamu lebih baik dari Ibumu dalam mengambil keputusan Tari. Lagipula apa yang kamu harapkan dari rumah yang sudah hampir rubuh itu?"

Tari tertawa. Suara tawanya getir. Pahit.

"Walau rubuh, rumah itu maish hangat dan penuh kenangan."

Bu Tirta berdiri menatap halaman rumahnya, "Aku tahu kamu menyukai Gilang bukan? Tapi dia, dia bukan orang yang bisa diharapkan."

"Bukankah Anda yang memungutnya?"

Wanita setengah baya itu menelan ludah, "Sesungguhnya, dia mungkin memang benar pamanmu. Itulah mengapa aku tak mau kamu dekat dengannya."

Tari mengerutkan alis, "Maksudnya?"

"Pria itu, Ayah dari Ibumu. Dia sering bermain wanita, dan Gilang mungkin salah satu dari anaknya. Gilang aku ambil karena sebuah surat, surat tanpa nama yang dikirim ke kantor. Sebuah akte kelahiran dan keterangan anal itu ada dimana. Dan saat aku melihatnya, aku melihat wajah mantan suamiku disana. Wajah yang tampan tapi penuh rahasia dan intrik." Bu Tirta kembali duduk di sofa.

Kaki Tari melemas, Iapun menjatuhkan dirinya ke sofa. "Jadi dia memang pamanku?"

"Ya, sepertinya begitu tapi aku bahkan tak berani mengeceknya. Kalau itu benar, aku takut jadi membencinya. Jadi kamu paham bukan kenapa aku menjodohkanmu dengan Harri?"

Wajah Tari pcat dan Ia merintih, "Terlambat. Aku udah kasih hati ke orang yang salah."

1
Rendi Best
lanjutkan thor🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!